8

193 25 12
                                    

Seperti pagi-pagi sebelumnya, mereka masih berkutat dengan novel yang sedang mereka kerjakan. Mereka sesekali bertanya pendapat dan bertukar ide. Namun, sering kali keheningan menerpa mereka berdua dan membuat Aga tak tahan.

“Dy, gue boleh nanya gak?” tanya Aga kepada Audy yang sedang mengetik tepat disebelahnya. Dari awal, Aga merasa ganjil terhadap Audy. Tapi, mengingat diawal pertemuan mereka ketika Audy tak memperbolehkannya bertanya tentang kehidupannya, Aga memilih untuk bungkam. Kali ini, Aga tak bisa lagi membendung rasa penasarannya.

“Tanya sama pak polisi.” Jawab Audy acuh. Jawaban yang sudah diperkirakan oleh Aga. Namun, Aga tak menyerah.

“Gue serius, dy.” Kata Aga serius. Mendengar nada seriusnya Aga, Audy mengalihkan pandangannya dari notebook-nya dan hanya dibalas anggukan.

“Hm, sorry kalau gue nanya beginian. Tapi, gue heran. Di rumah lo ini emang gak ada siapa-siapa selain elo?” tanya Aga hati-hati, takut Audy malah tak menjawab pertanyaannya dan malah menutup diri. Audy mengangguk dan memandangnya dengan matanya yang keabu-abuannya yang indah itu.

“Oh gitu, kenapa cuma lo sendirian?” tanya Aga lagi dengan rautnya yang penasaran, “hmm, gue liat juga lo gak ngapa-ngapain setiap gue kesini. Lo gak kuliah? Gue rasa lo masih anak kuliahan.” Tambahnya. Aga hanya peanasaran dengan semuanya. Semua tentang Audy. Sejak pertama bertemu dengannya dan melihat sesuatu yang tersembunyi dibalik matanya yang indah.

Namun, setiap pertanyaan yang diajukan Aga, Audy hanya menggangguk. Aga melihatnya seperti boneka yang hanya menganggukkan kepala. Melihat respon tersebut, Aga merasa tak enak telah menanyakan banyak hal kepada Audy.

“Dy, ngomong sesuatu. Gue kayak ngomong sama boneka.” Ujarnya dengan raut bersalah sambil mengguncang-guncang tubuh yang ada didepannya dan terlebih lagi Audy tidak bereaksi, membuat Aga lebih ketakutan. Namun, pertanyaan lainnya meluncur tiba-tiba.

“Orang tua lo mana?”

“Ntah.”

Hanya sepatah kata itu yang diucapkannya setelah Ia lama berdiam diri. Audy mengatakannya seolah mereka gak ada hubungan dengan dirinya. Audy kembali disibukkan oleh notebook-nya. Aga yang masih termenung dengan jawaban Audy hanya mencoba mencerna jawaban Audy barusan.

“Setelah ini, kita ngerjainnya dirumah lo aja, atau ditempat lain selain rumah gue.” Ujar Audy seketika dingin, pandangannya lurus menatap Aga. Aga sempat terdiam mematung mendengar Audy bersikap dingin seketika. Namun yang dirasakannya bukan kesal atau marah diperlakukan dingin oleh Audy. Tetapi malah hati terenyuh memandang mata Audy tersebut, ntah kenapa, mata Audy sama sekali tak bisa berbohong.

“Iya. Sorry kalau gue udah nanya yang buat lo tersinggung.” Ujar Aga bersungguh-sunguh. Aga menengadahkan kepalanya keatas memandang langit-langit rumah dan menumpukan kepalanya ke kedua tangannya.

“Apa yang sebenarnya terjadi sama lo, dy?”

#####

Semenjak kejadian tadi malam yang berakhir dengan keheningan yang mencekam, Aga memutuskan kali ini mereka akan membahas novel mereka di salah satu café yang berada tak jauh dari rumah Audy. Mengingat Audy yang tak suka keluar rumah.

Saat mereka memasuki café, tak sedikit orang memandang kagum mereka berdua. Keduanya tampak serasi satu sama lain. Aga yang saat itu memakai kemeja hitam yang lengannya yang digulung itu tampak keren walaupun sederhana. Sedangkan Audy hanya memakai kaos berwarna hijau lumut yang sangat kontras dengan rambut pirang dan kulitnya yang putih itu terlihat seperti boneka yang berjalan.

“Mau pesen apa mbak, mas?” ujar seorang waiter ketika mereka menempati tempat duduk. Masing-masing  menyebutkan pesanan dan waiter tersebut segera pergi setelah mengambil pesanan mereka. Audy hanya duduk diam sambil memandang keluar kaca. Pandangannya menerawang.

Rainbow After The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang