DUA-MIRELA'S LIFE

223 33 8
                                    

Dua

Suara bel yang menandakan waktu istirahat telah tiba berbunyi membuat Mirela merasa lega. Sekolah baru, guru baru, cara mengajar yang baru, hal itu benar-benar asing bagi Mirela. Lagipula dia bukan orang yang bisa beradaptasi dengan mudah. Apalagi orang-orang di sekelilingnya sekarang benar-benar asing seratus persen. Istirahat sejenak mungkin bisa mengembalikan semangatnya yang mulai memudar.

Namun tetap saja ada masalah, meskipun guru yang mengajar telah keluar dari kelas, Mirela tetap tidak tau harus melakukan apa. Pergi ke kantin? Tentu saja tidak, Mirela membawa bekal, di sekolah lamanya saja ia jarang sekali pergi ke kantin karena setiap harinya ia membawa bekal. Memakan bekalnya sekarang? Mirela rasa bukan waktu yang tepat, masih banyak orang yang berada di kelas, entah sedang membereskan barang-barangnya atau hanya berbincang dengan teman-temannya. Mirela merasa agak sungkan jika harus makan sekarang.

"Hai."

Mirela menatap orang menyapanya. Cewek itu duduk tepat di depan Mirela dan kini dia memutar tubuhnya sembilan puluh derajat.

"Nama gue Kaela, lo Mirela, kan?" kata cewek itu dengan ramah.

"Iya."

Mirela tidak tersenyum tetapi ketika mengingat di mana posisinya saat ini, dia langsung tersenyum agar Kaela tidak menganggap dirinya sombong. Baru hari pertama dia sekolah di sini, jangan sampai Kaela langsung tidak menyukainya. Meskipun tidak memiliki teman, Mirela harap ia pun tidak memiliki musuh.

Kaela masih tersenyum membuat Mirela merasa canggung, mereka tidak akan saling tersenyum sampai jam istirahat habis, kan?

"Gue manggil lo apa?" tanya Kaela.

"Mire aja," jawab Mirela.

Kaela mengangguk lalu berdiri dari duduknya. "Oke, ke kantin bareng yuk, lo belum tau lokasi kantin di mana, kan? Bareng sama gue aja," ajak Kaela.

Mirela tidak mau ke kantin, dia yakin sekali kalau harga makanan di kantin sekolah ini tidaklah murah, Mirela memang mendapatkan uang saku dari orang tuanya, tetapi Mirela tidak mau menghabiskannya. Biasanya uang Mirela hanya keluar untuk membayar uang kas dan membeli alat tulis saja.

"Enggak usah, gue bawa bekal. Terimakasih untuk ajakannya."

Biarkan saja jika Kaela menganggap Mirela orang yang tidak asik karena begitu kaku, memang itu yang diinginkannya. Mirela tidak pernah memiliki sahabat, bukan karena tidak ada yang mau berteman dengannya. Namun Mirela yang merasa kurang cocok sehingga mengambil jarak dengan teman-teman di sekolah lamanya.

Tumben ada yang bawa bekal, batin Kaela lalu memperhatikan orang-orang yang masih berada di kelas. Memang benar, tidak ada satu pun di antara mereka yang membawa bekal.

"Yaudah, deh, gue kantin dulu, lo mau nitip sesuatu? Di kantin makanannya macam-macam, mungkin ada yang pengen lo makan?" tawar Kaela.

Mirela kembali menolak tawaran Kaela, dia kan mau menghemat pengeluarannya, bagaimana mungkin bisa menerima tawaran Kaela yang sebenarnya ingin dia terima.

Setelah Kaela keluar dari kelas barulah Mirela mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya, melirik sekitar sebelum mulai makan. Hanya ada tiga orang yang sibuk dengan handphonenya masing-masing, yang lainnya pasti sudah ke kantin.

"Lo bawa bekal? Kayak bocah aja," cibir cewek yang baru saja masuk ke dalam kelas, di tangannya ada sebotol air mineral dan juga beberapa cemilan.

