4. Hujan

4.3K 125 6
                                    

"Nah... begini caranya buat kopi hitam untuk saya. Jadi kalau saya minta kopi hitam no sugar, kamu sudah tahu ya bagaimana cara membuatnya." Kata Ganda setelah selesai mengajari cara membuat kopi hitam kesukaannya. Dia bahkan harus sedikit berteriak karena derasnya hujan.

"Ribet ih pak. Gak praktis. Harus giling dulu. Mendingan beli kopi sachet-an beli di warung, simpel dan praktis, tinggal seduh air panas, jadi deh, tinggal disruput. Enak..." Mata Gadis memejam saat berucap enak seperti membayangkan sedang menikmati secangkir kopi. Ganda segera mengusir keinginan nakalnya untuk kembali memeluk Gadis.

"Kopi sachet? Ya ampuun jangan disamakan antara penikmat kopi dan yang hanya peminum kopi! Beda tahu." Ganda heran karena Gadis bisa berpikir kenikmatan meminum kopi yang dari biji kopi Arabika itu sama dengan minum kopi sachet yang dibeli di warung.

"Ah samaaa kok. Sama-sama kopi ini juga."

"Pokoknya tetap beda, sudah tidak usah mendebat. Dan yang pasti saya minta tiap pagi sudah tersedia secangkir kopi hitam seperti yang tadi saya ajarkan." Titah Ganda.

"Kok bapak menyuruh saya?" Tanya Gadis kesal.

"Yang gaji kamu tuh saya, jadi saya adalah bosmu selama saya berada di sini. Makanya kamu harus menuruti apa perintah yang saya berikan."

"Huuh... serah deh." Gerutu Gadis pelan tapi masih terdengar Ganda.

"Haa... apa? Kamu bilang apa barusan?"

"Iya... Pak Ganda, saya akan melakukan apa yang bapak minta." Jawab Gadis kesal.

"Hmm... hati-hati dengan ucapanmu, anak kecil. Kalau saja kamu bicara seperti itu pada lelaki hidung belang di luaran sana, kamu pasti akan disuruh macam-macam." Ganda tahu gadis di depannya ini adalah bocah polos tanpa punya pikirian negatif pada orang lain.

"Sudah saya bilang kalau saya bukan anak kecil, Pak Ganda! Dan maksud perkataan saya tadi adalah saya akan membuat kopi hitam setiap pagi seperti yang bapak minta. Gitu loh pak." Gadis kemudian membalik badannya dan mencuci peralatan yang tadi terpakai untuk membuat kopi, karena dia merasa sungguh mengantuk, ingin segera tidur.

"Kamu mau ke mana?" Tanya Ganda pada Gadis yang bersiap membuka akses pintu belakang villa utama.

"Ke situ pak." Tangan Gadis menunjuk ke arah rumah yang ditempati oleh bude dan pakdenya. "Saya sudah mengantuk, mau tidur. Hoaahm...." Gadis bahkan sudah menguap.

"Ini kan lagi hujan, lumayan deras pula. Di sini dulu saja, sekalian temani saya. Lagipula ini belum ada jam sembilan malam, kamu jam segini sudah mau tidur? Benar-benar anak kecil" Ganda menunjuk kursi bale di depannya, cukup lebar, seukuran kasur anak kost. Gadis bahkan bisa tidur di situ karena tubuh mungilnya.

Malas-malasan Gadis berjalan menuju Ganda. Duduk dengan mata terkantuk-kantuk. Layar televisi di hadapannya menyala, tapi Ganda memilih kanal berita berbahasa asing. Membuat Gadis malas berpikir keras untuk menterjemahkan apa kata news anchor. Sudah malam, dia sudah sangat lelah karena tadi terlalu lama berenang. Otaknya sudah tidak mau diajak bekerja sama.

Gadis, dengan mata yang kadang terpejam, tiba-tiba mendengar bunyi keyboard diketik, dia menoleh, ternyata Ganda sedang asyik dengan laptopnya. Tampak serius. Dengan mata yang sudah tinggal beberapa watt, Gadis mengamati lelaki tampan yang sedang serius bekerja.

"Bapak jam segini kok kerja sih? Kenapa gak tidur saja? Lagipula kan perjalanan bapak tadi lintas benua loh. Memang tidak capek pak? Workaholic boleh pak, tapi tetap harus mengutamakan kesehatan. Jangan diperbudak uang, gak akan dibawa mati ini. Hoahemm...." Antara sadar dan tidak Gadis berkata seperti itu.

A BOSS DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang