1. Zeitschrift

28 8 5
                                    

Sesosok wanita berkulit putih berjalan tergesa-gesa menuju sebuah halte. Barang bawaannya cukup banyak, namun itu tidak menghalangi langkah kakinya.

Naeya Morrison, namanya.

Beruntung, Naeya dapat masuk kedalam bus tepat waktu.

Keadaan di dalam bus cukup padat dan sesak. Wajar saja, sekarang adalah waktu dimana kebanyakan ibu-ibu pulang dari pasar. Tak hanya itu, banyak juga pria berpakaian lusuh. Mereka adalah buruh untuk proyek sebuah gedung di daerah Rhinestone.

Naeya menatap lurus kearah kaca. Ia memperhatikan keadaan diluar bus. Banyak motor, mobil, dan polusi.

Lamunannya tersadar saat seorang wanita berteriak sembari menunjuk dirinya. "Dia nyolong dompet saya!" Pekik sang wanita. Naeya terkejut, alisnya bertaut karena bingung. Sedari tadi, ia hanya melamun, kenapa ia dituduh yang macam-macam?

"Saya?" Ucap Naeya kebingungan. "Balikin dompet saya!" Hardik wanita itu seraya menarik paksa dompet yang dipegang Naeya.

Pandangan seluruh penumpang tertuju kearah mereka berdua. Naeya pun mati-matian mempertahankan dompetnya.

"Bu, ini dompet saya!" Ucap Naeya yang kesal. "Gak! Kamu pencuri!" Teriak wanita itu lagi. Terjadilah tarik-menarik dompet antar mereka berdua. Para penumpang hanya memperhatikan, tidak berniat untuk memisahkan.

Sampai, seorang pria datang menghampiri mereka. "Ada apa ini ribut-ribut?" Tanyanya tegas. Mereka berdua langsung diam. "Dia menuduh saya ngambil dompet dia." Kata Naeya dengan wajah memerah penuh amarah. "Enggak! Itu dompet saya!" Kata wanita itu tak kalah emosi.

Pria itu berpikir sejenak, kemudian ia menyunggingkan sebuah senyuman.

"Hm. Ibu, namanya siapa?" Tanya pria itu kepada sang wanita pembuat ribut. "Martha." Jawab wanita itu jutek. "Dan... kamu?" Tanyanya kepada Naeya. "Naeya." Jawab Naeya singkat.

"Coba saya liat dompetnya." Titah pria itu dengan sedikit penekanan. Naeya memberikan dompetnya dengan penuh kewaspadaan, takut dompetnya akan dicuri oleh pria itu.

"Hm.. Naeya Morrison." Ucapnya sambil menunjukkan sebuah kartu identitas. Wajah Martha berubah merah menahan amarah, sementara Naeya tersenyum penuh kemenangan.

"Kau.. Immortal?" Tanya pria tersebut kepada Naeya. Naeya hanya mengangukkan kepalanya. "Wah, sama kayak kakek saya." Gumamnya lagi.

"Ibu Martha, sebaiknya ibu berhenti membuat keributan disini. Ini bukan pertama kalinya, kan? Saya sering lihat kamu bikin keributan dengan alasan kecopetan dan nuduh orang sembarangan. Ibu mau masuk penjara?"

Bus berhenti di halte depan pemukiman kumuh, Martha turun disana. Naeya masih terdiam.

Pria penolong tersebut mengulurkan tangannya. "Nama saya Revandra Edmund. Panggil saja Revan."

Naeya membalas uluran tangan itu dengan kikuk, "K-kau.. pasti tahu nama saya ."

********

Naeya memasuki rumahnya yang cukup besar itu sembari menyeret kantong belanjaan yang cukup banyak. Ia segera melesat ke dapur. Disana, ada Tessa, anaknya dan Ryou, keponakan jauhnya yang baru datang dari Mizushima. Tessa sedang belajar membuat masakan Mizushima dari Ryou.

"Ryou, kamu ngapain masak? Udah istirahat aja, kamu masih jet lag kan?" Ujar Naeya. Ryou menoleh dan tersenyum kepadanya, "Gapapa, tadi oneesan minta diajarin bikin sushi sama oden."

Naeya menatap tajam Tessa, kemudian menghela nafas kasar. "Tessa, kan bisa besok.." ucapnya pelan. "Ya maaf Ma, aku kan pengin belajar, biar bisa ngalahin Bu Joko di lomba masak antar RT" Tessa membela diri. Naeya tak mau ambil pusing, dia segera memasukkan beberapa bahan makanan yang tadi ia beli ke kulkas.

NaeyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang