Barcelona, Catalunya. Menjadi sirkuit pertama di mana Jeongguk memulai debutnya di laga paling bergengsi MotoGP, Kelas S. Catatan waktunya pada QTT atau sesi kualifikasi tak terbilang buruk, tapi masih belum memuaskan. Ia menempati urutan kesebelas dari keseluruhan peserta balap yang berjumlah dua puluh lima orang pembalap. Sementara Baekhyun menempati posisi ketiga. Catatan waktunya kalah sedikit dari Kim Namjoon dari Tim Yamaha Motor Racing dan juara bertahan, Park Chanyeol dari Tim Ducati Corse yang bersaing ketat memperebutkan pole position. Dan berakhir dengan Chanyeol mengklaim posisi terbaik dan Namjoon harus rela menempati posisi kedua untuk posisi start besok.
Jeongguk masih di sana, seusai QTT berlangsung. Berdiri di Pit Lane untuk memandang sejauh yang ia bisa untuk merekam keseluruhan trek lintasan sepanjang empat ribu enam ratusan kilometer yang terbentang di hadapannya. Ia siap. Ia harus siap. Gemetar pada tangannya membuat sudut bibirnya terangkat ke atas.
“Hoi! Jangan terlalu antusias begitu! Besok kau malah tidak bisa bertanding karena lemas duluan, kehabisan tenaga.”
Ujaran itu membuat Jeongguk menoleh. Seringai Baekhyun menyambutnya. Rekannya itu merangkulnya. Ia tertawa. “Ah, enggak kok, Hyeong. Aku menyimpan sebagian adrenalinku untuk besok.”
Baekhyun hanya terdiam. Ikut memandangi lintasan yang sudah ia kenal sepanjang karirnya di arena balap motor. “Kau sudah bertemu lintasan ini berapa kali, Jeongguk-ah?”
Jeongguk mengerutkan keningnya. Baekhyun melepaskan rangkulannya dan mencipta jarak. “Aku sudah sangat hapal dengan lintasannya, tikungan-tikungannya. Tapi setiap aku kembali kemari untuk bertanding, aku selalu merasa takjub, hingga membuat seluruh tubuhku merasa gemetar. Seperti yang kaurasakan saat ini.”
Jeongguk hanya mengangguk. Baekhyun tersenyum, kali ini terlihat amat tulus. Jeongguk malah merinding. Bibir Baekhyun langsung mengerucut maju.
“Ih, nggak sopan! Aku kan mau kasih kamu semangat!” protes Baekhyun sambil meninju lengan rekannya itu.
Seringai Jeongguk mengembang. “Mari lakukan yang terbaik! Kalau kau gagal naik podium, kau harus mentraktirku makan Canelons, Baekhyun-hyeong!”
“Tambahkan Fidueá dan Cava!”
Seruan dari arah belakang membuat keduanya membelalakkan mata sejenak. Yoongi telah merangkul keduanya beberapa saat kemudian, lalu mengacak rambut kedua rekannya itu.
“Lakukan saja yang terbaik. Aku akan mendukung kalian bersama kru teknisi.”
Ketiganya mengulas senyum. Senja di Catalunya membungkus impian mereka.
.
.
.Taehyung mengaduh ketika tanpa sengaja sikunya menyenggol kunci Inggris yang ada di meja. Jimin dan Hoseok yang kebetulan berada di sana dan melihat ekspresi konyol yang dibuat Taehyung sontak tertawa.
Bibir Taehyung yang mengerucut kini seperti bersaing dengan paruh bebek. “Kalian jahat banget sih. Aku kesakitan gini malah ketawa, kena karma tahu rasa!”
Jimin segera menghampiri dan menowel-nowel dagu yang bersangkutan untuk menghibur. Yang langsung ditepis Taehyung. “Dih, galak betul sih, Tae. Yang salah siapa coba?”
“Salah Kunci Inggrisnya lah!”
Hoseok kembali terbahak sambil memegangi perut. “Kunci Inggrisnya baik-baik saja sebelum kamu lewat, Taehyung-ah. Makanya kalau jalan itu sambil lihat-lihat dong, kunci besar begitu saja masih kena senggol.”
Taehyung mendengus kencang mendengar olokan Hoseok padanya. Lagi-lagi Jimin dan Hoseok tertawa menanggapi rajukan Taehyung.
Masih dengan ekspresi sewot Taehyung menjelaskan. “Tadi tuh kayak ada yang menyengat di punggungku, makanya aku kaget terus malah kesenggol sama Kunci Inggris. Lagian kenapa juga kok malah ditaruh di atas meja, nggak di kotak perkakas kayak biasanya? Untung aku cuma kesenggol, lah kalau menimpa kakiku ini gimana coba?”
KAMU SEDANG MEMBACA
MOIRA
FanfictionJeongguk menemukannya di antara gadis-gadis pembawa payung. Untuk meramaikan #KookVEvent2019