Chapter 14

35.4K 1.4K 25
                                    

Bram duduk di kursi manajer, bukan Widi. Meski sebenarnya Widi yang manajer disini. Sedangkan Adnan dan Widi duduk di balik meja, tepat di depan Bram.

Bram meletakkan laporan keuangan restoran yang diberikan Widi, setelah melihat sekilas. Sekilas laporannya sangat rapi, hampir tidak ada kesalahan. Tapi dia harus menemukan kesalahan itu, harus.

Bram menatap Adnan, yang mengangguk. Lalu menatap Widi

"Langsung saja. Adnan sudah menceritakan apa yang terjadi di restoran beberapa minggu ini. Ada penjelasan?" tanya Bram pada Widi.

"Apa yang harus dijelaskan?" Widi balik bertanya, seolah tidak terjadi apa-apa. Adnan mengernyit.

"Maksud kamu, kamu nggak ngerti apa yang terjadi di restoran ini? Hampir separuh pegawai keluar tanpa alasan jelas. Dan asistenku yang sudah sejak awal kerja sama aku, juga ikutan resign. Manajer cap apa kamu?" tanya Adnan dengan nada meninggi.

"Itu karna dia nya aja yang nggak setia sama kamu. Lagian pegawai yang keluar, kenapa nyalahin aku sih? Emangnya kalo mereka resign, trus aku harus mohon-mohon biar nggak keluar gitu?" sahut Widi tak mau kalah.

"Wid, semua pegawai di restoran ini udah kaya keluarga. Hampir semuanya tuh awet-awet kerjanya. Apalagi asistennya Adnan, dia dari awal lho..." kata Bram berusaha menengahi.

"Dan anehnya, asistenku itu udah nggak bisa aku hubungi Bram. Aneh kan? Kalo nggak ada apa-apa, kan nggak mungkin tiba-tiba dia menghilang gitu aja. Dia memang asistenku di sini. Tapi dia juga temenku di luar sana," jelas Adnan masih dengan emosi. Bram memberikan isyarat tangan agar Adnan selow.

Bram meraih tangan Widi dan menggenggamnya.

"Wid, kita disini semuanya keluarga. Kita saling menyayangi. Kita nggak mau ada masalah. Kalau memang pegawai ada yang curhat nggak enak, kamu bisa kok terusin ke aku. Kita pengennya semua fair, open." Bram menjelaskan dengan pelan, mencoba lebih persuasif.

"Saling menyayangi katamu? Fair? Open? Kamu sendiri nggak bisa fair Bram!" bentak Widi.

"Fair gimana yang kamu maksud? Selama ini aku selalu ada untuk kamu, untuk restoran, untuk kemajuan bersama," kilah Bram.

"Kamu tahu apa yang aku maksud." Widi menarik tangannya yang digenggam Bram. "Kamu putusin aku gara-gara cewek tadi tadi kan? Aku udah bantu ngembangin bisnis restoran kamu, selesaikan semua masalah kamu disini. Tapi apa? Bahkan selama pacaran pun kamu liat aku sebelah mata. Dan sekarang kamu udah nemu yang lain, kamu putusin aku gitu aja?"

Bram stres mendengar penjelasannya Widi. Adnan cuma geleng-geleng, dia tak habis pikir dengan pola pikir wanita.

"Wid, apa kamu lupa? Dari awal kamu disini sebagai manajer di restoranku. Pengelola disini. Tentu saja kamu harus bantu ngembangin bisnis ini. Bukan berarti kamu bisa bertindak asal, mencampur adukkan urusan pribadi dan kerja. Kita semua disini profesional." Jelas Bram.

"Dan inget ya. Kita putus bukan karna Sea. Kita putus karna aku udah nggak bisa sama kamu lagi. Aku nggak bisa kasih harapan kamu lebih dari ini. Aku nggak mau di masa depan, aku, kamu dan anakku kecewa karena keputusanku yang tidak matang. Sekali lagi tolong terima kenyataan kalo kita benar-benar nggak bisa bersama lagi, bukan karna orang lain. Tapi karna aku. Kalau mau marah, marah sama aku, jangan sama orang lain," jelas Bram.

Widi sudah mulai menangis sesenggukan.

"Tapi kenapa gadis itu selalu ada di dekat kamu? Di kantor? Disini? Dan dia akrab banget sama Kia," tanya Widi dalam tangisnya.

"Dia pengasuhnya Kia. Tentu saja dia harus selalu dekat denganku, karena Kia selalu dekat denganku. Ngerti kan?"

"Tapi..."

My Sweet Lil' Nanny (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang