Nugrahaku,
Remang remang cahaya lampu kota di akhir jingga telah berbaris dengan indahnya.
Pulanglah tanpa membawa awan kelam,
kembalilah tanpa membawa badai hujan.Ada secangkir rindu manis yang harus kau rasa.
Juga segelas kisah pahit yang harus kau coba.
Dan sepiring kasih yang tentunya harus kau jaga.Buang aku dalam hari lalu yang semu bagai teriakan kilat yang bergemuruh.
Pulanglah tanpa merasa sesal di pundak pilu,
kembalilah tanpa merasa lelah di pundak waktu.Ada segenggam kecewa yang 'kan segera mengendur.
Juga sekepal amarah yang 'kan segera membeku.
Dan sejengkal luka lara yang 'kan segera menutup.Tiada lagi mendung di tengah kemarau dan terik di tengah penghujan.
Matahariku telah mengerti, dan airku telah mengalah.
Carilah pembiasan di antara keduanya.
Maka di situlah akan kau temukan,
bersama yang sesungguhnya.°°°
Ahmad mengirimkan sebuah pesan melalui aplikasi Whatsapp. Dia memintaku untuk segera menemuinya di Rumah Makan Lesehan, tempat kami biasa makan bersama sepulang kerja. Tentu saja bukan hanya kami berdua di sana, karena Ahmad selalu mengajak kedua adiknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.
Perkenalkan, namaku Haura, seorang gadis yang biasa saja. Aku terlahir di tengah keluarga kecil yang sederhana. Sebagai anak semata wayang, kedua orang tuaku bekerja mati matian siang malam untuk menyekolahkanku hingga aku berhasil mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di Perguruan Tinggi Negeri.
Sejak kecil, hidup kami berpindah pindah kontrakan. Aku sering kali menangis ketika menyadari di tengah malam, bahwa setiap hari kedua orang tuaku semakin bertambah tua. Sedangkan aku masih belum bisa memberikan hidup layak kepada mereka. Setidaknya aku ingin agar mereka berhenti bekerja keras. Untunglah, saat ini aku memiliki pekerjaan dengan penghasilan tetap sebagai salah satu pegawai Bank Syari'ah.
Tentang aku dan Ahmad, kami saling mengenal sejak masa orientasi sekolah di SMA. Dia merupakan pemimpin sekaligus sosok yang aktif di kelompoknya. Aku yang secara kebetulan sekelompok dengannya merasa jika dia adalah orang yang cerdas, bijaksana, adil, dan bertanggung jawab. Kami semua merasa puas berpartisipasi dengan seseorang sepertinya. Sedangkan aku sangat aktif dan telaten sehingga Ahmad lebih mengenalku karena memang aku dipilih sebagai wakil ketua kelompok.
Tidak hanya saat masa orientasi sekolah, ternyata kami dipertemukan kembali di kelas X jurusan IPA. Kami satu kelas. Bahkan Ahmad duduk satu bangku di depanku. Tapi sepertinya dia tidak menyadari ada aku di sana. Dia terlihat mudah bergaul dengan siapapun. Caranya berkomunikasi cukup baik. Lain denganku yang sedari awal masuk kelas hanya duduk dan menulis nulis catatan yang tidak begitu penting.
"Haura, kamu jadi teman sekelasku?" tanyanya.
Aku yang diajak bicara hanya menganggukan kepala. Sebenarnya aneh, padahal dua hari sebelumnya kami masih berbincang di kelompok layaknya dua orang teman yang sudah akrab. Tapi saat itu, bahkan aku merasa canggung ditanya olehnya.
"Oh iya, kita belum kenalan secara resmi. Seperti biasa, panggil aku Ahmad. Ahmad Miftah Nugraha," ujarnya sambil tersenyum.
Jangan bingung mengapa Ahmad tidak mengulurkan tangan untuk berjabat. Dia mengerti aturan bahwa tidak boleh menyentuh lawan jenis yang bukan muhrim. Begitupun aku yang mengetahui itu, jadi kami hanya saling berbicara.

KAMU SEDANG MEMBACA
NUGRAHA
Storie breviHaura tidak tahu sejak kapan hatinya telah memilih Ahmad untuk ia cintai. Semuanya terasa seperti air mengalir begitu saja. Kehidupannya yang terbiasa disertai canda tawa, nasehat, dan kritik dari Ahmad pun membuatnya semakin mengagumi lelaki itu. N...