Mirela mencoba mengabaikan ucapan itu meskipun tangannya sudah gemetar, selama ini ia hidup bersama kedua orang tua yang selalu bersikap lembut padanya, ia pun jarang berinteraksi dengan orang asing sehingga Mirela tidak memiliki cukup keberanian untuk melawan orang yang baru saja ditemuinya.

Cewek itu mendengus kesal karena Mirela mengabaikannya. "Eh! Bisa lo?" bentak cewek itu lagi.

Mirela menatap nametag yang terpasang di seragam cewek itu, namanya Friska Floria.

"Urusannya sama lo apa, ya? Emangnya salah kalau gue bawa bekal? Nggak ngerepotin lo juga."

Mirela harap tidak ada getaran dalam suaranya, ia mencoba memberanikan diri untuk membalas ucapan Friska meskipun merasa was-was. Semoga saja Friska bukan orang yang memiliki banyak pengaruh di sekolah ini sehingga beasiswa Mirela terancam dicabut. Mendapatkannya saja sudah susah payah, masa baru hari pertama saja sudah selesai?

Friska berdecak lalu pergi dari hadapan Mirela dan duduk di kursinya sendiri, tiga orang yang tadinya sibuk dengan handphone memperhatikan keduanya tanpa mengatakan apapun.

"Hai, Mire."

Kaela kembali, dengan beberapa bungkus roti serta sebotol jus berwarna merah muda, entah stroberi atau justru jambu. Kaela meletakkan makanan dan minumannya di meja Mirela.

"Gue makan di sini, ya?" izinnya. Namun sebelum Mirela memberikan izin, Kaela sudah membalikkan kursinya kemudian duduk berhadapan dengan Mirela membuat cewek itu hanya mengangguk.

Mirela mengabaikan Kaela yang sudah membuka satu bungkus roti, cewek itu fokus memakan bekalnya sendiri.

"Lo pindahan dari luar kota?" tanya Kaela setelah menelan suapan pertamanya.

"Bukan," jawab Mirela seraya menyingkirkan duri ikan dari makanannya.

"Loh? Terus lo pindah karena apa?" tanya Kaela yang penasaran.

"Dapat beasiswa."

Mata Kaela membulat lalu meletakkan rotinya ke atas meja.

"Serius? Berarti lo pintar banget, dong," kata Kaela dengan antusias, tidak menyangka teman barunya akan sepintar itu, karena Kaela tau bahwa untuk mendapatkan beasiswa di sekolah ini tidak mudah, ada patokan nilai dalam tes akademiknya.

"Enggak juga," bantah Mirela.

"Nggak nyangka teman gue pintar banget ternyata," puji Kaela.

Mirela hanya merespon dengan memberikan senyuman tipis. Menurutnya pujian Kaela terlalu berlebihan.

"Lo cuek banget, kenapa nggak coba cari teman baru?" tanya Kaela yang baru sadar jika respon yang diberikan Mirela menunjukkan bahwa ia tidak nyaman dengan Kaela.

"Enggak minat," jawab Mirela kemudian mengisi sendoknya dengan nasi.

"Kenapa?"

Mirela memandang Kaela dengan pandangan jengah, kenapa Kaela banyak sekali bertanya?

"Enggak tau juga."

"Yaudah deh, nggak apa-apa kalau lo nggak mau cari teman baru, kita temenannya berdua aja."

Mirela menatap Kaela dengan sedikit terkejut, tidak menyangka kalau Kaela sudah menganggapnya sebagai teman, padahal respon yang ia berikan kepada Kaela tidak terlalu baik.

"Lo mau temenan sama gue?"

"Mau dong, memangnya ada alasan untuk enggak?"

Tadinya Mirela pikir tidak ada orang yang akan mau berteman dengannya, ternyata dugaannya salah.

Ada Kaela. Dia mau berteman dengan Mirela, bagaimanapun respon yang dia berikan untuk setiap ucapan Kaela. Mirela merasa cukup bersalah, seharusnya dia tidak menyama ratakan setiap orang.

🍁🍁🍁

Revisi: Jum'at, 23 Juni 2023

MIRELA'S LIFE [Selesai] RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang