Prolog

83.3K 4K 72
                                    

Gadis itu tersentak saat punggung telanjangnya membentur dinding marmer yang dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu tersentak saat punggung telanjangnya membentur dinding marmer yang dingin. Kepalanya seperti berputar dan tubuhnya melayang, tetapi perasaan itu tidak menyurutkan adrenalin dan keinginan gadis itu untuk membalas ciuman dan cumbuan super panas di bibirnya saat ini.

Damn, tubuh gadis itu betul-betul sudah dibuat panas dingin. Remasan di tengkuk dan pinggang seiring lumatan di bibirnya saat ini benar-benar membuatnya nyaris kehilangan akal. Hanya dentuman musik dan gegap gempita di luar yang meski samar tapi masih terdengar ke tempatnya saat ini beradalah yang memberinya kesadaran kalau saat ini mereka sedang berada di public restroom dan bukan saatnya untuk bercumbu kalau tidak ingin diseret ke kantor keamanan karena telah berbuat mesum.

"Shit!"

Gadis itu mengerjap, membuka mata saat kehilangan nikmat rasa bibir itu dari bibirnya. Gadis itu mencoba memajukan lagi wajahnya, meminta, tetapi lelaki di hadapannya menahan wajahnya. Gadis itu menggeram frustasi, bibir itu berada sangat dekat dari bibirnya tetapi menolak memberinya ciuman lagi.

"Please?" Gadis itu memelas. Tidak peduli dirinya terlihat seperti gadis murahan yang haus belaian saat ini. Dia hanya ingin-sangat ingin dicium lagi oleh lelaki di hadapannya saat ini. Ciuman tadi benar-benar seperti candu, bikin nagih.

"Nadira, kita ada di toilet umum." Akhirnya lelaki itu bersuara, dengan suara serak dan rendah yang menandakan jelas bahwa lelaki itu juga sedang merasakan hal yang sama seperti gadis di hadapannya saat ini. "Demi Tuhan, saya juga ingin kamu. But we can't do this, here." Bibir itu berucap begitu dekat dari bibir sang gadis, terlihat susah payah memberi jarak.

"Then bring me somewhere else, somewhere we can be alone so you can 'do' me."

"Shit." Lelaki itu mengumpat kembali. Dengan gerakan cepat ia melepaskan tangannya yang tengah menangkup pipi gadis itu untuk menggandengnya. "Ayo kita ke kamar saya."

***

Nadira melenguh saat hantaman sinar matahari menusuk wajahnya. Mencoba bangkit, Nadira justru merasakan kepalanya seolah dihantam keras sekali. Nadira memegangi kepalanya yang berputar dan seperti ditusuk-tusuk. Sial, padahal Nadira sudah lebih dari tahu kalau dirinya adalah peminum yang payah. Hanya dengan satu setengah gelas cocktail mampu membuatnya hangover berat seperti ini.

Nadira memejamkan mata untuk menghilangkan rasa sakit dari efek mabuk semalam. Sekelebat bayangan menghampiri Nadira seperti kilas cahaya. Tangan Nadira kemudian terulur dengan sendirinya untuk meraba bibirnya yang anehnya terasa lebih tebal dari seharusnya.

"Please?"

Nadira memejamkan mata lebih rapat. Ia bisa mendengar suaranya terdengar serak dan memohon.

"Demi Tuhan, saya juga ingin kamu. But we can't do it, here."

Nadira menggeleng. Mencoba mengingat-ingat apa yang baru saja terjadi padanya semalam. Nadira hanya ingat ia duduk di meja bersama teman-teman kantornya, menikmati pesta tahunan yang diadakan kantornya sebagai bentuk perayaan ulang tahun perusahaan. Nadira ingat ia menenggak habis segelas cocktail. Nadira tidak ingat lagi apa saja yang dilakukan dan dibicarakannya di meja bersama teman-temannya.

"Kamu sudah sadar, Nadira?"

Suara baritone itu seolah siraman air dingin di sekujur tubuh Nadira. Membuatnya menggigil dan gemetar sekaligus. Dengan teramat perlahan Nadira memutar kepala, pandangannya langsung menangkap satu objek yang tengah berdiri di sekat antar ruangan dengan sebuah mug di tangan yang menguarkan aroma kopi. "Pa-Pak Ariano?"

"Please just call me Nino."

Alih-alih mempertanyakan keberadaan lelaki yang adalah bossnya itu di kamarnya saat ini, Nadira justru merespon, "Tapi itu nggak sopan, Pak." Sepertinya gadis itu memang belum sepenuhnya sadar saat ini.

Lelaki bernama Ariano itu tersenyum, matanya ikut terbentuk mengiringi senyumnya. "Tapi semalam kamu hanya panggil saya Nino. So please call me Nino, just like what you did last night when I kissed you."

Kata-kata lelaki itu seolah menekan tombol on untuk seluruh ingatannya. "Holly shit!" Nadira mengumpat. Seketika merasakan kesadaran menghantamnya, jauh lebih keras ketimbang rasa sakit yang semula disebabkan efek hangover semalam. Kali ini rasanya bahkan seperti ditabrak kereta shinkasen.

Nadira kini ingat semuanya. Berawal dari Zevanya dan tantangan gilanya yang menjadikan Ariano Mahesa sebagai objek. Nadira yang setengah mabuk menolak tantangannya tetapi kemudian tidak sengaja bertemu di depan toilet. Sebuah kecupan yang kemudian berubah jadi sesi makeout panas di restroom hotel. Tetapi ingatan Nadia berhenti di sana. Dirinya tidak ingat bagaimana bisa kini ia berakhir di kamar hotel bossnya.

Nadira Almeera telah lama dikenal sebagai predator laki-laki tampan nomor satu di kantor. Tidak ada satupun pria tampan di Life Care yang lolos dari pesonanya. Mulai dari pacar, teman jalan, supir, ATM berjalan, teman makan siang, bahkan teman 'senang-senang'. Hanya ada satu orang yang jadi pengecualian Nadira, yaitu Ariano Mahesa. Selain karena statusnya yang merupakan atasan Nadira, style kuno dan membosankan Ariano jelas jadi alasan kuat Nadira tidak memasukkan laki-laki itu ke dalam "Nadira's List". Tetapi jelas sesi ciuman panas Nadira bersama Ariano Mahesa semalam telah merubah segalanya dan mengacak-acak perasaan mereka.

***

a/n: Cerita baru, semi-mature! Latarnya lagi pengen di Indo aja, tapi masih berhubungan-jauh-sama cerita 'Marrying Your Boss'. Satu universe lah ceritanyanya. Jangan lupa kasih vote dan tinggalkan comment!

Kiss the Boss [SUDAH TAMAT di DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang