Prolog

224 29 90
                                    

07.55

Seorang gadis terus mencoba membuka pintu gerbang sekolah. Jangan salahkan dirinya jika gerbangnya rusak karena ulah gadis berperawakan tinggi, kulit sawo matang, rambut bergelombang yang tergerai indah.

"Jangan di dobrak, di ketuk aja. Tapi jangan deh, pulang aja!! kan terlambat." Pak Aziz selaku pak satpam menatap datar gadis yang terhalang pagar besi.

"OK, aku pulangin batu bata ke rumah bapak." ucapnya lalu berlalu dari hadapan pak Aziz.

Pak Aziz mencerna ucapan batu bata yang di kirim ke rumahnya. Sedetik mulutnya serta matanya membola. "Neng, bapak bukain gerbang nih!!" teriak pak Aziz keringat dingin.

Ia tidak bisa menganggap remeh ancaman dari seorang Devisa. Apa yang ia katakan, itu juga yang ia akan lakukan.

Devisa melewati jalan samping dan memancat pohon mangga di samping tembok sekolah. Anak lelaki SMA Lentera Kasih.

BRUK!!!!

pendaratan yang begitu sempurna, Kakinya menjadi tumpuan. Seakan sudah terbiasa memancat pohon.

Dengan cekatan ia berlari melewati koridor yang kini telah sunyi, matanya berlari ke segala arah. Takut-takut ketua keamanan sekolah menyapa bahkan memberikan sebuah rompi bencana padanya.

GLEDEBUK!!!

"Awsh" ringisnya mengusap lutut yang memerah.

"Ish, jadi ini yang buat gue jatuh!!" monolognya memegang tali sepatu lalu mengikatnya dengan cepat, ruang kelas berada pada ujung koridor paling kanan membuat ia harus segera sampai.

Melangkah pun percuma, senyum ejekan tercetak jelas di wajah seorang cowok yang menghampirinya. Tidak lupa rompi kuning yang sedari tadi ia hindari.

"Devisa Alexandra, telat setengah jam plus wajah kering, bibir pecah-pecah dan rambut yang acakan." ejekan itu terlontar dari bibir ketua keamanan sekolah.

Devisa terkenal bukan hanya karena cantik dan pintar, tetapi karena kenakalan terhormat yang selalu ia lakukan, pada guru juga pada teman-temannya.

Devisa melotot tak percaya, mendengar penuturan cowok canggung blasteran portugis yang selalu menjadi most wanted SMA Lentera Kasih.

"Cukup telatnya aja. Nggak usah lo perhatikan ampe ke wajah gue!! dasar cermin retak." Devisa mendengus sebal, dengan kasar ia mengambil rompi merah.

"Hukumannya hitung daun kering di taman belakang." ucapnya sembari memberi rompi merah pada Devisa.

"Dan karena kamu nggak sopan maka hukumannya di tambah dengan menghitung rambut mati yang ada di kepala lo!!" lanjutnya menahan tawa.

"Siap. Devon Alexo Diasz, ayahnya Roberth Diasz" Devisa memberi hormat kemudian ia memakai rompi merah.

SMA Lentera Kasih sangat disiplin, untuk itu mereka menerapkan bagi siswa yang terlamabat harus mengenakan rompi kuning. Tidak boleh di lepas sampai pulang sekolah. Hal itu yang membuat Devisa berlari dengan kecepatan tinggi ke kelas. Namun percuma saja.

"Ayah lo juga, kutu!!" Devon mengeram kesal.

Devisa dan Devon adalah saudara yang tidak pernah akur, dan tak pernah ada yang tau jika mereka berdua adalah saudara. Devon hanya memakai nama tengahnya, sedangkan Devisa memakai marga mereka.

Devisa terkekeh pelan melihat Devon yang begitu kesal. Tanpa Devon sadar, Devisa menyetil hidung Devon lalu berlari meninggalkan Devon yang meringis kesakitan.

Devisa berhenti tepat di depan kelas, lalu memasang senyum andalan yang selalu ia perlihatkan kemudian membuka pintu kelas.

"Selamat pagi bu Kahi, maaf saya telat!! tadi ada Ultraman yang harus di selamatkan." katanya dengan senyum tecetak jelas.

Milik DevisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang