Desicion

355 30 11
                                    

"You will know you made the right decision, when you pick the hardest choice.."

NATHANIEL

Sepanjang perjalanan menuju kantor, Lannavera duduk diam tak bersuara. Sehebat itukah efek ciuman gue? I mean, gue tau gue ahli di bidang cium-mencium, cuma gue baru tau kalo efek ciuman gue sebegininya banget. Seorang Lannavera speechless. Bahkan gue sendiri masih gak percaya kalo sudah berulang kali nyium bibir seksi Lannavera. Di mimpi aja gak berani.

"Gue duluan." Cicitnya begitu gue sudah memarkirkan mobil di tempat biasa.

"Nanti baliknya bareng gue ya?" gue menahannya sebelum dia sempat kabur dari hadapan gue.

Lanna melirik tangan gue yang menahan tangannya. "Liat nanti."

"Kenapa? Gak berani berduaan aja sama gue sekarang?"

Dan lirikan maut yang paling gue suka pun muncul. Kenapa bisa wanita ini jadi double cantiknya setiap kali dia memicingkan mata sebal ke arah gue? I have no idea..

"Please, gue lebih ke males berduaan sama lo sekarang."

"Masa?" gue mencondongkan tubuh gue mendekat sehingga wajah kami sejajar. "Gak takut gue cium lagi?"

Tatapan mata Lanna jatuh ke bibir gue selama beberapa detik, sebelum dia menelan ludah dan menarik paksa matanya untuk menatap mata gue langsung. I know, it's so hard to resist me. "You're not that good, Playboy. Don't flatter yourself." Desisnya.

"I'm gonna prove you wrong, Baby."

Sebelum dia sempat bereaksi, gue kembali menarik wajahnya dan melumat habis bibir seksinya. God, she drives me crazy. Bibirnya membuat gue kecanduan. Yang ada di kepala gue cuma pengen nyium dia lagi dan lagi. Dari sekian banyak wanita yang pernah gue cium, even Mae sekalipun, gak ada yang bisa menandingi sensasi berciuman dengan Lannavera.

Desahan yang selalu dia buat setiap kali kami berciuman membuat gue mabuk kepayang. Kenapa gak dari dulu gue make a move sama dia?

"Lunch with me?" ajak gue setelah puas menciumnya.

Lanna menghela nafas panjang sambil merapikan rambutnya. "We need to stop. Kita gak bisa terus-terusan begini. Lo gak bisa nyium gue seenaknya, Nathaniel."

"Why not?" gue gak melihat dimana masalahnya. Karena gue memang sebebas itu. Gue gak perlu status untuk ciuman. It's just a kiss. Plain and simple.

"Jangan samain gue sama fans berat lo yang bisa kapan aja lo pake terus lo buang kayak tissue." Ujarnya sadis.

Ouch!

"But you kissed me back."

Semburat merah memenuhi kedua pipinya, dan Demi Tuhan! Gue pengen bawa dia ke kamar gue dan mengurungnya selamanya. Sex appeal dia semakin hari semakin jadi.

"Pokoknya jangan cium gue lagi." Kedua matanya menolak menatap gue langsung, dan gue pun menyadari kalau dia sebenarnya pengen gue cium lagi tapi gengsi mengakuinya. Aah, woman, always playing hard to get.

"No promises, Baby."

Lanna berdecak kesal dan bergegas keluar mobil, meninggalkan gue dengan senyum puas. Cepat atau lambat, dia yang akan minta gue cium terus-terusan. Liatin aja.

Gue pun keluar mobil dan berjalan dengan perasaan super happy menuju ruangan. Semua orang gue sapa, bahkan gue berbaik hati mengecup pipi Agnes saat dia menyapa gue dan menyodorkan segelas kopi saat kami bertemu di depan ruangan gue, membuatnya terkikik geli dan menarik Audy ke arah pantry. Pasti mau langsung gosipin gue..

Being His WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang