RT 2 - Debar

28 7 3
                                    

Suasana kantin mendadak ramai, jelas saja waktu istirahat yang dinanti para para siswa-siswi akhirnya tiba. Lapar melanda setelah berjuang mendapat ilmu dari sang pengajar.

Adrian duduk memojok di meja paling pojok sendiri. Memang Adrian tidak menyukai keramaian. Banyak tatapan-tatapan aneh yang ia hindari. Andian tahu mereka tidak menyukai kehadirannya di sekolah karena sifat introvert-nya.

Bakso dengan kuah pedas telah habis disantap. Es jeruk di dalam gelas tinggal setengah. Andrian kenyang, ia merogoh telepon selulernya di saku celananya kemudian memulai permaian game online yang tengah digemari masyarakat yaitu mobile legend.

Saat ia khusuk memainkan game online, Andrian mendengarkan celotehan-celotehan teman-temannya yang menurutnya sungguh mengusik ketenangannya. Banyak yang menghujat dan memuji Adrian fikir. Siapa gerangan yang menjadi pokus celotelah para temannya itu.

Andrian semakin penasaran.

"Sial, alim bener tuh cewek."

"Pakai cadar. Ih, kaya teroris saja."

"Neng mau kagak jadi bini abang?"

"Taaruf yuk."

"Kamu anak pindahan ya, dibalik cadarmu wajahmu cantik atau cecat? "

Gadis bercadar tersebut hanya diam berlalu tanpa menghiraukan celotehan teman-temannya barunya. Pastinya mereka sangat penasaran dengannya.

Deg.

Gadis bercadar itu lagi.

Dada Adrian berdebar kembali. Sontak saja ia memegang dada kirinya. Apakah aku mengalami kelainan jantung? Ada apakah dengan diriku apabila memandang gadis bercadar itu?

"Astaufirullah." Adrian ber-istifar dan mulai berkhayal.

***

Gadis bercadar yang bernama Maryam tersebut menyerngit heran. Ada seorang lelaki yang terlihat pendiam memperhatikan dengan intens. Ya, dia Adrian.

Maryam mulai risih kemudian bergegas menghampiri Andrian untuk menegurnya.

"Assallamuallaikum. Bolehkah saya bertanya dengan anda?"

Khayalan Adrian buyar, ia ketahuan oleh gadis yang ia pikirkan. Sungguh wajahnya memerah akibat menahan malu.

"Ah ... Ah .... Maaf. Wasallamuallaikum, kenapa?" gugub Adrian terbata.

"Maaf. Kenapa Anda memperhatikan saya sampai segitunya. Mohon maaf saya sebagai perempuan sangat tidak nyaman. Apa ada yang salah di mata anda tentang saya?" tanya Maryan kelembutan, mata teduhnya ia tatapkan ke bawah. Maryam sangat malu, dalam sejarah hidupnya ia berani menegur seorang lelaki.

Adrian tak berani berucap. Jantungnya semakin berdebar kencang kembali. Sungguh ia tak berkutik sama sekali. Rasanya ia ingin bersembunyi ke planet pluto agar Maryam tak menemukannya.

"Kenapa diam?" tanya Maryam kembali.

Tanpa tedeng aling-aling Adrian berani menatap Maryam kembali walaupun ia sangat gugup.

Para penghuni kantin juga keheranan melihat tingkah mereka berdua dan mulai berbisik-bisik membicarakan keduanya.

"Dada saya berdebar kencang saat mata saya tak sengaja memandang anda. Maaf," kata Adrian penuh kegugupan penuh kejujuran.

Marwah terkejut. Tiba-tiba badannya bergetar. "Apa yang kamu bilang?"

"Saya tidak tahu. Saya bicara jujur."

"Saya seorang perempuan, tak sepantasnya anda memandang saya sampai intent seperti itu. Saya mempunyai harga diri yang harus aku jaga. Maaf saya berbicara tegas dengan anda, karena anda seorang lelaki yang bukan mahrom saya," Maryam menjelaskan panjang lebar agar Adrian paham dengan posisi Maryam sebagai perempuan.

"Sekali lagi, maafkan saya. Saya mengaku salah dan tidak mengulanginya lagi atas Ke-khilafan saya. Tapi jujur dada saja berdebar kencang saat memamdang anda." Jujur Andrian dengan rasa bersalah.

Deg

Maryam mendadak pusing menyerang kepapanya.

"Anda memang salah. Saya bukan mahrom anda. Tak sepantasnya anda merendahkan saya. Saya kecewa. Seandainya anda benar-benar menaruh penasaran pada saya. Tolong datanglah kedua orang tua saya untuk memintaku. Assallamuallaikum. Saya pergi dan jangan di ulangi."

"Waallaikumsalam."

Alamak apakah ini lampu hijau buat Adrian. Adrian mendadak mulas dan bergegas lari ketoilet. Akibat pernyataan Maryam yang to the poin langsung menghunus jantungnya.

***

Rumah bercat abu-abu itu samakin dingin. Seorang lelaki baya tersebut tengah mandangi pecut yang terbuat dari rotan. Pecut tersebut merupakan koleksi terbaru yang ia beli dari daerah Ponorogo.

Cut cut

Ia mencoba memecut lantai dengan dari pecut yang dibawanya. Terdengan miris suara akibat pecutan tersebut. Lelaki paruh baya tersebut menyunggingkan senyum culasnya. Ahh ..., ia menunggu anaknya yaitu Adrian untuk melampiaskan kembali kemarahan dalam kehidupnya. Dan Adrian adalah korbannya.

"Anak nakal. Ayah menunggumu pulang."

Tbc.

Rentang WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang