Part 24

55 2 0
                                    

Perkuliahan hari itu baru saja selesai, ketika gue keluar kelas dan tanpa ba-bi-bu tangan gue langsung ditarik oleh Ara menjauh. Yang mengejutkan, Ara menarik gue entah kemana tujuannya, dan gue ga sendirian. Ada dua teman ceweknya yang ikut bersama kami. Jadilah gue satu-satunya cowok diantara orang empat ini.

“eeett, mau kemana nih main tarik-tarik aja!” gue memprotes. Rupanya protes gue itu masuk telinga kiri keluar telinga kanan bagi Ara. Dia ga mempedulikan gue.

“woi mau kemanaaaa….” gue memanggilnya, sambil memandangi kedua cewek di samping gue, yaitu Rima dan Maya, teman se-geng Ara ketika di kampus.

“udah ikut ajaaa, ga usah bawel” Maya berkata ke gue sambil tersenyum misterius. Gue semakin bingung.

“lah ini mau kemana, May?” tanya gue bingung, “gue jangan diperkosa dong ah, bilang aja satu-satu….”

Maya menoyor kepala gue pelan.

“otak lo isinya mesum mulu ih!”

“lah abisnya ini mau ngapain?”

Ara yang sedari tadi diam saja ga mempedulikan gue, mendadak menoleh ke belakang, dan memandangi gue dengan kesel.

“diem”

Sepatah kata dari Ara itu langsung membungkam segala pertanyaan yang bahkan belum sempat keluar dari mulut gue. Mau ga mau gue menuruti apa rencana ketiga cewek ini.

Agak jauh dari situ, ternyata gue cuma dibawa ke kantin. Ah elah….

“May, lo bilang kek kalo mau ke kantin. Dari tadi pada nyulik gue kaya gue mau digantung dipojokan aja….” gerutu gue sambil duduk.

Maya tertawa. “Abisnya kalo lo kagak diginiin, mana mau lo nongkrong sama kita-kita.”

Gue menggaruk-garuk rambut sambil mengingat-ingat kembali. Memang benar apa yang dibilang Maya, gue selalu menghindar kalo diajak mereka bertiga makan di kantin. Bukan apa-apa, gue mau kok makan sama mereka di kantin, tapi biasanya ada temen cowok yang lain. Buat gue, susah untuk berlaku normal tanpa merasa canggung diantara cewek-cewek. Maklum, gue bukan tipe cowok yang pintar berbicara di depan cewek.

“lo mau pesen apa?” Ara bertanya ke gue.

“mi ayam aja kaya biasa”

“kebanyakan makan mi ayam muka lo kaya ayam” Ara cemberut.

“doyannya itu sih”

“makan nasi aja napa si” Ara menoleh ke papan menu besar yang terpajang di atas kemudian menoleh kembali ke gue, “nasi ayam goreng aja yah?”

“iya iya udah ayam goreng juga gapapa….” jawab gue pasrah. Padahal itu juga “ayam”, tapi kenapa ga dikatain kaya ayam juga….

Rima yang mendengarkan pembicaraan penuh paksaan antara gue dan Ara itu tergelak.

“so sweet banget sih kalian berdua, cewenya galak banget ngelebihin kucing hamil, yang cowo nurut-nurut aja….”

“kalo ga diginiin, dia ga bakal perhatian ama badannya sendiri, Rim” sahut Ara sambil duduk di samping gue dan melirik ke gue. Sementara gue cuma bisa menghela napas panjang.

“bagus dong, perhatian kan tanda sayang… ciyeee” goda Rima.

“apa? sayang? ogah banget gue….” timpal Ara.

“kalo sekarang sih ngakunya ga sayang, cuma waktu Gilang balik kerumah, ada yang curhat panjang lebar katanya kangen gitu deeeeh….” beber Maya sambil sok-sokan mengamati langit-langit kantin.

Gue terperanjat mendengar pengakuan Maya yang ember itu, dan menoleh memandangi Ara. Mukanya merah, dan tubuh bagian bawahnya bergerak-gerak. Kali ini gue ganti memandangi Maya di depan gue, dan dia cengengesan.

Dunia Yang SempurnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang