Chapter 4 - Janji

6 3 0
                                    

Diana terus bercerita sedikit tentang dirinya, terutama Self-Harm nya, masih banyak yang Diana tidak ceritakan karena masih ragu dengan Andi.

Andi terus menatap dan mendengarkan Diana yang bercerita itu, Andi terlihat biasa saja mendengar semua itu.

"Diana, jadi yang kulihat kemarin itu bekas Self-Harm mu?" tanya Andi serius,

"Iya, aku stress, aku ga tahu lagi mau kemanakan rasa sedih ku, Ndi," jawabnya sedih,

"Oke, sekarang aku paham masalahmu, sekarang mau denger persyaratanku?" wajah Andi terlihat serius,

"Serius banget wajahnya," ujar Diana dalam hati, "oke, coba katakan," katanya.

"Oke begini, jadi aku mau kamu ga mengulangi Selfl-Harm lagi, kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita ke temenmu, siapapun itu, ceritakan saja, pasti lebih lega rasanya,"

"Ke siapa? Ke temenku? Aku ga percaya mereka bisa jaga rahasia, apalagi ini sudah parah, aku ga ada siapa-siapa, Ndi," ungkap Diana dengan wajah sedih, "aku ga bisa percaya siapapun, aku juga sebenarnya ga percaya sama kamu, kamu bisa saja bocorin hal kemarin, bocorin yang aku ceritain tadi. Lagian, kita baru saja kenal,"

"Astaga Diana, memang kita baru kenal, tapi kamu bisa percaya aku," ucap Andi meyakinkan Diana,

"'Gimana? 'Gimana aku bisa percaya ke kamu?"

"Yasudah, gini saja ... kamu bisa percaya aku, pegang janjiku, aku berjanji ga bakal ngebocorin rahasiamu sampai kapan pun," kata Andi sembari menyodorkan jari kelingkingnya ke arah Diana,

"Beneran? Aku bisa percaya?" tanya Diana serius, mata Diana terlihat berbinar-binar,

"Iya, kamu bisa percaya aku, yakin saja," Andi tersenyum ramah ke arah Diana dan menawarkan janji kelingking ke depan Diana lagi,

"Iya, janji ya ...," Diana pun menerima janji kelingkingnya, Diana merasa sangat lega, air mata Diana pun menetes karenanya, "rasanya hangat banget dadaku, lega banget rasanya," kata Diana dalam hati,

"E—Eh?! Jangan nangis Diana! Dilihat orang aku entar digebukin," kata Andi panik,

"Hehe biarin," jawab Diana dengan senyum tulus ke arah Andi yang panik itu.

Andi yang melihat Diana tersenyum itu pun merasa senang, Andi ikut tersenyum bersama Diana. Mereka tersenyum dan tertawa bersama.

"Sepertinya, aku bisa percaya sama Andi," kata Diana dalam hati,

"Kalau kamu berkenan ya, kamu bisa cerita saja ke aku, aku kasih nomer HP ku ya? Mau?" kata Andi menawarkan,

"Iya, nih masukin nomermu ke HP ku," jawab Diana sembari memberikan HP nya ke Andi,

Diana merasa sangat lega saat ini, dia merasa seperti masalahnya telah berkurang sedikit, beban yang Ia tanggung seperti berkurang sedikit. Diana seperti bisa bernafas lega saat ini.

Mereka menghabiskan waktu berdua di sekolah hingga petang tiba, mereka terlalu asik berbincang hingga lupa waktu.

"Eh Diana, sudah sore nih, ayo pulang" ajak Andi,

"Iya ayo pulang," jawab Diana, "sebenernya aku ga mau pulang, entah kenapa aku masih pengen disekolah lebih lama," katanya dalam hati, "tapi gapapa lah, aku rasanya sudah merasa agak enakan,"

Sejak itu, mereka sering chattingan saat dirumah. Karena terlalu asik berbincang lewat HPnya, Diana sampai bisa mengabaikan kegaduhan dirumahnya, Diana tidak pernah merasa seperti ini. Pertama kali bagi Diana untuk bisa mengabaikan kegaduhan dirumahnya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hati dalam sangkarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang