Pacar Orang

79 25 41
                                    

Pacar orang adalah pacar kita juga, karena kita adalah orangnya.

Kelas hening, hanya tarikan napas gusar yang di dengar. Mereka di kejutkan dengan Biologi Brain Quiz, soalnya lebih rumit dari soal hati. Hampir semua soal berisi nama-nama Latin dan mereka sangat benci itu.

Tiga kali ketukan pintu terdengar memberi peluang untuk mereka. Ibu Asmi membuka pintu, memperlihatkan seorang murid baru. Bu Asmi menatapnya beberapa detik, terlihat dari mode rambut sampai pada atribut sekolah kelihatan dia anak rapi dan santun.

"Masuk dan perkenalkan diri kamu." Bu Asmi melangkah masuk mendahuluinya lalu duduk di kursi khusus untuk guru.

"Anak-anak kita kedatangan siswa baru" ucapnya lantang, mengundang perhatian mereka.

Anjiir, ganteng parah

Gila, itu muka kinclong bet

Wes, Ayah dari anak-anak gue dongs

Seperti itu celetukan dari berbagai siswi. Mereka terpana dengan wajah tampan dan juga tubuhya yang tinggi tegap.

Ia berdiri di depan kelas. "Nama saya Milik Gewil Haryono, pindahan dari Surabaya High School." ia berucap dengan tenang.

"Milik, lo keren parah. I say yes lo jadi milik gue." Trini, si gadis centil berucap sambil bertepuk tangan senang.

"Ngaca woi, muka lo kek spon cuci piring mana mau Milik sama lo." cibir Putri dan juga lainnya.

Bu Asmi yang resah pun melerai mereka. Dari sudut ruangan, Arzera mengangkat tangan.

"Bu saya pindah di depan biar lebih fokus bu." tanpa menunggu jawaban dari ibu Asmi, Arzera mengambil tas dan buku-bukunya lalu maju duduk di depan.

"Milik, kamu duduk di dekat Devisa." ucapnya lalu melihat jam yang melingkar di tanganya. "10 menit lagi kumpul BBQ." lanjut bu Asmi.

Sebuah Earphone menyumpal kedua telinganya. Lantunan musik pop mengalun memberi efek tenang padanya.

samar-samar ia mencium aroma mint, semakin tercium dan menyita perhatiannya. Namun kertas jawaban lebih menarik dari aroma tersebut. Fokusnya masih di kertas yang di penuhi jawaban, hanya tersisa satu soal dan selesai.

Ia menyodorkan kertas jawaban ke samping. "Lo tulis cepet." ucapnya, tetapi tidak ada pergerakan apa-apa. Biasanya kertas itu akan cepat di ambil, lalu mengapa kertas itu hanya tinggal tempat.

"Apa Arzera masih marah padanya?" batinya bertanya-tanya.

Betapa terkejutnya ia mendapati cowok baru yang tidak tau aturan duduk di sampingnya.

Devisa berdiri ." Lo ngapain duduk di samping gue ?" tanyanya menyilangkan tangan di dada.

"Perintah dari bu Asmi, kamu lihat semua tempat duduk telah penuh. hanya kamu yang tempat duduknya kosong." jelasnya menatap ke segala. sudut ruangan kelas.

Perutnya melilit, hatinya seperti di kelitiki setelah mendengar Milik memanggilnya kamu.

Matanya menjelajah ruang kelasnya. Benar saja, semua bangku telah penuh, lalu dimana Arzera. Matanya memincing pada Arzera yang sedang duduk berpikir.

"Tapi ini bangku sahabat gue!!"  Devisa maju selangkah.

Milik tetap tenang dan tidak mundur, jauh dari dalam hatinya ia merasa sangat terintimidasi dengan sikap Devisa.

"Teman kamu yang pindah ke depan, saya tidak menyuruhnya untuk pindah."

Perdebatan mereka mencuri perhatian teman sekalasnya, begitu pun ibu Asmi. Mereka meresa geli mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Milik.

Sangat formal, ia seperti sedang menghadiri rapat petinggi negara. Nada suaranya pun begitu jernih.

" Devisa, ibu yang menyuruh Milik untuk duduk di samping kamu. Sekarang kumpul jawaban kamu.!!" Devisa mengambil kertas jawaban dengan kasar lalu melangkah menubruk Milik dan maju ke depan.

Kemudian ia menghampiri meja Arzera. Devisa bisa kertas jawaban Arzera masih kosong.

Brak

Arzera" terlonjak kaget, ia merinding melihat raut wajah Devisa. "Lo kalau marah ya tonjok gue, bukan ngambek kek Trini!!" Devisa marah.

"kenapa nama gue di bawa-bawa coba" cicit Trini pelan. Ia takut kena amukan Devisa juga.

"Bu, saya mau ke ruang BK. hukuman tadi pagi lagi menunggu!!" Devisa keluar dari kelas. Dengan semangat empat lima, ia berjalan ke ruang BK.

Sebelum sampai di ruang BK, pak Herman lebih dulu melihat Devisa saat keluar dari ruang guru.

"Mau kemana kamu ?" tanya pak Herman.

"Mau ketemu bapak, jedag jedug hati aku pak memikirkan hukumannya pak!!" Devisa berucap dengan semangat, seakan hukuman ada hadiah.

"Main basket terus teriak saya cewek bar-bar!!"

"Lah pak, tanpa teriak pun mereka udah tau saya bar-bar."

Pak Herman menarik napas kesal. Berhadapan dengan Devisa memang butuh mental kuat, murid lain begitu segan padanya. tapi lihat Devisa, ia begitu santai dan tidak ada takutnya.

🍃🍃🍃🍃🍃🍃

Baju Devisa begitu kotor, ia bermain basket di lapangan yang masih penuh dengan genangan air hujan.

"Gue cewek bar-bar!!" teriaknya setiap kali bola terpantul.

Bel istirahat berbunyi, banyak siswa yang memilih tempat favorite mereka. kantin, perpustakaan, taman, dan danau buatan di belakang sekolah.

Dari ujung koridor sekolah Devisa bisa melihat dengan jelas, Milik sedang berjalan ke arah kantin bersama Trini.

Mendadak sekitarnya terasa panas. Devisa membanting bola asal, lalu melangkah pelan menuju kantin.

Setelah tiba di kantin, matanya yang tajam bak mata elang mencari keberadaan Milik dan Trini.

Milik dan Trini sedang bertukar cerita. Devisa mengambil kesempatan untuk bisa mengenal Milik lebih jauh. Devisa tersenyum miring, lalu duduk di samping mereka. "Gue gabung sama kalian!!" ucap Devisa tanpa bisa di bantah.

Milik hanya diam menatap datar Devisa, sedangkan Trini hanya tersenyum kaku.

"Lo punya pacar?" tanya Trini.

"Saya sudah punya pacar." Milik berkata, sekilas ia meneliti setiap sudut kantin.

"Berasa duduk sama ketua MPR!!" timbrung Deviasa acuh tak acuh.

Tanpa Devisa duga Arzera datang membawa tiga mangkuk bakso dan dua jus mangga.

"Dua mangkuk bakso buat cewek bar-bar dan jus mangga." Arzera menyodorkan mangkuk bakso itu pada Devisa.

"Lo nyogok gue?" Devisa mendengus geli. bisa-bisanya ia di sogok dengan makanan kesukaannya.

Arzera sangat tahu mengembalikan mood Devisa. Jika ia marah, beli bakso atau ajak ke mall. Jika badmood ia akan ke rooftop dengar lagu selow dan tidur.

"Tapi makasih lo ya, gue laper banget!!" sambungnya langsung melahap bakso.

Milik merinding melihat cara makan Devisa, berbeda dengan Arzera dan Trini yang sudah biasa melihat Devisa seperti itu jika makan bakso.

Milik kembali menyantap makanannya. Keadaan nampak hening menikmati makanan.

"Kalian tau nggak pacar orang itu pacar kita kita juga!!" Devisa berucap setelah itu menyeruput jus mangga.

Mereka bertiga saling tatap, mencoba mencerna perkataan Devisa.

"Pelakor dan Pebinor dong!!" beo Trini semangat.

"Bego di piara, yang gue bilang itu pacar bukan laki atau bini orang" Devisa bedecak pelan.

Trini hanya terkekeh pelan menanggapi Devisa. "Pacar orang itu pacar kita juga, karena kita adalah orangnya!!" Devisa tersenyum bangga. berbeda dengan Milik, Arzera dan Trini, mereka hampir keselek makanan yang mereka telan.

Darimana Devisa bisa berpikir seperti itu ? yang benar saja!! dunia boleh terbalik tetapi kisah cinta jangan terbalik.

Milik DevisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang