Ayah dan Bioskop

242 23 0
                                    

Semasa aku SD hingga SMA, ayah kerap kali mengajakku pergi ke bioskop untuk menonton film apa saja yang ditayangkan di sana. Namun, ada beberapa genre yang sangat ayah hindari. Horror, Thriller, dan Fantasi. That's it. Ayah mungkin pembenci film Harry Potter nomor satu di dunia. Dia pasti akan mengejekku apabila diam-diam aku menonton film itu di televisi, ya biasanya beberapa stasiun televisi menayangkan film itu secara acak di waktu-waktu tertentu.

Sesuka apapun aku pada film fantasi, ayah tidak pernah sekalipun mendukung atau menyutujui argumenku. Ayah sangat membencinya dan mengatakan bahwa itu adalah hal yang sangat tidak masuk akal, impossible! Dengan begitu ayah sangat menyukai hal yang berbau realistis dan itu haruslah dibalut dengan kemasan humor. Hal ini lah yang kemudian membuatku paham alasan dibalik ajakan ayah untuk selalu menonton film bertema komedi di bioskop. Ya, sepertinya ayah sangat menyukai komedi, mungkin itu karena sifatnya yang humoris dan kepribadiannya yang memang suka melucu. Aku tidak menyayangkan hal itu. Aku suka ayah yang humoris.

Aku suka ketika ayah mengajakku nonton di bioskop. Aku pasti akan dibelikan tiket olehnya dan itu menbuatku dapat menyisihkan beberapa rupiah untuk kubelikan benda-benda yang sudah masuk ke "List to Buy". Pertama kali aku pergi ke bioskop karena ajakan ayah. Aku lupa film apa yang tepatnya kami tonton, tapi aku yakin itu pasti film berbau komedi atau memang film bagus yang sedang booming saat itu, seperti Laskar Pelangi, Ayat-Ayat Cinta, Ada Apa Dengan Cinta, dan lainnya.

Dulu, aku sangat senang menonton film apapun kepunyaan Raditya Dika. Mau segaring apapun ceritanya, aku pasti selalu mengajak ayah untuk menonton itu. Sebanyak apapun ayah mengeluhkan ceritanya yang tidak lucu atau fakta bahwa ia tidak suka melihat Raditya Dika bermain film, tetap tidak mengubah keputusannya untuk mengabulkan permintaanku.

Kalian pasti berpikir bahwa kami lebih sering pergi nonton bertiga secara keluarga kami yang sangat simple karena hanya terdiri dari ayah, mama, dan satu anak. Tidak. Aku malah lebih sering menonton film dengan ayah. Hanya bersama ayah.

Kami hanya pergi menonton di hari Sabtu ataupun Minggu, atau keduanya. Mama pasti sudah sibuk dengan kegiatan rumah tangga, seperti mencuci, memasak, menyetrika, dan sebagainya. Hal itulah yang membuat ayah mengajakku pergi ke mall untuk menonton ataupun menjelajahi toko buku. Ayah pasti merasa bosan di rumah, apalagi di Jakarta yang hanya memiliki gedung-gedung tinggi, beberapa mall, dan wisata buatan lainnya, yang sebenarnya bukan tipikal "ayah" sekali.

Ayah dan Gadis KecilnyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang