“Lan Zhan. Aku mencintaimu,” tiba-tiba Wei Wuxian berkata seperti itu sembari mengangguk mantap. Binar di kedua matanya sama sekali tak meredup, ia semakin dekat dan merapat pada pria dengan aroma cendana yang khas tersebut.
Lan Wangji tersentak sesaat, namun setelahnya ia menarik sudut bibir membentuk senyuman samar sembari bergumam, “Mn,” seperti biasa. Ia mengangguk kecil, menepuk kepala Wei Wuxian yang kini berada di dalam tubuh Mo Xuanyu.
Hujan di Yun Shen Buzhi Chu tak mereda meski telah turun sedari siang. Malam ini malah turun dengan lebih-lebih, disertai dengan petir menggelegar seolah meledak di atas kepala. Membuat setiap orang penghuni lembah memilih berdiam di rumah kemudian bergelung dengan hangatnya selimut atau saling dekap dengan pasangan jika memang sudah punya.
Lan Zhan atau Lan Wangji kembali terdiam. Memang sudah menjadi tabiatnya untuk tak banyak omong dalam keseharian, ia hanya akan membuka mulut jika diperlukan. Kini, hanya tangannya yang terus mendekap Wei Wuxian, tak longgar atau menyesakkan. Hanya memberikan rengkuhan penuh perlindungan. Sesekali jemari pianisnya menyampirkan anak rambut si manik kelabu pada telinga. Ah betapa rindunya Lan Wangji pada prianya, setelah berpuluh malam sekalipun, rasanya rindu yang telah ia pupuk selama ratusan purnama ternyata belum juga lunas. Ia masih begitu mendamba sang kekasih hati, istrinya, Wei Wuxian-nya.
Ya, setelah semua kejadian berat yang mereka alami selama ini, terutama kehilangan Wei Wuxian di masa lalu, membuat Lan Wangji mantap menikahi pria tersebut tepat setelah semua rahasia masa lalu mereka terungkap. Ia tak akan membiarkan cintanya kembali disakiti, oleh siapa pun—bahkan oleh diri Wei Wuxian sendiri.
Wangji bersyukur atas kembalinya Wei Wuxian meski pria itu kini berwujud lain—Mo Xuanyu. Selama itu adalah Wei Wuxian, Lan Wangji takkan keberatan.
“Wei Ying,” memanggil pria manis dengan baju tidur tipis berwarna gading, hidung bangirnya lagi-lagi tenggelam di ceruk leher putih Wei Wuxian. Membaui kekasih hati. Menghirup aroma Wei Wuxian sampai puas.
Wei Wuxian sendiri tak keberatan, ia tersenyum manis sembari mengusap surai panjang dari sang suami. Pria dingin ini tak pernah begini jika dengan yang lain, maka wajarlah jika Wei Wuxian lumayan bertinggi hati karena hanya ia yang bisa melihat Lan Wangji dengan sikap yang berbeda.
Memantapkan duduk di pangkuan Lan Wangji di atas ranjang berseprai satin putih yang selalu licin setiap hari. Ia tertawa geli saat dengkusan di leher membuatnya kegelian, “Lan Zhan, kau bisa berhen—”
Belum usai kalimatnya, gedoran di pintu kediaman Lan Wangji membuat atensi Lan Wangji juga Wei Wuxian sepenuhnya beralih ke sana. Yun Shen Buzhi Chu adalah tempat yang damai, melakukan keributan sama dengan melanggar salah satu dari empat ribu aturan yang terpahat di dinding batu yang ada di pintu masuk menuju Yun Shen Buzhi Chu. Yang apabila dilanggar, maka hukuman sudah menanti untuk ditunaikan.
Kemudian, jika ada seseorang yang sudah sangat berani mematahkan peraturan tersebut, sudah pasti ada hal genting yang terjadi dan Lan Wangji tak bisa untuk tetap berdiam di Jingshi.
Menurunkan Wei Wuxian dengan lembut, ia mengambil jubah luaran untuk menutupi pakaian tidurnya. Merapikan penampilan sebelum bergegas menuju pintu, Lan Wangji berbalik menatap sosok pria yang telah membelenggu seluruh hati. Membuatnya jatuh cinta begitu dalam sampai tak tahu caranya untuk kembali pada perasaan semula sebelum bertemu dengan Wei Wuxian.
Dua netra emas meredup, berubah jadi lembut. Bibir tipis yang biasa dikatup rapat sedikit terbuka, “Wei Ying, aku mencintaimu. Selalu.”
Wei Wuxian sedikit terbelalak, Lan Wangji selama ini lebih banyak menunjukkan rasa cintanya lewat perbuatan ketimbang berbagi kata-kata. Terkena angin apa suaminya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bloody Romance
Fiksi Penggemar"Tanpaku, Lan Wangji mungkin akan kesepian. Tapi, Lan Wangji takkan lagi terluka jika aku tiada." . . . . . . . Karena ia mencintai Lan Wangji. Baik di kehidupan yang lama, maupun di masa ini. Jika dulu ia egois tak mau membuka mata pada perasaan La...