SATU-MIRELA'S LIFE

402 42 19
                                    

Satu

Mirela menggulir layar handphone-nya, membaca cerita fiksi di salah satu platform online tanpa memperdulikan sekitarnya. Mirela melipat bibirnya saat cerita yang dibacanya berisikan adegan yang membuatnya baper. Rasanya ia ingin berteriak, tetapi teringat bahwa kedua orang tuanya berada di ruangan yang sama dengannya, awalnya Mirela hanya ingin melihat sekilas, tetapi ia terhanyut dalam bacaan yang membuatnya lupa daratan.

"Mirela," panggil Rahayu--Ibu Mirela---yang sedang menonton tayangan televisi.

Mirela menatap ibunya dengan pandangan bertanya, meninggalkan bacaannya yang sebenarnya belum selesai. Bibirnya pun masih ingin sekali tersenyum, melampiaskan perasannya dengan ekspresi wajah, untung saja keinginannya itu masih bisa ditahan, jangan sampai orang tuanya merasa heran dengan sikapnya.

"Besok kamu udah mulai sekolah di sekolah baru, ingat, kan?" tanya Rahayu.

Mirela menganggukkan kepalanya, ia ingat tentang hal itu. Mirela memang baru pindah ke salah satu SMA swasta yang letaknya tidak jauh dari rumahnya, alasannya pindah sekolah karena Mirela menerima beasiswa dari sekolah tersebut. Sebenarnya ia mendaftar beasiswa itu sejak lulus SMP, tetapi saat itu Mirela tidak berhasil menjadi salah satu penerima beasiswa sehingga ia melanjutkan pendidikannya di sekolah lain. Tahun ini pendaftaran beasiswa kembali dibuka, Mirela mendaftar dan akhirnya diterima.

"Belajar yang rajin ya, Nak," ucap Dahlan--ayah Mirela--seraya mengusap kepala putrinya.

"Iya, Yah."

Hanya itu yang bisa Mirela ucapkan, perasaannya menjadi tidak karuan. Bahkan Mirela sudah melupakan cerita yang tadinya ia baca. Mirela sadar bahwa hanya dirinya yang menjadi harapan kedua orang tuanya, sukses atau tidak dirinya sangat berpengaruh bagi dua orang yang sangat ia sayangi itu.

"Yaudah, sekarang kamu istirahat aja, biar nggak susah bangun pagi," titah Dahlan yang langsung dituruti oleh Mirela.

Sesampainya di kamar, Mirela meletakkan handphone-nya ke atas meja belajar, suasana hatinya yang sedang kurang baik membuatnya tidak tertarik lagi untuk melanjutkan bacaan itu. Mirela memikirkan sekolah barunya seraya berbaring di atas tempat tidurnya, sekolah barunya adalah salah satu sekolah elite di kota tempat tinggalnya. Mirela cukup sering melewati sekolah itu, desain gedungnya saja sudah membuat Mirela merasa begitu tertarik. Jujur saja, bentuk gedungnya yang bagus adalah alasan pertama Mirela ingin sekolah di situ, meskipun bentuk gedung yang bagus tidak menjamin proses belajar mengajar, tetap saja hal itu menjadi alasan Mirela.

Selain gedungnya yang bagus, alasan lain yang membuat Mirela ingin pindah sekolah adalah karena dia ingin mengikuti olimpiade dan berharap akan menang. Memang di sekolah lamanya pun ia tetap bisa ikut, tetapi tidak akan mendapatkan bimbingan intensif seperti di sekolah barunya. Kesempatan untuk menang pun lebih terbuka lebar.

Sekolah elite. Itu artinya orang-orang yang sekolah di sana merupakan orang-orang yang memiliki perekonomian cukup bagus, apa ia bisa menyesuaikan diri? Mirela hanya takut dikucilkan karena ia adalah penerima beasiswa, tidak seperti murid lainnya.

Tapi, aku harus bisa membanggakan Ayah dan Ibu, mereka senang sekali karena aku bisa diterima di sekolah itu. Lagipula kenapa aku harus memperdulikan ucapan orang asing? Mereka tidak memiliki kontribusi apapun di hidupku, aku hanya perlu memikirkan Ayah dan Ibu, yang lainnya aku abaikan saja, batin Mirela.

Kedua sudut bibir Mirela tertarik ke samping karena perasaannya sudah lebih baik, apapun yang akan terjadi besok, Mirela tidak akan menganggapnya penting. Semoga saja ia bisa.

Suasana hatinya yang perlahan membaik membuat Mirela mengubah posisinya menjadi duduk kemudian menyiapkan barang-barang yang akan dibawa besok.

Mirela sangat bersemangat, tidak sabar menghadapi hari barunya.

MIRELA'S LIFE [Selesai] RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang