Jagur

215 45 10
                                    

Salah satu rumah megah yang berdiri dengan kokohnya itu hannya dihuni oleh pasangan suami istri, dan satu anak laki-laki. Selebihnya adalah orang-orang yang bekerja di sana. Entah itu sebagai tukakang masak, supir, satpam, maupun penjaga kebun.

Jika hari libur telah tiba, semua para pekerja pulang kerumah mereka atau kembali ke kampung halamannya masing-masing. Dan dihari itu pula, keluarga itu harus mengerjakan semuanya sendiri. Tak hannya itu, rumah itu pun mendadak menjadi seperti tak berpenghuni.

Di kamar yang cukup besar dan begitu gelap tanpa sedikitpun ada cahaya penerangan, tertidur dengan pulasnya seorang lelaki yang membungkus seluruh tubuhnya diselimut yang bergambar Doraemon.

Seorang wanita berpakaian daster sedang berjalan naik ke atas, suara sendal jepit yang bersentuhan langsung dengan tangga membuat bunyi tersendiri dan menghiasi malam yang teramat sunyi dirumah ini.

Ini adalah rutinitas bahkan sebagai kewajiban dari Leha. Ya, wanita itu bernama Zulaikha, seorang ibu dari satu nak lelaki. Sebelum Ia tertidur, terlebih dahulu Ia melihat anak semata wayangnya sudah tertidur atau belum.

Setelah sampai di depan kamar, Leha langsung membuka knop pintu. Tangannya meraba didinding tembok mencari saklar untuk menghidupkan lampu di kamar yang gelap gulita ini. Setelah menghidupkan lampu, terlihatlah isi kamar ini begitu berantakan, bungkus snak makanan dan minuman berserakan kemana-mana, pakaian, serta buku-buku tak diletakkan ditempat yang semestinya.

Ia berjalan mendekati ranjang dan menarik pelan selimut yang menutupi kepala anaknya. Ia tatap wajah anak semata wayangnya, wajah yang begitu mirip dengan suaminya waktu pertama kali bertemu. Hidung mancung, rambut yang berwarna hitam pekat, kulit putih.

Ia tahu betul bahwa anaknya sekarang ini sedang berpura-pura tidur, untuk menghindar dari pertanyaan yang akan dilontarkan kepadanya.

"Gak usah pura-pura" ucap wanita itu sambil menjewer telinga anaknya. Sang  anak langsung meringis kesakitan sambil bangun dari tidurnya. Tidak, lebih tepatnya pura-pura tidur.

"Apa ini? Sejak kapan telinga kamu pakai tindik?"

Mengetahui anaknya tak kunjung menjawab pertanyaannya, ia mengulang kembali pertanyaannya sebagai bentuk penegasan.

"Jawab!"

"Barusan aja" jawabnya sambil memegangi telinganya yang sudah berwarna kemerahan akibat tusukan jarum yang melubangi daun telinganya, plus jurus jeweran si emak.

"Bukak! Kalau sampai Papa kamu tahu"

"Kenapa? Kenapa, ma?"

Leha membuatkan matanya, sebagai pertanda tidak ada negosiasi untuk saat ini.

"Akmal bukan anak kecil lagi yang harus diawasi terus, ma"

***

Pagi ini seperti biasa, suasana rumah yang begitu sunyi dan sepi. Menurut Akmal, tak ada hari yang istimewa baginya, semua hari-hari yang Ia lalui terlihat begitu suram, tak ada sedikitpun warna yang menghiasi hidupnya.

Barang kali Akmal telah lupa, bahwa nikmat iman dan kesehatan adalah cara yang paling ampuh untuk bahagia, yaitu dengan cara bersyukur. Berapa banyak orang yang bergelimangan dengan harta, tetapi tidak berkesempatan merasakan harta itu karena nikmat kesehatannya telah Allah ambil darinya. So, apapun itu kita harus tetap bersyukur.

Hasan yang menikmati pagi di hari minggu dengan bersantai di sofa ruang tamu sambil membaca koran atau majala. Kemudian dari arah dapur Leha keluar sambil membawa secangkir kopi hitam.

Leha meletakkan kopi itu di meja yang berada di samping suaminya. Hasan melihat Akmal yang turun tangga dengan menyandang tas ransel.

"Mau kemana kamu, Akmal?" tanya Hasan sambil kembali fokus membaca koran.

Halaqah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang