Audi, Vide, Tace

290 6 1
                                    

Life is what you make it..

Perkataan Bunda terus terngiang dalam benakku; benarkah jalan kehidupan ini tergantung pada diri kita sendiri? Kalau tergantung pada diri sendiri, sih, ngga mungkin bisa kawin sama orang gak punya hati kayak dia. Bunda berangkat menuju London kemarin sore, ia berpesan agar aku berusaha membuka hati untuk putranya. Aku geleng-geleng kepala ketika mendengar permintaannya, "Bun.. Bunda tau sendiri kan seberapa buruk hubungan aku sama Narendra? Sebenernya bukan buruk, sih.. lebih tepatnya aku sama dia gak ada hubungan sama sekali. Aku baru sekali ngomong panjang sama dia, itupun kayak satu arah gitu." Perasaanku kembali tidak enak mengingat malam pertama kami sebagai suami-istri. Sungguh dingin dan kaku. 

Kadang aku sendiri lupa kalau aku punya suami. Bukan, bukan lupa diri atau lupa daratan, aku suka lupa kalau ada seorang pria di luar sana yang statusnya sah sebagai suamiku. Suami-suami yang aku kenal jauh berbeda dari sosok Narendra. Ambil saja contoh suaminya Kak Denisa, Dimitri. Sepupuku menikah dengan Dimitri sekitar 5 tahun yang lalu. Mereka bertemu di suatu acara yang diadakan kantornya dan mulailah office romance. Berkenalan, berteman, jatuh cinta, berhubungan dekat, menikah, dan akhirnya punya anak. Di mataku mereka pasangan serasi, Dimitri mengaku bahwa dirinya sering terpesona oleh sosok istrinya yang dinilainya tangguh dan serba bisa. Kak Ditri pun mengagumi Dimitri yang tidak dipandangnya pernah lengah dalam tanggung jawabnya baik sebagai bapak maupun suami. Siapapun bisa lihat bahwa mereka saling menghargai satu sama lain. Aku pun sering gemas sendiri ketika melihat Dimitri dengan putrinya, Darlene. Kedua orang tua bayi mungil itu selalu memberi kasih sayang berlimpah dan tidak ada hari tanpa canda tawa dalam rumah mereka. Sungguh keluarga yang sempurna. 

Kenapa aku ngga bisa memiliki apa yang mereka punya? Ah, kalau sudah galau gini rasanya pengen nyelam saja. Sebenarnya lo uda punya separuhnya.. lo uda lupa sama suami lo?  Ingin ketawa kalau mengingat Narendra. Suami macam apa tidak pernah berinisiatif menanyakan kabar istrinya yang tidak ditemuinya bertahun-tahun? Aku tinggal di Amerika saja sepertinya dia tidak tahu, syukur-syukur masih ingat namaku. Tapi.. tidak sepenuhnya salah dia. Aku langsung teringat nama Emira. Terang saja Narendra marah dan mengacuhkanku, aku memaksakan diri untuk menempati posisi yang seharunya ditempati oleh Emira. Kalau mengingat parasnya yang cantik bak model, aku menjadi ciut kembali. Pantas saja dia ingin buru-buru meninggalkanku malam itu. 

*****************************************************

(Tahun keempat dan yang terakhir di Amerika)


"Ethel, wanna grab some lunch?" 

"Uh, no, thanks. Still working on my analysis. Can you get me some coffee instead?"

"Sure thing! I'll be right back."

So tell me what you want, what you really, really want~

Aku sedang sibuk melakukan revisi pada bab analisis ketika dering HP membuyarkan konsentrasiku. Nomor tak dikenal tapi dari Indonesia. Siapa ya?

"Halo?"

"Ethel, ini Narendra."

Deg! Jantung rasanya berhenti seketika. Narendra! Dia tidak pernah sekalipun menghubungiku semenjak kami menikah. Ini aneh sekali.

"Na-narendra? Ada apa?" Buku teks tebal yang kupangku jatuh ke lantai kayu, membuat suara seperti tembakan senjata api. 

"Kamu sedang sibuk? Saya bisa telepon—"

"Ngga! Ngga, ngga sibuk kok. Ada apa telepon?"

"Ayah kena serangan jantung, tadi malam masuk rumah sakit."

Life Is What You Make ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang