2. Pangeran Gula Jawa

47.4K 3.4K 166
                                    

Bagi Ariano Mahesa Kusmawan Hartadi, keramaian tidak pernah menjadi tempatnya. Salah satunya adalah pesta—dalam bentuk apapun. Termasuk pesta perkawinan beradat Jawa kental namun bergelimang kemewahan yang tengah ia hadiri di salah satu hotel termewah di Solo saat ini. Lelaki berkacamata itu lebih memilih duduk berdiam diri dengan gelas minuman di tangannya tanpa menyimak obrolan yang tengah dilakukan orang-orang di mejanya.

"Aduh, Mbak Asmarini ini loh hebat sekali. Meski single parents, ditinggal janda sejak muda tapi bisa sukses menjalankan bisnis sendirian sekaligus membesarkan anak-anaknya hingga menjadi sukses seperti sekarang."

Ariano menyesap gelas minumannya. Sejak tadi percakapan ibu-ibu yang duduk melingkar satu meja dengannya memang berfokus pada topik tentang seberapa sukses seorang Asmarini Pramusita Hartadi. Wanita berkepala lima yang ada di balik perusahaan jamu nomor satu di Indonesia, yang pasarnya bahkan kini sudah mencapai ke mancanegara. Yang tidak lain dan tidak bukan adalah ibu kandungnya sendiri.

"Aku tuh salut banget Mbak, kalau aku jadi Mbak Asmarini, ditinggal meninggal pas anak-anakku masih kecil mungkin hidupku hancur yang ada. Tapi Mbak malah bisa bertahan dan justru lebih sukses dari sebelumnya." Kini giliran seorang Ibu-ibu berkebaya brukat dengan warna merah mencolok dan sanggul sebesar bola rugby memulai sesi memujinya. "Opo toh Mbak, rahasia bisa sukses berbisnis dan punya anak-anak pintar juga sukses seperti Mbak. Anakku tuh ya, cuma dapet beasiswa S2 hukum di Yale padahal Papanya sudah siapkan tempat untuk dia urus perusahaan saja tapi anaknya masih betah cari ilmu. Padahal sudah aku bilang dia perempuan, sekolah nggak usah tinggi-tinggi nanti juga bakal menikah dan ikut suami."

"Oh, ya? Anak keduamu itu, kan? Siapa namanya?"

"Lestari, Mbak." Ibu berkebaya merah itu menyodorkan ponselnya ke arah Asmarini, memperlihatkan sebuah foto seorang gadis yang mengenakan sebuah toga. "Cumlaude loh dia Mbak lulus S1nya kemarin."

"Ayunya, pintar lagi." Asmarini melirik ke arah putranya yang berpura-pura tidak mendengarkan percakapan antara ibunya dan ibu-ibu berkebaya merah tersebut. Merasa tidak digubris, Asmarini secara terang-terangan menepuk lengan putranya dan menyodorkan langsung foto tersebut ke arahnya. "Cantik ya, Mas?"

Ariano menghela napas, namun demi tata krama dan norma kesopanan yang sudah ditanamkan oleh Ibunya sejak kecil, Ariano mengulas senyum sopan sebagaimana mestinya. "Cantik, Bu." Ariano tidak berbohong soal pujiannya, meski hanya melirik sekilas foto gadis itu, Ariano dapat langsung menangkap paras ayu gadis itu. Tetapi ya hanya sebatas itu. Tidak ada ketertarikan lain. Penasaranpun tidak.

"Kalau dikenalkan—"

"Bu." Ariano menegur sang Ibu secara halus.

Gelengan samar Ariano membuat Asmarini langsung berdecak. Selalu seperti ini. Wanita yang hari itu mengenakan atasan berwarna hijau zambrud itu akhirnya hanya bisa mengembalikan ponsel itu ke pemiliknya dengan sebuah senyuman meminta maaf. Malam itu, ia gagal lagi menemukan calon yang tepat untuk anak laki-laki semata wayangnya tersebut.

***

"Mas, mau sampai kapan kamu menolak dikenalkan dengan anak-anak teman Ibu?" Asmarini membuka pembicaraan begitu mobil yang mereka tumpangi perlahan meninggalkan gedung hotel tempat resepsi pernikahan tersebut berlangsung. "Ibu sudah bebaskan kamu untuk melepas perusahaan kita dan lebih memilih bekerja di perusahaan orang lain, tetapi sesuai janji kamu untuk urusan jodoh kamu biarkan ibu yang atur."

"Ibu, jodoh itu adanya di tangan Tuhan."

"Ariano!"

Ariano tersenyum, ia meraih tangan sang ibunda yang mulai dihiasi keriput samar menandakan usianya tidak lagi muda. Meski secara penampilan Ibunya masih sangat terlihat cantik dan segar terlebih karena Ibunya memang selalu menggunakan rias wajah dan rambut yang tergelung rapi, tetapi garis-garis usia itu tidak bisa dibohongi. "Ibuku yang cantik, Ibu tahu sendiri pekerjaanku sedang sibuk-sibuknya. Aku ndak punya waktu untuk kencan, aku takut nantinya malah mengecewakan calon-calon yang Ibu kenalkan, nanti Ibu juga yang ikut tidak enak sama orang tua mereka." Ariano mengelus lembut tangan sang Ibu dan mengecup punggung tangannya. "Ariano pasti akan menikah, tapi bukan sekarang. Nanti kalau pekerjaanku sudah senggang, aku janji akan menerima dikenalkan dengan siapapun pilihan Ibu."

Kiss the Boss [SUDAH TAMAT di DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang