Katanya, Mark Lee adalah lelaki pujaan semua orang.
Tetapi jangan pernah melupakan kata-kata, jika semua manusia yang hidup memiliki topeng kepalsuannya masing-masing.
Ft. Mark lee NCT✨
Lula terkejut ketika mendapati wajah Asha yang melongok dari luar pintu toilet. Gadis itu masuk dan menghampirinya untuk mencuci tangan seperti apa yang Lula lakukan sekarang.
"Sorry, gue... abis dipanggil pak Seo tadi,"
"Hah ngapain?"kening Asha mengerut bingung, menatap Lula dari pantulan cermin. "Berarti lo denger dong apa yang dibicarain Mark sama Hendery didalem?"
".... enggak, kok. Gue masuk pas mereka udah selesai."
Helaan napas Lula dapati dari Asha. Gadis berambut curly dengan warna hitam pekat itu memutar tubuhnya menyandar pada wastafel yang ada dibelakangnya sembari menoleh menatap Lula dengan kening mengerut seolah-olah sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Gue heran deh, murid sebaik Mark ternyata bisa terlibat dalam hal receh semacem ini? Ya.. well, lo tau kan, Lul, Mark itu tipe anak yang masa bodo sama perkelahian? Selama dia hidup disekolah, nggak ada tuh rumor jelek tentang tuh cowok."
"..... terus tiba-tiba, nggak ada angin, nggak ada hujan, dia berantem sama Hendery? Apa.. Hendery yang ngajak ribut si Mark, ya?"
Lula tersenyum miris diam-diam. Fakta yang sebenarnya dia ketahui sejak lama, bahwa Mark memang selalu sempurna dimata siapapun.
Mereka hanya tidak tahu yang sebenarnya.
"Cuma Tuhan dan mereka aja yang tau, udah ah cabut ke kelas yuk,"
Mereka pergi, meninggalkan Mark yang bersandar ditembok toilet dengan mata terpejam dan senyum miring yang hadir diwajah dinginnya.
*****
"Hari ini gak ada jadwal latihan ya,"suara nyaring Hendery terdengar ditribun sekolah yang membuat langkah Lula tertahan ketika hendak menghampiri.
Hendery berbalik badan, sejenak memandangi Lula yang terdiam ditempat sebelum melangkah pergi dengan raut wajah datarnya meninggalkan Lula dan beberapa anak dari anggota musik ditribun. Mereka jatuh terduduk dibangku panjang sembari misuh-misuh satu sama lain.
"Pasti karena kejadian tadi, deh."
"Iya, gara-gara berantem sama kak Mark ya?"
"Kak Mark yang ganteng itu, ya? Yang selalu bawa kejuaraan pas ngikutin lomba? Ih, dia kan ramah banget, senyum terus."
"Lul,"satu panggilan membuat lamunan sejenak yang dibuat Lula buyar dan teralih dari pembicaraan yang dilakukan beberapa anggota musik itu. Dia mendongak dan menemukan satu pasang mata sedang memandanginya dari jarak yang sedikit jauh ditribun sana, lebih mojok dari anak-anak lainnya.
"Gue udah lama nggak ngeliat lo,"Lula menghampiri Dejun dengan senyum tertahannya. Dia duduk dihadapan lelaki itu dan bertopang dagu, memandangi Dejun yang hendak memainkan gitar yang ada ditangannya itu.
Hening menjeda mereka. Hanya ada bunyi petikkan gitar yang mengisi kekosongan keduanya dengan suara Dejun yang mengalun lembut. Sejenak mereka mendapat perhatian lebih dari beberapa anggota lainnya, namun hanya sebentar sebelum mereka memilih untuk pamit dan pergi meninggalkan Lula juga Dejun berdua ditribun sekolah.
"Hendery berantem sama Mark, ya?"
"Iya."kata Lula pelan, menghembuskan napasnya. Dia menatap Dejun yang menaruh gitarnya untuk menyandar dibangku tribun, lalu berbagi tatapan dengan Lula yang terdiam bingung ditempat.
"Kenapa, Jun?"
Dejun menggeleng. "Enggak, gapapa. Lo cabut gih, kan nggak ada latihan ini."
"Soal lo di skors?"
"Lo gak perlu tau,"Dejun terkekeh pelan, mengacak rambut Lula sejenak sebelum berdiri dan pamit untuk pergi dari hadapan gadis itu, meninggalkan Lula dengan kesendiriannya bersama tanda tanya yang belum ada jawabnya.
Lula menghembuskan napasnya, menundukkan kepalanya dalam dan tenggelam dalam pikirannya seorang diri.
Tentang hari ini yang ia lalui dengan sedikit senggolan aneh. Perihal perkelahian yang terjadi antara Mark dan juga Hendery yang belum ada jawabnya. Dia tergugu bingung, mengapa hal seperti itu kembali terjadi pada Mark? Lelaki itu pernah berjanji satu hal padanya, dan sepertinya..
"Kalau orang nelfon, diangkat."
Kepala itu tertoleh secepat kilat, seolah-olah terkejut akan atensi baru yang hadir tiba-tiba padahal belum ada lima menit kepergian Dejun terakhir ditribun ini.
Lula bergeser pelan dengan raut takut ketika mendapati Mark berdiri disampingnya dengan raut wajah dinginnya yang khas.
"Lo tuli apa gimana diajak ngomong malah diem?"katanya sinis. Begitu setelahnya, Lula mendapati Mark menarik lengannya agak keras hingga dirinya maju sedikit mendekati lelaki itu. Mark tanpa banyak bicara merampas ponsel Lula yang ada disaku seragam dan membuka locknya dengan cepat.
Tidak susah untuk Mark tahu apa password yang Lula gunakan. Masih sama, seperti 2 tahun yang lalu. Dan Mark tersenyum miring akan hal itu.
"Kenapa lo silent? Lo sengaja?"desis Mark, menyerahkan kembali benda pipih itu pada Lula yang masih betah dengan keterdiamannya.
"Eng–enggak, tadi aku kan mau latihan band. Aku kira.. bakalan jadi, makanya aku silent."
"Lo ngomong apa aja sama Dejun?"tembak Mark langsung. Dia membenarkan sejenak rambutnya tepat didepan Lula yang terdiam. Tampan. Kata suara hati Lula disana. Mark selalu jadi Mark yang masih dia sukai dua tahun lalu. Sayangnya, Mark tidak pernah seperti ada diposisinya.
Seenaknya memainkan perasaan orang lain. Lula menghela napas menyadari apa yang baru saja terlintas dipikirannya.
Mark yang jahat, namun diagung-agungkan oleh hampir semua orang. Dan bodohnya, Lula masih diam dengan semuanya.
"Nggak ngomong apa-apa, kok."
"Lo tau kan kalau lo bohong, bakalan gue apain?"
"Mark,"
"Gue masih punya foto-foto lo waktu dulu, Lul. Lo mau berani sampe mana? Gue masih liatin,"Mark menundukkan kepalanya, menatap galaksi binar Lula yang terlihat sendu.
Tubuh Lula jatuh merosot dengan lemas. Dia menunduk, mencoba untuk menahan tangisnya yang hampir pecah bagai sungai yang mengalir deras.
Dan Mark menatap gadis itu dengan kilatan marahnya. Tangannya merayap merenggut dagu Lula kasar hingga mereka saling melempar tatapan berbeda dibawah atap tribun sekolah.
Mark dengan amarahnya, dan Lula dengan keterdiaman bodohnya.
"Gue nggak suka rambut lo disentuh orang lain kayak tadi, ngerti lo?"
Lula mengangguk pasrah.
Pada akhirnya, Mark pergi dengan langkah angkuhnya, meninggalkan Lula beserta airmatanya yang menetes mengalir dengan makna kesedihan.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wkwkwk seneng kalau kalian suka cerita ini!! jangan lupa vote dan komen ya^^