Ketika Pintu Hatimu Terbuka Untuknya

56 2 0
                                    

Pukul sepuluh malam, bulan bersinar terang, sendiri di kamar, ponsel berdenting.

Ada WhatsApp. Dari dia.

"Aku kagum sama kamu.. Kupikir, kita bisa saling mengenal lebih dekat?"

Dan, cahaya bulan di luar sana, turut benderang di ruang kamarmu, melalui hatimu.

"Tentu saja!"

-----

Sore yang sejuk, langit yang jingga, taman yang lengang, ada kamu dan dia.

Sudah tiga bulan sejak dia menyapamu lewat WhatsApp. Hari-hari jadi terasa indah. Bunga-bunga terus bermekaran di taman hatimu.

Kini, tak ada lagi masalah yang tersimpan sendiri. Sudah ada tempat bagimu untuk berbagi, tempat untuk mencurah segala isi hati. Dengan dia, yang mendengar suaranya saja berikanmu jutaan energi.

Di dalam hati, kamu terus berkisah, tentang,
"Aku adalah manusia paling bahagia di muka bumi..."

-----

Satu bulan berlalu.

Pukul sebelas malam, langit gelap, jalanan hampa, sendiri di kamar, ponsel berdenting.

Ada WhatsApp. Dari dia.

"Aku sedang di bandara, menuju Jakarta. Maaf aku gak sempat pamit. Ada urusan keluarga."

Deg!

Ada yang berbeda. Gaya bahasanya. Ada apa?
Kamu menepis segala prasangka. Segera membalas,

"Iya gapapa :) Emang ada urusan apa?"

Centang dua, berwarna biru. Pesanmu langsung terbaca. Dan... dia offline.

Di luar, nuansa yang hampa, ikut memenuhi kamarmu, melalui hatimu.

-----

Dua pekan berlalu.

Di sebuah ruang perpustakaan, kamu memandangi layar ponsel, membuka ruang obrolanmu dengannya di WhatsApp.

Tak ada yang berubah. Kalimat "Iya gapapa :) Emang ada urusan apa?" masih menjadi penutup percakapan terakhir kalian di sana.

Ada penasaran yang makin menjadi-jadi. Ada kekhawatiran yang terus berkecamuk. Semuanya, di hatimu, karena dia.

Dengan segala rasa yang bertumpuk-tumpuk, sore itu, akhirnya kamu memberanikan diri untuk menyapanya,

"Hai... Apa kabar? Kamu.. kapan pulang ke sini?"

Klik!

Pesan terkirim. Kamu menutup layar ponsel.
Matahari terbenam.

-----

Pukul dua belas malam, hujan deras, sendiri di kamar, ponsel berdenting.

Ada WhatsApp. Dari dia. Setelah sekian lama.

Sebuah pesan gambar, yang belum sempat kamu lihat apa isinya, karena terlanjur syok dengan pesan tertulis di bawahnya.

"Kalo kamu ada waktu... kamu boleh hadir...

di resepsi pernikahanku..."

Dan, hujan yang turun di luar sana, ikut turun di kamarmu, melalui matamu.

-----

"Kalau sudah begini, aku bisa apa?

"Kita, memang tak pernah benar-benar menjalin sebuah ikatan..

"Andai, aku tak mengajaknya menari di taman hatiku..

"Andai, pintu itu tak benar-benar terbuka..

"Andai, aku tak pernah menjawab, 'Tentu saja!'

"Pasti, luka menganga ini takkan pernah ada..

"Yaa Rabbi.. Ampunilah hamba-Mu yang lemah ini..

"Aku yang terbuai dengan kemanisan cinta pada sesama, hingga luput meneguhkan cinta kepada-Mu di atas cinta segala..

" Yaa Rabbi... Yaa Rabbi..."

Di luar, hujan yang masih menyisakan rintik, ikut jatuh di kamarmu, melalui matamu, membasahi sajadahmu.

Di sepertiga malam yang sangat menenangkan, yang tak pernah kaujumpai, ketika dia masih di sisi.

-----

"Dan pada penghujung malam, bersujudlah kepada Tuhanmu sebagai suatu ibadah tambahan; mudah-mudahan, Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji..."

{QS. Al-Isra' : 79}

Kita Hanya Pura-pura Saling MengertiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang