Typo bertebaran, tandai yah...
Sore itu Sea menidurkan Kia di ranjangnya, setelah lelah bermain. Setelah merapikan semua mainannya Sea pun mengendap-endap keluar kamar.
"Buru-buru pulang nggak?" Bram mengagetkan Sea dari belakang.
"Aduh, bikin kaget aja pak," Bram terkekeh melihat Sea terjingkat di depannya.
"Ikut saya sebentar," Bram berjalan mendahului Sea yang mengekor dari belakang.
Mereka ke ruang tengah. Disana Mbok Darmi sudah menyediakan teh dan camilan.
"Mbok Darmi cerita, katanya kamu sering kerumah trus maen sama Kia?" Tanya Bram menyelidik.
Aduh, mati aku. Pikir Sea. Harusnya aku ijin dulu apa ya sama Pak Bram kalau mau maen sama Kia? Secara itu kan anak perempuan satu-satunya. Aduh, salah nih.
"Ma-maaf pak. Saya nggak ijin dulu sama bapak kalau mau sering kesini. Saya cuma mau nemenin Kia maen aja kok pak. Nggak ada maksud apa-apa. Beneran pak, sumpah." Jelas Sea.
"Beneran?" Tanya Bram lagi.
"Bener pak. Sumpah pak," Sea mengacungkan dua jari kanannya.
Bram tertawa di dalam hati. Gemas dengan kelakuan Sea di depannya. Tapi dia berusaha menahan tawanya dan tetap terlihat cool.
Terdiam lama. Sea terlihat seperti pencuri yang tertangkap basah. Wajah Bram yang terlihat serius menambah kadar ketampanannya.
"Kenapa?"
"Kenapa apanya pak?"
"Kenapa kamu sering maen sama Kia?" Bram masih belum sepenuhnya percaya alasan Sea yang dirasa masing kurang kuat.
"Saya cuma mau nemenin adek Kia aja kok pak. Dia anak baik tapi tidak punya teman dan kesepian. Jadi..." Sea tidak melanjutkan kalimatnya. Dia merasa salah omong, takut menyinggung Bram karena secara tidak langsung mengatakan kalau Bram sebagai ayahnya tidak pernah ada untuk Kia. "Saya minta maaf. Sungguh saya tidak ada maksud apa-apa. Kia anak yang baik dan menyenangkan. Tapi kalau Pak Bram tidak bersedia saya kesini, saya tidak apa-apa. Saya tidak akan kesini lagi,"
Sea sadar dia sudah melakukan kesalahan dengan tidak meminta ijin kepada pemilik rumah. Apalagi dia sudah berkali-kali kesini. Meski tanpa maksud buruk tapi tetap saja dia salah dan bersiap menerima hukumannya. Yang pasti dia tidak akan bisa bermain lagi dengan gadis kecilnya yang lucu itu. Dan yang paling parah, bisa saja Bram melaporkannya ke polisi. Iya kan? Membayangkan itu Sea semakin gelisah. Air mata sudah ada di pelupuk matanya bersiap untuk terjatuh.
Bram menghela napas panjang.
"Saya mau kamu jadi pengasuh untuk Kia. Kamu mau?" tawar Bram memecah sepi.
"Hah?" Sea tidak mengerti.
"Saya mau kamu jadi pengasuh untuk Kia," ulang Bram. "Saya tahu perhatian saya untuk Kia sangat kurang. Mbok Darmi juga tidak bisa fokus menjaga Kia karena juga harus mengerjakan pekerjaan rumah. Buktinya kemarin Kia sampai kejambret gitu. Tapi sepertinya kamu bisa." Bram memandang lekat ke arah Sea, mencari persetujuan.
Sea masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Dia tidak jadi dilaporkan ke polisi? Dia masih boleh bermain dengan gadis kecilnya lagi? Bahkan akan jadi pengasuhnya?
Tunggu. Pengasuh?
"Tapi saya masih kuliah pak," bukannya Sea memandang sebelah mata pekerjaan sebagai pengasuh. Sungguh tidak. Karena dia akan dengan senang hati mengasuh Kia. Tapi dia kan masih kuliah. Sedangkan sepengetahuannya pengasuh itu harus selalu ada di samping anak asuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sweet Lil' Nanny (End)
RomanceSea Maisadipta Ibrahim, mahasiswa semester akhir yang jatuh hati pada pandangan pertama pada keimutan hakiki gadis cilik bermata bulat, Kiara Azzalea Qaireen. Dan tawaran itu datang dari Bramantyo Affan Hanif, papi Kia, untuk menjadi pengasuh Kia. S...