Pagi ini, Angkasa terbangun dengan keadaan seorang diri di rumah.
Namun itu hal biasa.
Ia menyalakan saklar lampu dari dekat tangga, lalu memunguti botol botol kosong yang berceceran di lantai dan memasukkannya ke dalam kantong plastik. Angkasa menghela napas, entah mengapa ia tidak bisa tidur nyenyak semalaman. Tidur, bangun, tidur, lalu bangun kembali. Sekarang waktu masih menunjukkan pukul empat pagi, dan Angkasa tidak bisa memaksa menutup matanya. Alhasil, lelaki itu pun memutuskan untuk membereskan rumah, membuat sarapan, dan mungkin menghirup udara segar di pagi hari sebentar.
Angkasa membuka kulkas dan mengambil bahan masakan seadanya seperti telur dan sayuran yang dibeli oleh lelaki itu sendiri. Bunga tidak pernah melakukan hal tersebut, peduli saja tidak. Lagi lagi, pergi membeli belanjaan stok makanan setiap akhir pekan sudah menjadi rutinitas baginya.
Telur orak arik setengah matang, begitu lelaki itu menyukai telur untuk sarapannya. Terkadang jika ia merasa sedang kreatif, Angkasa akan membuat omelet dan menghiasinya dengan bawang bombay maupun sosis sapi. Tapi untuk hari ini, ia memilih untuk membuat sarapan biasa. Asalkan ia ada energi untuk mengawali hari kurang tidurnya.
Suap demi suap nasi telur dan sayur rebus Angkasa santap dalam hitungan menit. Suasana ruangan hening, hanya suara detik jarum jam dinding yang berdetak. Sesekali deru mesin mobil yang melaju dari depan rumah terdengar. Diikuti suara kicauan burung, tepat saat ia menyelesaikan sarapan.
"Pagi dunia," gumamnya pelan seraya menyibak tirai dan membuka pengait jendela. Entah sudah berapa lama ia selalu mengucapkan kalimat itu setiap pagi, mungkin karena Angkasa tidak biasa mendapat sapaan pagi dari orang lain saat hari baru menyapa.
Ia menghirup napas dalam dalam, menikmati bau tanah yang basah karena hujan tadi malam. Segar sekali. Angkasa juga meregangkan otot otot tubuhnya, hari ini akan menjadi hari yang panjang. Tentu saja. Ia akan menjalani seorang diri lagi.
Baru saja hendak melangkah mundur menjauhi jendela, lelaki itu mendengar seruan bocah laki laki dari depan rumahnya. Ia mengintip, rupanya teman tetangganya yang setiap pagi selalu menyempatkan waktu untuk mampir dan berangkat bersama temannya. Kalau tidak salah, nama bocah tetangga depan rumah itu Jisung.
Tak lama kemudian, pintu dari rumah seberang pun terbuka. Menampilkan sosok Jisung dengan tampilan wajah putih karena bedak dan sayangnya, belum rata. Temannya itu tertawa, sedangkan yang ditawakan hanya memasang ekspresi cemberut dan meraih tangan temannya dan melenggang pergi.
Angkasa tersenyum tipis, seorang teman ya? Bahkan Angkasa sendiri kalah dengan kedua bocah itu. Yang masih kecil dan belum tahu apa arti persahabatan sesungguhnya, namun mampu menjalin hubungan pertemanan yang begitu erat.
Angkasa belum pernah merasakan rasanya memiliki teman. Saat duduk di bangku Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, ia selalu dikucilkan. Tidak ada alasan tertentu, hanya saja anak anak seusianya pada saat itu menganggap tidak memiliki kedua orang tua yang utuh adalah hal aneh. Sedangkan di Sekolah Menengah Pertama, teman teman sekelasnya memanfaatkan Angkasa demi nilai sempurna pada kertas ulangan maupun tugas mereka. Sederhananya, datang jika butuh bantuan saja.
Untungnya, di Sekolah Menengah Atas sekarang, Angkasa bisa sedikit bernapas lega.
Omongan mulut ke mulut memang tidak bisa dikendalikan, namun Angkasa untuk pertama kalinya bersyukur dapat masuk ke dalam kelas unggulan. Dimana semua murid di kelas tersebut hanya mementingkan diri sendiri dan menomor satukan nilai serta berlomba lomba berprestasi dari segalanya- singkatnya tidak ada waktu untuk mengomentari permasalahan hidup orang lain.
Itu hal menguntungkannya. Tapi sisi lainnya, sangat susah untuk berteman bahkan memulai obrolan dengan teman sekelas Angkasa. Mereka akan menganggap itu adalah hal yang disengaja untuk membuat distraksi dari apa yang mereka kerjakan. Dan lagi, mereka hanya peduli kepada dirinya sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/208498740-288-k403460.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa 'choi beomgyu
Teen FictionAngkasa tidak pernah ingin pulang. Ia lebih suka berkelana di dunia luar daripada harus terjebak bersama sang ibu yang setiap hari selalu mendatangkan masalah baru. Rumah bukanlah tempat dimana ia merasakan kehangatan, Angkasa sama sekali tidak pern...