Korea, 1951

4.3K 571 163
                                    

"Kudengar mereka mengirimkan surat pemanggilan untukmu, Hyunjin?"

Adalah Yang Jeongin, tetangga sebelah rumah sekaligus teman kecil Hyunjin yang pagi-pagi buta sudah menggedor pintu dan bertanya.

Hyunjin menggerutu saat membuka pintu, membiarkan Jeongin memasuki rumah kecilnya. "Iya, mereka membutuhkan tambahan pasukan besar-besaran."

Jeongin bersidekap. "Andai saja aku seumuranmu. Aku juga ingin membela negara ini. Kapan kau akan berangkat?"

"Kereta tentara akan lewat besok."

"Bisakah aku meminta tolong?" Jeongin mengulurkan sepucuk surat. "Bisakah kau berikan surat ini pada kak Yena jika kau bertemu dengannya di medan perang? Tidak pernah ada kabar darinya sejak enam bulan lalu."

Hyunjin menerima surat itu dalam diam, enggan memberitahu kalau bisa saja kakak sulung Jeongin yang enam bulan lalu mengajukan diri sebagai relawan medis itu sudah tiada, dan mungkin, jasadnya tak dikembalikan. Itu bukan kasus langka dalam perang.

"Aku tidak janji, tapi akan kuusahakan."

"Kira-kira kapan kau akan pulang?"

"Saat perang selesai, Jeongin."

"Itu akan lama sekali!"

"Memang." Hyunjin mengendikkan bahu. "Toh aku tidak punya keluarga, tak ada yang menungguku pulang."

"Tapi kau masih sangat muda!" Jeongin berseru. "Berapa umurmu? 23 tahun? Kau bahkan belum menikah. Masa depanmu masih sangat panjang untuk disia-siakan."

Hyunjin tertawa. "Jika Korea Selatan kalah dalam perang ini, apa ada lagi yang namanya masa depan untuk kita semua?"

 "Jika Korea Selatan kalah dalam perang ini, apa ada lagi yang namanya masa depan untuk kita semua?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

25 Juni 1951. Tepat setahun lalu, Korea Utara dibantu China dan Uni Soviet menginvasi Korea Selatan dan memicu perang.

Hingga saat itu, bahkan saat perang baru berlangsung setahun, ribuan nyawa sudah terenggut dari kedua belah pihak, hingga Korea Selatan harus merekrut anggota baru dari kalangan rakyat sipil, dan Hyunjin adalah salah satunya.

Sebagai seorang lulusan perguruan tinggi dan pernah wajib militer, Hyunjin langsung mendapat pangkat letnan saat tiba di medan perang, dan rekan sejawatnya menyambutnya dengan hangat saat ia memasuki kamp.

Seminggu setelah ia bergabung, sebelum tengah malam, kapten tim membangunkan seluruh anggotanya untuk menjelaskan strategi.

"Ini perbatasan kita dan mereka," Sebuah peta kertas usang terhampar di atas meja. Kim Woojin sang kapten dengan wajah terluka berekspresi serius. "Walau dibatasi oleh sungai Yalu, mereka dengan mudah menyeberang. Ideku adalah untuk memblokade sungai, jadi bantuan mereka tidak akan bisa lewat saat kita menghabisi tentara yang di sini."

Semua bersorak senang, merasa ide itu begitu brilian. Hanya Hyunjin yang menganggapnya lain.

"Dengan apa?" Dia abai pada pandangan tentara lain. "Sungai Yalu sangat panjang. Dengan apa kita memblokadenya? Jika dengan para tentara, bukankah akan memerlukan banyak? Anggap saja kita berhasil menahan mereka agar tidak masuk, lalu bagaimana dengan yang sudah melewati perbatasan? Tentara kita habis untuk menjaga sepanjang sungai, siapa yang akan menahan tentara mereka yang sudah berada di sini?"

Hireath +HyunlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang