What Am I to you

115 20 30
                                    


Berulang kali, kejadian atau maksud yang tidak pernah aku mengerti. Apa maumu dan apa arti aku ini untukmu? Aku jadi bertanya-tanya, oh atau tidak, mungkin kau yang lebih penasaran untuk apa aku melakukan semua ini. Baiklah, aku akan menjawab dengan sepenuh hati. Tapi masalahnya di sini, kau sama sekali tidak ingin mengerti tentang hubungan ini, Reina. Hanya ada aku yang bermain sendiri.

~What am I to you?~

Aku menatap matanya tajam namun ia tidak gentar untuk membalas dengan keyakinan tanpa dosa. Pandanganku turun ke pergelangan tangan, melihatnya menggenggam handphone dengan erat.

“itu… Bisakah kau mengaktifkan hanphonemu satu hari saja?”

Aku tahu kau akan menatapku lagi-lagi seperti itu. Tidak suka karena kutanyai apapun lebih lagi mengenai privasi. Privasi yang selalu kau agungkan lebih dari apapun yang pada nyatanya nyaris membuat kita hancur begini.

“Apa? Kenapa kau tidak menjawab?” tanyaku menaikan alis. Menunggunya menarik napas berat dan memejamkan mata bulatnya kuat-kuat.

“Jawaban apa lagi yang ingin kau dengar? Aku harus bagaimana lagi untuk mempertahankanmu, Namjun?!” ia melotot dengan urat leher yang menonjol sembari mengatupkan giginya rapat-rapat.

Bagus sekali. Sekarang ia mulai membalikan keadaan seolah ia yang terluka.

“Mempertahankan kau bilang?” aku mendengus dan tidak tahan untuk menerbangkan uap amarah ke udara dengan mendongakkan kepalaku. Memandangnya sesekali dengan tatapan yang tidak mengerti. Ketidakpahaman yang terus terjadi ini. Apa yang sebenarnya telah menyatukan kita? Aku berpikir terlalu jauh tentang Reina. Ini bahkan berbeda disaat pertama kali aku bisa tenggelam memandangnya berkat pesona yang sepertinya ia bawa sejak lahir. Aku mendekatinya hingga menjadi seperti sekarang ini agar setidaknya ia tahu bahwa ia telah merubah hal negative dalam diriku menjadi positife. Sedikitnya dalam keyakinan indra keenamku mengatakan bahwa ia adalah gadis yang bisa membawaku ke arah yang lebih baik. Tapi yang terjadi hanyalah aku yang nyaris menyesal tentang semua ini.

Aku baru pertama kali merasakan hal ini. Apa yang orang-orang biasa sebut? Cinta? Iya. Aku mulai mendalami hal itu dan entah mengapa aku merasa sangat bersungguh-sungguh.

Ibuku mengatakan bahwa perasaan ini hanya bersifat sementara namun aku tidak bisa menerimanya. Reina bukan gadis pada umumnya, dia berbeda.

~Flashback

Saat itu kelas sedang sibuk. Murid-murid kelabakan meminjam jawaban PR Matematika sebelum bel masuk berbunyi. Namjun yang tiba agak terlambat melihat semua temannya menyontek pada satu sumber yang sama lalu meributkan siapa yang lebih dulu boleh meminjam. Mereka saling tarik-menarik dan terjadilah kerusuhan. Namjun sebagai ketua kelas dan Min Yun-Gi, sang wakil ketua yang mendadak muncul, menyusul keterlambatannya juga masih berdiri di ambang pintu bersama. Sama-sama menyaksikan kericuhan yang terjadi sampai akhirnya buku itu tanpa sengaja melesat dan mendarat diujung sepatu Kim Namjun.

Semua orang tercengang. Tidak menyadari bahwa ketua kelas ‘tanpa ampun’ itu, juga wakilnya (setengah es batu) sudah muncul entah sejak kapan. Namjun terdiam sembari membungkuk memungut buku itu. Ia tidak bertanya siapa pemiliknya tapi dia tahu buku itu milik siapa.

“Reina,” sebutnya sambil menatap gadis itu beberapa meter dari hadapan. Gadis itu hanya balas menatap tapi tidak dengan kegugupan. Namjoon tahu, ia orang yang paling pandai mengendalikan diri. Sebab itu yang ia suka.

BTS FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang