03. Namanya Dira

73 26 14
                                    

Dua motor itu berhenti tepat di depan sebuah rumah bercat hijau pudar. Pagar besi berwarna hitam menyambut mereka saat Azura turun dari motornya dan membuka pagar rumah. "Udah sampai. Mau mampir dulu?" tawarnya sebagai tuan rumah.

Genta menggeleng. Ia membelokkan motor. "Nggak usah. Gue mau lanjut tidur lagi. Selamat dimarahin nyokap lo. Dah!"

"Sialan lo!" Gadis itu mendengus. Memasukkan motor ke dalam halaman rumah setelah tidak terdengar lagi bunyi kendaraan Genta. Azura menghela napas. Tanpa alasan, ia tersenyum tipis.

Mereka sudah berteman semenjak bangku sekolah dasar. Ah, ralat. Bukan berteman, bersahabat lebih tepatnya. Genta banyak bercerita pada Azura tentang mimpinya, pun begitu dengan sebaliknya. Azura dan Genta sudah membangun hubungan persahabatan selama bertahun-tahun. Aneh saja rasanya jika suatu hari Azura terbangun dan sadar, bahwa perasaannya mendamba hal yang lebih dari sekadar sahabat. Perasaan itu diabaikan, tapi lama kelamaan menganggu juga.

"Lagian, mana mungkin gue bisa sama Genta?" gumam Azura tiba-tiba sebelum memasuki rumah. Bersiap untuk amukan Ibunya karena tidak pulang semalaman.

***

Hari-hari itu dimulai lagi. Semua rutinitas berjalan normal. Kuliah pagi dan bertemu Azura untuk mengobrol hal-hal acak. Hari-hari Genta berjalan seperti biasanya. Saat ini Genta tengah menatap sahabatnya itu dengan mulut penuh kentang goreng masih mengoceh tentang berbagai hal. Mulai dari dosennya, sampai pada teman satu jurusannya, Fahran, yang jatuh dari motor dan tidak bisa mengantarnya pulang. Jatuhnya Fahran dari motor inilah salah satu alasan mengapa Azura berada di depan Genta sekarang. Selain untuk menikmati kentang goreng, ia juga mau menumpang untuk pulang.

Genta menggeleng-geleng. Tertawa sekilas saat Azura melontarkan beberapa lelucon. Asyik mengobrol, tidak sengaja ponsel Genta terjatuh dari meja tempat mereka makan membuat pemuda itu bungkuk untuk mengambil ponselnya.

"Oi, Ra. Itu kaki lo nggak usah ngangkang lebar kayak gitu juga kali. Kalo Mama ada nih, lo pasti bakal diomelin." Genta menunjuk-nunjuk posisi kaki Azura yang tadi tidak sengaja dilihatnya saat membungkuk.

Yang ditegur justru menggedikkan bahu. Tidak peduli. "Bodo amat. Karna itu gue pake celana, biar bisa duduk ngangkang." Azura nyengir, memasukkan satu lagi kentang goreng ke dalam mulutnya.

"Yee ... dasar. Dibilangin juga."

"Wih gila!" Tiba-tiba saja Azura menepuk-nepuk bahu Genta. Mengabaikan teguran pemuda itu tadi.

Genta mengernyit. "Apaan sih lo?"

"Tuh liat!" Azura menunjuk-nunjuk seseorang yang baru saja memasuki area kafe tempat mereka berada. "Ada Dira. Lo tau Dira kan?"

Pemuda berkemeja gelap itu menoleh. Mendapati seorang gadis di sana. Seketika waktu terhenti. Gila! Cantik banget.... Bagaimana mendeskripsikannya, yah? Mata bulat indah dengan alis terukir rata. Seakan-akan bisa memberi tahu sifat lembutnya hanya dari cara gadis itu menatap. Hidung mungil yang mancung serta bibir tipis merona itu mencuri perhatian Genta seutuhnya. Siapa dia?

"Namanya Dira. Gila, udah beberapa tahun lo di kampus, belum kenal si Dira? Padahal dia cukup terkenal loh. Dira, bidadari fakultas seni. Bukannya gue pernah cerita sama lo—eh? Kok lo mangap-mangap gitu sih, Ta? Jelek banget anjir."

Ah.... Jadi dia itu Dira yang itu. Tentu saja Genta tahu. Azura juga sudah menceritakannya beberapa kali, tapi ini pertama kalinya Genta melihat Dira secara langsung. Kok bisa, yah Genta baru bertemu Dira sekarang?Matanya tidak bisa berhenti beralih dari gadis cantik dengan rok plisket di bawah lutut berwarna cokelat kopi itu. Mulai dari gadis itu memesan makanan sampai duduk di kursinya, Genta masih tidak bisa mengalihkan pandangan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Girl With(out) SkirtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang