Summer : Chapter 5

199 23 3
                                    


Taksi yang dinaiki Summer berhenti di depan sebuah club yang sangat ramai. Alunan musik khas DJ terdengar sampai keluar club. Summer mengawasi sosok Axel yang baru saja masuk ke dalam setelah menyuruh salah seorang penjaga di pintu masuk memarkirkan motornya.

"Tolong tunggu di sini," pinta Summer pada supir taksi. Sudah mulai larut dan Summer tidak mau ambil resiko tidak kedapatan taksi untuk pulang.

Summer sengaja meninggalkan map dan tas punggung kecilnya di taksi, dan hanya membawa clutch pink-nya saja. Sebelum masuk ke dalam club, ia lepaskan kedua kuciran rambutnya dan memoles bibirnya dengan lipstick merah milik kakaknya yang kebetulan ada di dalam tasnya. Dua hari yang lalu Phoebe meminjam tas Summer, mungkin Phoebe lupa mengambil lipstick-nya, atau bahkan tidak sadar kalau benda itu tertinggal. Ini yang Summer benci dari Phoebe – tidak pernah ambil pusing masalah make up.

Setelah melepas cardigan putihnya, ia keluar dari taksi dengan kepercayaan diri yang dibuat-buat. Kalau tidak begitu, dia akan dicurigai sebagai anak di bawah umur – mengingat bagaimana model bajunya saat ini – dan akan diusir sebelum dia bisa mendapatkan banyak informasi penting mengenai Axel.

Saat melewati dua penjaga berwajah tidak bersahabat, Summer berusaha untuk tidak tampak tegang dan dia berhasil. Dia bisa lolos begitu saja tanpa perlu mereka menggeledah dan memeriksa kartu identitasnya. Rambut di gerai dan lipstick merah selalu bisa menjadi penyelamat. Setidaknya itu tips make up yang selalu jadi andalannya.

Hingar-bingar musik club memekakkan telinga Summer. Dia tidak habis pikir dengan orang-orang yang tampak biasa saja bahkan bisa menikmati alunan musik dengan volume yang luar biasa kencang.

Summer belum pernah masuk ke dalam club ini sebelumnya. Bagaimana tidak? Lihat saja interior dan gaya pakaian yang dikenakan pengunjungnya. Sejauh mata memandang yang Summer lihat adalah kumpulan dress yang biasanya di pakai model-model majalah Vogue atau Herper's Bazaar.

Jenis pakaian yang tidak akan pernah ia beli, but Phoebe does. Memang, kakaknya bukan tipe wanita yang mengerti soal fashion dan segala tetek-bengek itu. Penampilannya tidak pernah lepas dari kemeja dan rok pensil, dengan warna yang conservative – sementara Summer selalu ia belikan aneka gaya baju dengan ragam warna yang berbeda, Phoebe hanya tertarik memakai sesuatu yang simple. Bayangkan saja, di dalam lemarinya ada 5 kemeja dengan model yang sama dan warna yang sama. Tapi, Phoebe jelas punya selera tinggi untuk memilih brand pakaian, Dolce&Gabbana, Gucci dan Channel? Dia punya puluhan lebih di dalam lemarinya

Ini adalah kali pertama Summer masuk ke dalam club sendirian. Dulu ia pernah pergi dengan gadis-gadisnya, dan ia juga pernah ditemani Phoebe – sebuah pengalaman yang lebih baik ia lupakan. Saat bersama teman-temannya di club memang menyenangkan, tapi ini berbeda. Tanpa ada siapapun yang menemani, ia merasa asing dan sedikit takut.

Masuk ke dalam club seorang diri memperbesar resiko digoda pria hidung belang atau-lebih parahnya lagi – seseorang bisa saja melakukan sesuatu yang jahat lebih dari sekedar menggoda. Terbangun di suatu tempat yang tidak diketahui-tanpa mengingat apa yang sebelumnya terjadi-dalam keadaan 'berantakan' tentu merupakan mimpi buruk setiap perempuan. Termasuk Summer, Phoebe bahkan pernah mendaftarkan Summer untuk mengikuti kelas beladiri selama liburan musim dingin saat SMA dulu. Antisipasi kalau-kalau Summer terjebak dalam situasi yang 'berbahaya'.

Terlalu banyak orang di sini. Tidak hanya lantai dansa, sofa atau bangku yang berjajar di depan bar pun penuh. Mereka yang tidak kebagian tempat duduk berdiri di setiap sudut club. Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki, tipe-tipe kaum adam yang patut di hindari. Tujuan mereka ke sini adalah 'menggaet' perempuan. Mereka akan menawari sasaran mereka minuman alkohol berkadar tinggi, membuatnya mabuk, dan apa yang terjadi selanjutnya tidak perlu dijelaskan lagi.

Summer I'm In LoveWhere stories live. Discover now