Wajah Adrian kecut seperti cuka akibat kejadian memalukan di sekolah tadi. Sial, sampai di rumahnya pun mood-nya semakin butuk. Ayah Adrian yang bernama Purnamo memandangnya bengis. Ia tidak tahu, kesalahan apa yang ia perbuat hingga sang ayah sudah menunjukan ketidaksukaan kepada Adrian kembali. Padahal ia baru pulang dari sekolah.
Mata ayahnya sudah menatap tajam Adrian seakan menguliti. Atmosfirnya tiba-tiba mencekam. Adrian dilanda kepanikan. Apakah Adrian akan selamat sore ini jikalau ayahnya kan memukul Adrian sebagai samsak hidup?
"Mendekatlah buka bajumu," perintah Purnomo.
"Kenapa ayah suruh Adrian buka baju? Adrian mau ke kamar dulu baru menemui ayah," tanya Adrian. Juga ingin menghindari Purnomo secepat mungkin.
Adrian paham, ia berada dalam mode berbahaya. Entah apa yang akan dilakukan Purnomo kepadanya.
"Kurang ajar! Kau mau membantahku, hah !" teriak Purnomo dengan nada marah.
"Tidak ayah. Adrian tidak bermaksut membantah ayah. Kan Adrian baru pulang sekolah pastinya Adrian lelah, pengen bersih-bersih dulu."
Purnomo marah. Gelagat tubuhnya beraksi. Tubuhnya bergetar, wajah pun memerah seakan kemarahan telah mencapai puncak. Dengan cepat Purnomo melangkah cepat menuju Adrian. Adrian semakin takut, Purnomo berhasil menendang perut Adrian dengan keras.
Bruk
"Ahh ... Ayah !"
Adrian terjungkal hingga menghentak lantai keramik dengan keras. Darah segar berhasil keluar dari mulutnya akibat tentangan keras yang menghantam perutnya. Tubuh melemas. Perutnya mati rasa. Mata berkunang-kunang. Sungguh Purnomo sangat kejam kepada Adrian.
Sudut bibir kanan atas Purnomo menyunggingkan senyum remeh.
"Kau anak sialan! Beraninya kau membantah ucapanku. Tanpa aku kau bisa menikmati hidup! Uang, fasilitas kamu sekolah, makanmu semua ayah yang menuhin. Apa yang kau banggakan hah ...!" teriak Purnomo kembali penuh kesombongan.
Adrian tak berkutik. Memang benar yang dikatakan ayahnya. Tanpa ayahnya ia pasti akan terlunta-lunta di dunia. Walaupun ia harus rela menjadi samsak seumur hidup Purnomo. Lelah, kini Adrian rasakan.Ia ingin menjadi anak yang berbakti bagi Purnomo. Dan ingin menyadarkan Purnomo agar tidak bersikap kejam padanya. Apakah bisa? Adrian meneteskan air mata.
Masa bodoh dengan harga diri seorang laki-laki. Bukankan menangis merupakan hal wajar apabila sudah berada di titik bawah."Ampuni Adrian ayah. Adrian mengaku salah telah membantah perkataan ayah tadi," ucap Adrian penuh permohonan.
"Bagus. Seharusnya kau itu harus menuruti perintahku. Awas saja jika berani lagi, pasti ayah akan menghukummu tanpa ampun. Sekarang buka bajumu. Ayah mau mencoba pecut terbaru, pasti sangat bagus hasilnya."
Adrian tak berani membantah lagi. Ia berusaha pasrah pada hidupnya.Adrian ikhlas apabila mati di tangan Purnomo, karena ini baktinya seorang anak kepada orang tua. Bukankah takdir tidak memihak kepadanya.
Satu persatu kancing seragamnya ia lepas. Dan kini hanya tampak kaos singlet yang ia pakai. "Kaos singlet-nya dilepas juga tidak?" tanya Adrian takut-takut?
"Buka!"
Adrian bersimpuh di kaki ayahnya dengan keadaan setengah telanjang. Ia sudah bersiap-siap menerima cambukan dari Putrnomo. Matanya memejam.
Purnomo bergegas mengambil cambuk baru yang tadi di letakkan di sofa ruang tamu dan langsung menuju Adrian yang telah bersimpuh.
"Jangan berteriak! Pasti rasanya sangat geli bukan? Jadi bersiap-siaplah, Nak." Purnomo mencoba menenangkan Andrian dengan perkataan mengejak.
Cut ... Cut ... Cut ...
Satu persatu pecutan berhasil melukai badan Adrian, dan yang paling parah ada pada punggung. Tanpa suara diam-diam Adrian menahan kesakitannya dengan mengepalkan keras jari tangannya. Rasa ingin berteriak, ia terlalu takut jikalau Purnomo semakin beringas.
Cicak di dinding pun seakan takut mendekat dan malah menjauh ke arah yang lebih aman. Mungkin cicaknya merasa tak tega. Hewan pun mempunyai urat kasihan, tapi kenapa Purnomo tidak.
Bukankah Purnomo seorang manusia dan seorang ayah. Di mana akal sehatnya? Dimana rasa belas kasihnya? Apakah Purnomo mempunyai gangguan kejiwaan sampai segala warasnya terputus?
Sangat sadis. Dendamlah masa lalu yang membuatnya menjadi manusia kejam tak tersentuh, padahal di mata orang lain Purnomo merupakan sosok baik bak malaikat.
Pecutan demi pecitan masih Purnomo lakukan pada Adrian. Adrian juga sudah sangat kesakitan. "Adrian sayang ayah," ucap adrian lirih sebelum kesadarannya akhirnya roboh dan membuatnya pingsan dengan keadaan mengenaskan.
Purnomo yang melihat keadaannya pun seakan akan membanggakan dirinya. "Akhirnya kau lemah juga, kasihan sekali kau, nak. Gara-gara ibu bangsatmu kau menanggungnya." Purnomo meninggalkan Adrian tanpa berniat menyadarkan Adrian yang mungkin di ambang sekarat.
****
Keluarga yang harmonis merupakan impian sebuah keluarga. Tanpa ada kekerasan dan pertikaian. Canda tawa merupakan sebuah momen terbahagia.
Di ruang keluarga ini, Maryam tengah tiduran di paha uminya. Surai panjang nan legam tengah disisirin sang umi. Senyum terpatri pada bibir ranumnya menandakan kebagiaan bersemi di keluarga tersebut.
"Nduk, besok abimu pulang dari dinasnya."
"Beneran umi? Akhirnya setelah 2 minggu gak bertemu abi, umi. Besok Maryam bolos sekolah ya, umi. Sudah kangen."
"Gak boleh bolos, Maryam kan udah kelas 12 jadi harus rajin sekolah." bujuk umi Saroh kepada anaknya.
"Umi mah gitu, Maryam udah kangen abi, umi."
"Besok abi pulang sore kok, jadi umi sama Maryam bisa jemput abi di bandara."
"Beneran, umi gak bohong kan. Awas aja bohong entar Maryam aduin sama abi." ucap Maryam dengan nada manja.
Memang Maryam merupakan anak tunggal, jadi wajar saja Maryam akan manja bila bersama kedua orang tuanya.
Dengan gemas umi Saroh mencubit bibir Maryam. "Umi gak bohong, besok sepulang jemput abi kita akan jalan-jalan. Okay."
"Maryam sayang Umi sama abi." Sungguh berbahagialan Maryan. Kamu sangat beruntung dicintai orang tuamu.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Rentang Waktu
Teen FictionApa yang ada di benak kalian tentang rentang waktu? Coba pikirkan dan renungkan. Rentang ialah sebuah batas jangkuan dalam variasi tertentu Sedangkan waktu merupakan seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan dan keadaan menjadi satu padu. St...