"Kita mau kemana?" tanya Adit yang duduk di belakang Akmal
"Jalan-jalan" jawab Akmal tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan beraspal ini.
"Iya, jalan-jalannya kemana?"
"Yaa, kemana aja. Kan dimana-mana ada jalan"
Akmal berencana untuk melihat alam dan menghirup udara yang jauh dari kata polusi. Sebelum itu, mereka harus melewati jalanan lalu lintas yang padat, setelah itu jalanan yang menanjak dan berliku.
Lampu merah membuat Akmal terpaksa memberhentikan laju si Jagurnya, mereka berhenti di tempat yang paling depan. Adit mulai mengeluarkan keluhan karena panas matahari terik yang merasa dirinya seperti berada di dalam oven.
Adit juga berteriak kepada lampu lalulintas, meminta agar lampu merah segera berganti warna hijau. Banyak orang yang memandang ke arah mereka dengan berbagaimacam, ada yang merasa terganggu, ada juga yang merasa terhibur dengan ocehan yang keluar dari mulu Adit.
Setelah lampu bertukar warna menjadi hijau, inilah saatnya bagi mereka untuk melanjutkan perjalanan yang tertuda. Tetapi jalanan di depan masi terlalu padat, karena dari laju kiri dan kanan masi banyak orang yang menerobos lampu merah dan membuat Akmal dan pengendara lainnya yang berada dibarisan depan tak bisa berjalan maju kedepan.
Sementara itu bunyi klakson terdengar sahut-menyahut di belakang sana, menyuruh pengendara yang paling depan segera tancap gas.
Bunyi klakson paling keras terdengar dari sepeda motor yang dibawa oleh Bapak-Bapak yang berwajah sangar yang berada tepat di belakang Akmal dan Adit. Bapak itu terus saja meng klakson sepeda motornya dengan begitu kuatnnya, seolah-olah hannya Bapak itu saja yanh mempunyai klakson.
"Woiii! Apa yang kau tunggu? Cepatlah jalan!" teriak dari Bapak yang sangar itu.
Adit membalikkan badannya, dan menatap wajah Bapak itu yang berwarna kemerahan, entah itu akibat kepanasan karena teriknya matahari, atau karena menahan emosi.
"Sabar dong, pak"
"Gak ada sabar-sabar, jalan cepat!" teriak Bapak itu lagi sambil membunyilan klakson.
"Belajar bersabar sebagai sesama pengguna jalan, pak. Semua orang juga pingin cepat, tapi liat kondisi jugak"
Adit menjadi tontonan dadakan semua orang, sedangkan Akmal hannya bersikap seolah-olah telinganya tuli, tidak mendengar apapun. Dia sudah terbiasa dengan sifat bobrok yang dimiliki oleh temannya itu.
Adit memukul bahu Akmal dengan pelan.
"Kasi jalan aja Bapak itu, biar dia jalan diluan"Akmal mengangguk setuju, dan mencoba meminggirkan sepeda motornya, memberikan jalan untuk Bapak yang berwajah sangar itu.
"Dengan hormat saya persembahkan, silahkan jalan diluan, Bapak!"
Adit mempersilahkan Bapak itu dengan sedikit membungkuk sambil memberikan hormat.Bapak itu pun bertukar tempat menjadi di depan, sedangkan Akmal, Adit, dan si jagur berada di belakang Bapak itu. Dan hasilnya masi tetap sama, jalanan masi terlalu padat di depan sana, membuat Bapak itu pun harus menunggu dan tak bisa jalan ke depan.
"Mal, klakson Bapak itu, Cepetan!"
Akmal menolak permintaan konyol Adit, Adit pun tak tinggal diam. Ia mendekat dan meraih klakson si jagur. Membalas perbuatan Bapak itu dengan membunyikan klakson dengan begitu kuatnya dan berkali-kali. Tak hannya di situ, Adit juga meneriaki si Bapak sangar.
"Kok berhenti, pak? Ayo jalan! Apa lagi yang Bapak tunggu?" Adit mencoba untuk menyamai intonasi serta nada bicara Bapak sangar.
"Diam!" teriak Bapak sangar yang mungkin terlihat malu dengan perbuatannya.
"Lah, kok ngamok"
Tanpa mereka berdua sadari, ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dari tadi, tatapan mata yang terlihat begitu teduh, bulu mata yang lentik, alis yang tak terlalu hitam. Dari balik cadarnya, ia tersenyum dengan manis, melihat tingakah pemuda yang berada tak jauh dari tempat dia berhenti.
***
Di sepanjang perjalanan, Adit tak henti-hentinya mengomel, Ia masi saja mempermasalahkan masalah yang ada di lampu merah tadi."Huh, nyebelin banget tuh si Bapak. Dikira lomba cerdas cermat kali ah, baru lampu ijo langsung klakson"
Tak hannya berhenti sampai disitu, saat jalanan menanjak dan si jagur hannya bisa berjalan dengan lambat. Dan disitu pula Adit kembali mendumel. Ia mengatakan bahwa jagur sudah sangat tua dan jelek. Dan sama perti biasanya pula, Akmal akan selalu membela Jagurnya, Akmal bahkan rela bermusuhan dengan siapa yang mengata-ngatai si Jagurnya.
"Yaelah, lama amat sih jalannya. Lomba sama kura-kura, juga bakalan menang tuh kura-kura"
"Mulut tolong dikondisikan!" balas Akmal dengan tatapan yang fokus pada jalan yang sudah bergantikan dengan menanjak.
Usia Jagur yang sudah tua, jalanan yang menanjak, dan ditambah dua orang beban yang menungganginya, membuat si jagur kualahan dan berjalan dengan sangat lambatnya.
"Tarik gak, nih? Atau Gua turun aja?"
"Jangan sepelekan kekuatan, Jagur. Lebih baik, luh kasi semangat ke Jagur!" pinta Akmal sambil tersenyum jail dari balik helm.
Dengan lugunya, Adit melakukan perintah Akmal dengan senang hati.
"Ayo, Gur! Semangat! Ingat masa-masa kejayaanmu"Akmal tertawa dengan sikap bobrok temannya yang satu ini. Tetapi, Adit tidak selugu yang Akmal bayangkan, Ia akan mengambil kesempatan untuk menjelekkan Si Jagur, agar Akmal menggantinya dengan yang jauh lebih bagus. Kan lumayan, walau gak punya motor bagus, yang penting bisa ngerasai naik motor yang bagus dan keren.
"Ayo, Gur! Walau kau sudah tua, butut, jelek, suara klakson mu seperti orang lagi batuk, di sana-sini ada lakban...."
Akmal tertawa, dan setelah mendengar perkataan yang selanjutnya dari mulut Adit, mimik wajahnya berubah drastis.
"Gua, turunin mau?""Lah, katanya mintak semangatin"
"Terus? Menurutmu itu penyemangat?"
"Gua kan cuman mau ngasi tahu, kalau Jagur ini uda boleh di taruh musium. Dan, lu beli yang baru"
"Sampai kapan pun, gak akan ada yang bisa gantiin posisi, Jagur"
"Serah, lo ahh. Sekalian aja, lu nikah sama motor butut ini"
"Lama-lama beneran gua tinggalin, lu"
Orang yang sama sekali tidak mengenalnya mungkin akan berprasangka bahwa Ia dilahirkan dari keluarga yang perekonomiannya menengah ke bawah. Begitupun dengan teman-teman sekelas, tak banyak yang tahu bahwa Ia anak seorang CEO ternama.
Akmal tak pernah menganggap bahwa semua harta yang orang tuanya punya juga miliknya. Akmal merasa bahwa, Ia sama sekali tidak memiliki hak atas apa yang orang tuanya dapatkan.
____________________________________________________
Kalian pernah ngalamin hal apa saat berada di lampu merah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Halaqah Cinta
Teen Fiction"Aku mau kita putus!" teriak Karla dengan wajah keras. "Emang kapan kita jadian?" Akmal bertanya dengan begitu santai. "Eh ...." Karla melotot. "Bukannya waktu itu ...." "Gue cuman jadiin lo bahan taruhan! Baperan amat." tegas Akmal diselingi tawaan.