Door....
Kathleen terperanjat dari tidurnya. Suara tembakan nyaring begitu terniang di kepala, hingga terbawa ke alam mimpi.
Kathleen mengusap wajah dengan kesal. Andai saja ia lebih waspada mungkin hal itu tidak terjadi. Paling tidak Mike tidak terluka.
Sial, umpat Kathleen dalam hati. Ia mengutuk kecerobohan dirinya.
Kathleen menengok arah Mike yang terbaring pucat. Masih dengan tangan terinfus, alat bantu pernapasan serta alat deteksi detak jantung yang terdengar nyaring di kesunyian.
Kathleen turun dari sofa, dengan langkah pelan ia menghampiri Mike. Menatap sosok yang selalu cerewet dan bising itu kini nampak diam tak bertenaga.
Kathleen mengambil handuk lap serta air hangat untuk menyeka tangan serta wajah Mike.
Ini sudah hari kelima Mike masih tertidur nyenyak. Tidak menunjukkan tanda-tanda membuka mata. Hal itu semakin membuat Kathleen merasa kesal.
Ponsel di saku Kathleen bergetar. "Ya," sapa Kathleen dengan suara dingin.
"Aku sudah berhasil menangkap mereka. Mereka ada di sel markas. Seperti biasa mereka masih bungkam," ujar Ryan.
"Lakukan seperti biasanya!" ujar Kathleen sembari mengeram. "Aku akan ke sana setelah Arthur tiba."
"Oh, ya. Alex menunggumu," sahut Ryan sebelum mengakhiri panggilannya.
Kathleen termenung, memikirkan bagaimana dia harus bersikap pada Alex. Berterima kasih lantaran sempat menyelamatkan nyawanya atau menghajar pria itu lantaran satu peluru anggota Bloody mendarat di bahunya.
"Sialan. Baru kali ini aku bingung menghadapi orang. Bisakah aku membunuhnya saja. Ah, tapi Bloody terlalu menakutkan untuk dijadikan lawan. Tetap saja mereka menyebalkan untuk dianggap kawan," gumam Kathleen.
"Dan aku akan menjadi orang pertama yang akan menghentikan niatmu," jawab Damian sembari terkekeh.
Sontak Kathleen menoleh saat mendapati Damian berdiri tak jauh dari Kathleen.
"Sejak kapan kau ada di sini? Di mana Arthur?" tanya Kathleen penuh selidik.
Damian menghela napas sembari berjalan ke arah sofa.
"Ini yang membuatku memilih sendiri. Menjauh dari hal konyol yang kalian sebut cinta," celetuk Damian sembari merebahkan dirinya.
Hal itu tak luput dari mata Kathleen hingga membuatnya mendengus kesal karena Damian melantur dan tidak menjawab pertanyaan Kathleen.
"Aku tanya di mana Arthur?" kesal Kathleen.
"Arthur sedang sibuk menjadi orang bodoh keempat setelah kau," celetuk Damian semberi terkekeh.
"Kau ingin mati rupanya?" sinis Kathleen.
"Bukankah ucapanku benar. Sensor kewaspadaanmu menurun sejak mengenal Mike, terlebih saat kau di dekat pria lemah itu."
Kathleen menatap Damian lekat, meminta penjelasan pria itu. Sementara Damian hanya mengangkat kedua bahu serta tangannya menandakan jika analisa Damian benar adanya.
"Coba lihat Daniel, kakakmu itu terkontaminasi kekasih anehnya dan menjadi konyol karena amat-sangat menggilai kartun. Padahal dulu Daniel tidak menyukai kartun.
Yang kedua, Ryan. Pria bengis itu bak anjing peliharaan Crystal. Apalagi melihat cara Ryan bermanja pada Crystal. Sungguh perutku mendadak mulas ingin buang air besar.
Yang ketiga, kau sendiri. Tidak perlu aku jelaskan betapa konyolnya dirimu. Entah berapa kali kau nyaris mati, bertindak gegabah tanpa analisa panjang yang hampir membuat kepalaku pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being in Love
ActionAku pernah mencintai jauh sebelum aku membenci, hingga aku lupa akan rupanya. Aku pernah mencintai dalam, melebihi dasar lautan, hingga aku lupa daratan. Aku pernah mencintai tinggi hingga aku lupa jika aku tak bersayap. Yang tak aku ketahui apakah...