First

192 23 9
                                    

Hari ini Alea terlambat lagi, semoga saja maminya tidak ditelepon oleh pihak sekolah atas pelanggaran yang sering kali Lea lakukan. Alea tidak melakukan itu sengaja. Alea hanya telat bangun. Itu alasan yang benar bagi Alea.

Alea menghembuskan napas kasar.  setalahnya ia duduk di bangkunya. Kehadiran Alex yang mengantarnya sampai ke kelas beberapa menit lalu ternyata menimbulkan efek yang tidak baik bagi teman temannya. Alea mengeluarkan earphone dari dalam loker lalu mengenakannya. Bisa meledak kepalanya kalau mendengarlan gosip – gosipan nggak jelas mereka.

Untung saja Bu Candra hari ini ternyata belum ada di kelas. Lumayan pagi terlambat tanpa hukuman.

Lea ini hobi banget baca komik atau menonton anime jepang. Sampai sampai curhatan gadis di sampingnya ini saja Lea abaikan. Lea memang tidak suka di ajak ghibah. Katanya sih takut dosa tapi ulahnya bikin semua orang naik darah.

Merasa jengah sedari tadi di diamkan Lea, kini Arin menarik paksa kedua earphone dari telinga Alea.

"Lea ishhh!!" kesal Arin meletakkan earphone Lea kasar di atas meja. Sementara dengan tak berdosanya, Lea justru mengeluarkan buku lengkap dengan pulpen. Lea menoleh kembali ke arah Arin yang mengerucutkan bibirnya kesal.

"Lanjutkan. Gue udah lama nggak ikut kultum," ucap Lea cengengesan nggak jelas.

"ALEA LO NYEBELIN ISHH!!" Arin mencubit lengan Lea gemas. Dikira curhatannya dia sebuah kultum apa!

"Sakit awww. Entar kalau kulit gue ngelupas terus terkena virus malaria gimana?"

Seketika Lea mendapat pukulan di kepalanya. Tentu berasal dari tangan Arin. "Gimana bisa virus malaria coba! Yang ada itu tetanus geblek!"

"Gue nggak suka dokter ah!" Lea mengerucutkan bibirnya.

"Emang lo punya cita cita heh?"

"Punya!"

"Apa coba?" ledek Arin.

"Ketemu anime!"

Dan seketika Arin kembali memukul kepala Lea. "Mati aja!"

"Ihs belum waktunya!" Alea mengelus elus kepalanya. "Jangan dipukul terus! Entar benjol gue cantiknya ilang."

"Pd amat lo!" Arin mengerucut sebal.

"Rin ngantin yuk, kangen nasi gue," ucap Lea.

"Gue cekik lo sumpah!"

"Iya iya maap. Gue kan cuma mengutarakan rindu," ucapnya. Setelah itu Alea beranjak keluar dari kelas. Mumpung jamkos, lumayan surga buat ngantin.

••••
Alea berjalan seraya mengayun ayunkan kedua lengannya. Tersenyum manis ke arah depan.

Alea paling risih dengan para cewek cewek yang menatap sinis ke arahnya. Sejak dekat dengan kelima most wanted itu, mereka jadi sensitif terhadapnya. Kaya pms barengan.

Mata Alea melotot tajam. Saat pandangannya tertuju pada sosok cowok yang berdiri dengan pak kepsek di ujung pintu kelas.

Alea memundurkan langkahnya dan berlari masuk kedalam kelas.

Alea menyembulkan kepalanya di balik pintu kelas, bersiul pada Arin yang duduk seraya membaca novel.

"Rin usttt,," panggil Alea.

Arin menyipitkan pandangannya heran. "Nggak jadi ngantin lo?"

"Temenin yuk. Gue takut ada kecoa," ucap Alea makin ngaco.

Arin memutar bola matanya malas. Saat hendak berdiri suara teriakan Alea membuat Arin terkejut.

Alea pun terhenyak saat ada yang menarik kerah bajunya dari belakang. "Kak ishh lepasin!!" kesal Lea.

"Ngapain kabur?" tanya Dylan.

"Bukan kabur tapi mundur alon alon," ucap Alea seraya merapikan seragamnya.

"Lo mau ngantin aja sok sokan," cibir Dylan.

"Tahu kenapa nanya."

"Siapa yang nanya woyy!!" emosi Dylan. "Tahan tahan."

Alea memuar bola matanya malas. Lalu beranjak dari sana menuju kantin.

"Hai kak?" sapa Arin pada Dylan. Dylan cukup tersenyum ramah lalu berjalan mengikuti Lea.

"Lea!!" Dylan meraih pergelangan tangan Alea.

"Kak ishh. Jauh jauh kak entar macan itu bangun."

"Maksud lo?"

"Tuh kak Alex."

Dylan tertawa renyah. "Lo nggak usah takut. Alex lagi sibuk sama Edgar."

"Oh."

Setelahnya Dylan tersenyum ke arah Alea. Tangannya terulur menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Alea.

Ya ampun Alea gini aja pengin pingsan. Omg.

"Kak jangan senyum. Gue diabetes," ucap Alea spontan membuat Dylan terhenyak. Frontal sekali gadis ini.

"Senyum gue manis ye?"

"Iya."

"Jangan buat gue cium lo disini sebab lo gemesin," ucap Dylan membuat Lea langsung menghentakkan kakinya kesal.

"Sekali lagi kak ngomong gitu aku lempar ke gurun sahara."

"Jangan dong. Entar gue rindu sama lo."

"Tau ah."

Lea melanjutkan langkahnya menuju kantin dengan kesal.

••••
Alea duduk dengan kasar di kursi lalu duduk di bagian pojok. Tempat ternyaman supaya tidak ketahuan petugas tatib.

"Mbk, bakso nya semangkuk sama teh dinginnya segelas," ucap Lea cepat yang langsung di angguki mbk Tari salah satu penjual di kantin.

"Kakak nggak beli?" tanya Alea

"Nggak. Lihat lo aja gue udah kenyang," balas Dylan.

"Yaudah kakak lihatin aku aja tiap hari. Kasihan nyokap kakak udah masa eh kakaknya udah kenyang sebab liatin anak orang."

"Untung lo cantik. Kalau nggak mungkin udah gue depak."

"Lea emang cantik kak."

Lea melipat kedua tangannya. Ia tahu bahwa kini Dylan tengah menatapnya intens. Membuat Alea risih sendiri. Bahkan kakinya dibawah sana enggan untuk diam.

"Kakak kenapa nggak pergi aja!" ucap Lea frustasi.

"Lo ngusir gue?"

"Ya nggak sih. Tapi kakak lihatin gitu banget. Kaya mau nerkam Lea."

"Emang gue mau nerkam lo."

Alea menggeser tubuhnya lebih ke samping, tidak lagi berhadapan dengan Dylan.

"Kak ishh!!"

"Gue tetep disini Lea. Lo sendiri yang udah janji kan buat nemenin gue makan."

"Tapi kakak nggak makan. Jadi janjinya batal."

Dylan tersenyum lebar. Lalu dengan secepat kilat ia mencium sebelah pipi Lea, membuat gadis itu membeku di tempat.

"Udah, gue pergi," ucapnya dan berlalu meninggalkan Alea yang bersender di tembok. Ia mengusap pipinya yang masih terasa hangat.

"Mami, Pipi Lea udah nggak perawan!"

••••
Hai semuanya terimakasih sudah menyempatkan membaca "Alea." Jangan lupa voment:)

Alea ini cewek paling nyebelin. Jadi kudu esktra sabar:)

See you next part. Keep read ya. Terimakasih semuanya💕😇

Hi AleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang