2. Erster Schritt

17 6 0
                                    

"Revan, kamu ngobrol sama siapa?"

Mereka berdua menoleh. Ada seorang wanita berhijab hitam tengah melangkah kearah mereka.

"Umi, ini temen aku, Naeya." Revan memperkenalkan Naeya kepada wanita yang ia panggil 'Umi' tersebut.

"Naeya."

"Maya."

Suasana menjadi agak canggung. Revan pun berusaha mencairkan suasana, "Aku ketemu sama Naeya barusan. Ya... karena kenal makanya ngobrol." Wanita bernama Maya tersebut hanya diam, dan berpikir sebentar.

"Dia pacar baru kamu?" Tanya nya tiba-tiba. Naeya dan Revan terkejut. "Eh enggak kok bu, saya beneran temannya Revan, bukan pacarnya." Ujar Naeya dengan raut wajah agak panik.

"Ya gapapa sih, kalo kalian pacaran saya juga setuju." Ucap Maya membuat Revan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Maaf bu, anak saya udah nunggu dirumah. Saya duluan ya, Bu Maya, Revan." Pamit Naeya buru-buru.

********

Naeya berjalan menyusuri Morcha Road yang panas dan terik, beruntung jalur ini dikhususkan untuk pejalan kaki, pesepeda, skateboard, atau apapun itu selama tidak memakai mesin.

Ia merutuki nasibnya siang ini. Pergi ke supermarket seorang diri di siang hari yang cukup panas.

'Seandainya Hasan masih ada...' batinnya. Naeya merasakan pelupuk matanya memanas. Ia cepat-cepat mengusap airmata yang hampir tumpah.

Naeya terdiam sebentar, berusaha menguatkan batinnya. Kemudian melanjutkan perjalanannya.

Langkahnya terhenti di depan sebuah kafe yang terkenal dikalangan anak muda. Sorot matanya tertuju pada seseorang didalam kafe tersebut. Naeya segera masuk kedalam kafe; menghampiri sosok tersebut.

"Jea, janji kamu tadi abis les pulang, kan?" Ucapnya dengan nada datar. Jea terdiam. "Maaf, Ma.."

Naeya menghela nafas gusar. "Pulang sekarang."

Jea beranjak dari kursi. "Bella, Clara, Irene, Kirei, gue pulang ya."

"Maaf udah ganggu." Ucap Naeya dingin kemudian pergi sembari menarik Jea.

Sepanjang perjalanan, mereka berdua tidak berbicara sepatah kata pun. Naeya kelewat kesal dengan Jea; hangout dengan teman tanpa memikirkan resikonya. Bisa saja dia dibunuh sebelum sampai rumah.

Sesampainya dirumah, Naeya mendapati Donna tengah berbincang dengan seorang lelaki.

Lucas Wong.

Entahlah, Naeya tak tahu mereka pacaran atau tidak. Interaksi mereka cukup dekat, tapi Donna selalu menampik kedekatan mereka berdua.

"Eh Lucas, baru dateng?" Tanya Naeya. "Enggak tante, udah lumayan lama." Jawab Lucas sembari tersenyum lebar. "Donna gimana sih, itu temennya gak disuguhin makanan." Omel Naeya. "Maaf grandma, Donna lupa hehehe." Ucapnya.

"Yaudah, tante kedapur dulu ya."

"Oke."

Naeya segera membereskan kekacauan yang ada didapur sebelum membereskan seisi rumah.

********

Jam menunjukkan pukul 18:15; Naeya sedang rebahan karena lelah setelah membereskan rumah.

Entahlah, tiba-tiba Naeya teringat perkataan mantan suaminya yang pertama (ayahnya Jea)

"Naeya, awasi dan batasi pergaulan Jea. Jangan sampai dia bebas dari pantauan kamu. Kalau terjadi sesuatu sama aku, kamu harus bawa Jea pergi sejauh mungkin. Kalau kamu gak lakuin itu, Jea bakal bernasib sama kayak aku. Entah ditawan, dipenjara, disiksa, atau mati."

NaeyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang