Bagaikan kilat, Pandan Wangi menebaskan pedangnya ke arah Nyai Sutirani. Serangan si Kipas Maut yang begitu cepat dan mendadak sekali itu, tidak sempat disadari. Akibatnya wanita tua itu tak mampu lagi menghindar.
Cras!
"Aaa...!" jerit Nyai Sutirani melengking tinggi.
Pedang Pandan Wangi merobek dada wanita tua itu. Seketika darah muncrat keluar dengan deras sekali. Nyai Sutirani terhuyung-huyung ke belakang sambil mendekap dadanya yang berlumuran darah. Dan sebeum sempat menyadari apa yang terjadi, Pandan Wangi sudah cepat kembali membabatkan pedang, langsung diarahkan ke leher wanita tua bertongkat hitam itu.
"Hiyaaat..!"
Bret!
"Aaa...!" untuk kedua kalinya Nyai Sutirani menjerit panjang melengking tinggi. Wanita tua itu langsung ambruk ke tanah. Sebentar tubuhnya menggelepar meregang nyawa, kemudian diam tak bergerak-gerak lagi. Kehadiran Pandan Wangi yang langsung menewaskan Nyai Sutirani begitu cepat, membuat tiga orang tua lainnya jadi terperanjat. Mereka segera berlompatan mundur, dan langsung berpaling ke arah Pangeran Argabaja.
Bukan main terkejutnya mereka begitu melihat Pangeran Argabaja sudah tergeletak tidak bernyawa lagi. Darah masih mengucur deras. Dari dada dan lehernya. Sementara itu Pandan Wangi sudah menghampiri Rangga.
"Keparat..! Kau harus membayar nyawa Pangeran Argabaja!" geram Ki Sundrata seraya menatap tajam Pandan Wangi.
"Dia sudah pantas menerima kematiannya," sambut Pandan Wangi dingin.
"Bocah keparat..! Mampus kau! Hiyaaa...!"
Ki Sundrata tidak dapat lagi menahan kemarahannya begitu mengetahui junjungannya tewas. Tubuhnya cepat melompat menerjang Pandan Wangi. Namun belum juga sampai pada gadis itu, mendadak saja Pandan Wangi melemparkan pedang disertai pengerahan tenaga dalam ke arah laki-laki tua bertongkat hitam itu.
"Yeaaah...!"
"Wus...!"
Bles!
"Aaakh..!"
Akibat terlalu dipenuhi amarah yang meluap-luap Ki Sundrata tidak bisa menguasai diri. Dan inilah yang mengakibatkannya lengah. Pedang yang dilemparkan Pandan Wangi tepat menancap di dada laki-laki usia lanjut itu, hingga tembus ke punggung.
Keras sekali Ki Sundrata jatuh ke tanah. Tubuhnya nenggelepar sebentar, kemudian diam tak bergerak-gerak lagi. Pandan Wangi menghampiri mayat Ki Sundrata, lalu mencabut pedang dari dada laki-laki tua itu. Saat ini, Pandan Wangi merasa dirinya telanjang. Tapi dengan pedang yang ditemukan tergeletak di tanah tadi, kini dia tidak lagi merasa terlalu telanjang. Baginya yang terpenting sekarang, memegang senjata. Dan pedang ini sudah meminta tiga nyawa. Gadis itu kemudian kembali menghampiri Rangga.
Sementara Ki Pulung dan Nyai Amoksa nampak pucat melihat tinggal mereka berdua saja yang masih hidup. Sementara di sekitamya banyak bergelimpangan gadis yang sudah tidak bernyawa lagi. Beberapa masih terlihat hidup, namun keadaannya tidak lagi memungkinkan bisa berdiri. Yang terdengar hanya rintihan halus mereka.
"Aku akan mengampuni, jika kalian mau menunjukkan di mana senjata kami tersimpan," kata Rangga, tajam nada suaranya.
Ki Puking dan Nyai Amoksa tidak segera menjawab. Mereka saling berpandangan sebentar, lalu memandangi mayat-mayat yang bergelimpangan di sekitarnya. Mereka sadar, kalau tidak mungkin melawan Rangga dan Pandan Wangi hanya berdua saja. Sedangkan berempat saja, sukar mendesak Pendekar Rajawai Sakti tadi. Mereka menyadari kalau kemampuannya masih berada di bawah pemuda tampan berbaju rompi putih itu.
"Kami tidak tahu, di mana senjata-senjata itu. Senjata kalian disimpan Kanjeng Ratu. Jadi hanya Kanjeng Ratu sendiri yang tahu," ujar Ki setelah berpandangan sebentar pada Nyai Amoksa.
"Benar! Kami tidak berdusta. Hanya Kanjeng yang tahu, di mana senjata itu disimpan," sambung Nyai Amoksa.
"Di mana ratu kalian?" Ranya Rangga.
"Di dalam istana," sahut Nyai Amoksa seraya menunjuk ke arah sebuah bangunan yang megah dan tampak anggun.
Rangga dan Pandan Wangi mengarahkan pandangan ke bangunan yang ditunjuk Nyai Amoksa sebentar. Kemudian, mereka kembali memusatkan perhatian pada dua orang tua ini.
"Kalian harus mengantarkan kami ke sana," perintah Rangga.
"Tapi...," Nyai Amoksa ingin menolak.
"Tidak ada tapi-tapian!" bentak Rangga memotong.
Tak ada pilihan lain lagi bagi kedua orang itu. Rasanya mereka benar-benar terpojok sekarang ini. Pilihan apa pun yang dijatuhkan, akan berakibat sama. Apalagi mereka sudah yakin tidak akan mampu menandingi Pendekar Rajawali Sakti. Dan mereka tidak ingin mati seperti kedua temannya. Tapi jika menuruti permintaan pemuda ini, mereka pun juga akan mati. Sebab, Penguasa Samudera sudah pasti akan membunuh mereka karena dianggap berkhianat. Satu pilihan yang sulit, tapi itu harus.
"Kalau kami tunjukkan, apakah kalian akan menjamin keselamatan kami berdua?" Tanya Ki Pulung.
"Itu urusanmu sendiri!" dengus Pandan Wangi ketus.
"Kalau begitu...."
Belum lagi Ki Pulung selesai berkata-kata, mendadak saja secercah cahaya merah meluruk deras ke arah laki-laki tua itu. Begitu cepatnya, sehingga Ki Pulung tidak sempat lagi berkelit menghindar. Dan...
"Aaakh...!" Ki Pulung menjerit kencang begitu cahaya merah itu menghantam tubuhnya.
Seketika Ki Pulung terjatuh ke tanah, lalu menggelepar seperti ayam disembelih. Tampak dadanya menghitam hangus bagai terbakar. Perlahan-lahan tubuh laki-laki tua itu meleleh hancur disertai kepulan asap tipis berwarnah merah.
Melihat kemarian Ki Pulung yang begitu mengerikan, Nyai Amoksa jadi gemetar. Lalu, dia cepat berbalik dan berlari kencang. Tapi belum juga berlari jauh, mendadak saja sebuah bayangan biru muda berkelebat cepat bagaikan kilat menghadang perempuan tua itu.
Tahu-tahu di depan Nyai Amoksa sudah berdiri Dewi Penguasa Samudera. Maka Nyai Amoksa langsung berlutut di depan wanita cantik itu. Dipandanginya Rangga dan Pandan Wangi yang berdiri agak jauh. Wanita cantik itu melangkah dua tindak ke depan. Tampak di kanan dan kiri pinggangnya tergantung dua pedang, yang sudah pasti milik Rangga dan Pandan Wangi. Sementara di tangan kanannya tergenggam sebuah kipas baja putih keperakan yang terkembang. Itu pun juga milik Pandan Wangi. Seakan-akan wanita ini ingin menunjukkan kalau sudah bisa menguasai senjata itu, dan kini tinggal menguasai pemiliknya.
"Perempuan setan...! Kembalikan milik kami!' bentak Pandan Wangi menggeram sengit.
"Aku rasa kekasihmu tidak menginginkan benda-benda ini kembali. Dia sudah mengatakan, hanya meminta kau saja, dan bukan benda-benda ini," ujar Dewi Penguasa Samudera lembut dan terdengar tenang sekali.
'Perempuan keparat..! Kau selalu saja mencari gara-gara!" geram Pandan Wangi semakin sengit.
"Ha ha ha...! Kau salah kalau menuduhku Pandan Wangi. Seharusnya tuduhlah kekasihmu. Dia yang membuat semua ini terjadi," Dewi Penguasa Samudera menunjuk Rangga.
"Kau jangan memutarbalikkan kenyataan, Penguasa Samudera!" dengus Rangga.
"Kau murid Pendekar Rajawali, bukan...?" Dewi Penguasa Samudera bernada ingin meyakinkan dirinya sendiri.
"Benar! Dan pedang itu warisan dari mendiang guruku," sahut Rangga agak terkejut juga mendengar pertanyaan itu.
"Bagus! Itu berarti kau harus tinggal di sini menggantikan gurumu."
"Kalau hanya aku yang diinginkan, kenapa kau melibatkan Pandan Wangi? Dia tidak tahu apa-apa, dan kau tidak berhak melibatkannya!" sentak Rangga lantang.
"Sudah kukatakan padamu, aku terpaksa menggunakan Pandan Wangi agar kau datang ke sini," masih tetap tenang nada suara Dewi Penguasa Samudera.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?" Tanya Rangga.
"Karena kau murid Pendekar Rajawali, maka kau harus menggantikan gurumu yang telah mati. Dia sudah berjanji akan menjadi pendampingku yang setia, tapi dia ingkar janji. Dan sampai sekarang dia tidak pernah muncul. Malah ilmu-ilmunya diturunkan padamu. Dan sekarang kau yang harus menggantikannya, Rangga. Kau lihat..!" Dewi Penguasa Samudera menunjuk ke atas.
Rangga dan Pandan Wangi mendongak, dan melihat ke atas kepala mereka. Tampak di atas sana terlihat seekor burung rajawali putih raksasa. Burung itu terbang melayang berputar-putar di atas kepala mereka. Sebagai bangsa siluman, tentunya Dewi Penguasa samudera memiliki ilmu sihir. Maka tak heran kalau dia bisa menyihir sesuatu menjadi benda yang diinginkan. Itu pun juga dialami Pendekar Rajawali Sakti ketika harus menghadapi pohon-pohon yang hidup. Dan kini Dewi Penguasa Samudera juga menyihir sebongkah batu karang besar menjadi Rajawali Putih, mirip tunggangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku sudah ciptakan Rajawali Putih untuk pengganti Rajawali Putih milik gurumu. Dia bisa kau perintah apa saja, setelah aku mengizinkan dan menyerahkannya padamu, Rangga. Nah! Sekarang, sebaiknya kau ikut denganku ke istana. Kita akan menikah dan hidup abadi di Kerajaan Dasar Samudera ini," lanjut Dewi Penguasa Samudera.
"Perjanjian itu antara kau dan guruku, Dewi Penguasa Samudera. Jadi tidak ada alasan menuntut sesuatu dariku. Kalau merasa guruku ingkar janji, pasti ada alasannya. Tidak mungkin guruku ingkar janji kalau bukan karena kau sendiri yang membuatnya begitu," Rangga membela gurunya.
"Huh! Dia hanya cemburu! Dia tidak berhak melarangku berhubungan dengan laki-laki lain. Itu sudah menjadi bagian dari hidupku. Seharusnya dia bisa mengerti, kalau memang ingin hidup bersamaku sini. Tapi rupanya dia tidak mau memahami, sehingga mengingkari janjinya. Dan sekarang, kau sebagai muridnya harus bertanggung jawab. Aku sudah bersumpah! Jika Pendekar Rajawali mempunyai murid, muridnyalah yang harus menggantikan kedudukannya," agak keras suara Dewi Penguasa Samudera.
"Jika aku menolak keinginanmu?" Tanya Ranga memancing.
"Mati di tanganku!" sahut Dewi Penguasa Samudera, singkat.
"Aku memilih yang kedua."
"Setan...! Ternyata kau sama saja dengan gurumu! Kau memang harus mati, Rangga...!"
Setelah berkata demikian, Dewi Penguasa Samudera langsung melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Kipas milik Pandan Wangi yang berada di dalam kekuasannya dikebutkan. Rangga cepat melompat mundur sambil mendorong tubuh Pandan Wangi. Serangan Dewi Penguasa Samudera tidak mengenai sasaran sama sekali.
Tentu saja hal ini membuat wanita cantik itu jadi geram. Kembali diserangnya Rangga dengan jurus-jurus cepat dan dahsyat luar biasa. Rangga terpaksa berpelantingan menghindari serangan-serangan yang dilakukan wanita ini. Sementara Pandan Wangi tidak bisa berbuat apa-apa, dan hanya dapat menyaksikan perrtarungan itu. Demikian pula Nyai Amoksa. Wanita tua itu hanya dapat menyaksikan tanpa dapat berbuat sesuatu.
Sementara pertarungan terus berjalan semakin sengit. Jurus demi jurus berlalu cepat Tanpa terasa, pertarungan sudah berjalan lebih dari sepuluh jurus. Namun, tampaknya pertarungan itu akan berlangsung lebih lama lagi.
"Modar...! Yeaaah...!"
Sret!
Bet!
Cepat sekali Dewi Penguasa Samudera mencabut pedang bergagang kepala naga, dan langsung dikebutkan ke arah dada Pendekar Rajawali Sakti. Namun dengan gerakan manis sekali, pemuda berbaju rompi putih ini menghindari tebasan pedang itu. Tubuhnya segera merunduk, hingga sejajar pinggang Dewi Penguasa Samudera. Pedang itu pun lewat tanpa mengenai sasaran.
Cepat Rangga menggeser kakinya kedepan, lalu tangannya bergerak cepat ke arah pinggang wanita itu. Dan sebelum Dewi Penguasa Samudera sempat menyadari, tahu-tahu Rangga sudah mencekal pedangnya sendiri yang berada di pinggang cantik penguasa lautan ini.
Tap!
Cring...!
"Heh...?!"
Dewi Penguasa Samudera terkejut bukan main. Tapi sebelum sempat menyadari, Rangga sudah melompat mundur sambil membawa Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang berhasil diambil dari warangkanya dipinggang wanita itu. Sinar biru berkilauan seketika menyemburat terang memancar dari pedang itu.
"Keparat..!" geram Dewi Penguasa Samudera merasa kecolongan.
"Bagus, Kakang! Sekarang hantam wanita itu...!" seru Pandan Wangi girang melihat Rangga sudah menguasai kembali pedangnya.
"Phuih!" Dewi Penguasa Samudera begitu sengit mendengar kata-kata Pandan Wangi. Sayang, jaraknya dengan si Kipas Maut itu jauh. Jadi, dia tidak mungkin melampiaskan kekesalannya pada gadis itu. Apalagi, kini perhatiannya kemudian tercurah pada Pendekar Rajawali Sakti. Wanita itu membuang kipas baja putih begitu saja, lalu mencabut pedang bergagang kepala naga.
Sret!
"Hiyaaa...!"
Bet!
Bet!
Dengan pedang di tangan, Dewi Penguasa Samudera kembali menyerang Rangga. Kali ini serangannya semakin dahsyat. Malah setiap kebutan pedang itu menimbulkan hawa panas menyengat. Namun dengan Pedang Rajawali Sakti berada di tangan, Rangga mudah sekali menandingi permainan pedang wanita cantik ini. Dan kini Pendekar Rajawali Sakti tidak tanggung-tanggung lagi. Segera dikerahkannya jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Satu jurus yang sangat dahsyat dan biasa dikeluarkan jika menghadapi lawan tangguh. Dan Rangga menganggap Dewi Penguasa Samudera adalah lawan yang paling tangguh yang pernah dihadapinya.
Buktinya, dia belum pernah mengeluarkan seluruh kemampuan, kecuali pada lawannya kali ini. Dan Rangga merasa benar-benar terkuras kemampuannya. Pertarungan ini pun berjalan lama. Entah sudah berapa puluh jurus, tapi pertarungan masih berlangsung sengit. Sedangkan Rangga belum mau mengerahkan ilmu kesaktian, sebelum lawannya mengeluarkan lebih dahulu. Dan ini memang sudah menjadi kebiasaannya jika bertarung satu lawan satu.
"Hup!"
Tiba-tiba saja Dewi Penguasa Samudera melompat mundur. "Kau memang tangguh, Rangga. Tapi cobalah tahan ajianku ini," dengus Dewi Penguasa Samudera.
Kening Rangga sedikit berkernyit melihat wanita cantik itu mulai mempersiapkan ilmu kesaktian. Dan Pendekar Rajawali Sakti tidak ingin menandinginya dengan ilmu kesaktian tingkat rendah. Dia tahu, ilmu yang akan dikeluarkan wanita ini pasti sangat dahsyat dan berbahaya.
Cepat Pendekar Rajawali Sakti melintangkan pedang di depan dada, lalu menggosok mata senjata itu dengan telapak tangannya. Sebentar saja, cahaya biru yang memancar dari mata pedang menggumpal membentuk bulatan. Pada saat itu, Dewi Penguasa Samudera sudah siap melakukan serangan.
"Hiyaaat..!"
"Aji 'Cakra Buana Sukma'...! Yeaaah...!"
Cepat Rangga memindahkan pedang ke tangan kiri, lalu tangan kanannya menghentak ke depan. Itu dilakukan tepat ketika Dewi Penguasa Samudera mengibaskan tangan ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Tak pelak lagi, dua telapak tangan beradu keras dl udara.
"Heh...?! Hih...!"
Dewi Penguasa Samudera sangat terkejut ketika melihat Rangga menggunakan aji 'Cakra Buana Sukma'. Perempuan cantik ini tidak menduga kalau lawannya memiliki ajian yang sangat ampuh itu. Ajian yang menjadi andalan Pendekar Rajawali yang hidup seratus tahun lalu. Dewi Penguasa Samudera segera mencoba menarik tangannya, tapi terlambat. Ternyata aji 'Cakra Buana Sukma' sudah bekerja cepat, sehingga tangan wanita itu tidak dapat dilepaskan lagi. Dewi Penguasa Samudera langsung merasa tenaganya mulai tersedot tanpa dapat dikendalikan lagi.
Sia-sia saja mencoba melepaskan diri. Semakin keras berusaha, semakin kuat saja daya tarik yang menyedot tenaga keluar. Tubuh Dewi Penguasa Samudera mulai terasa lemas. Bahkan kesaktian dan segala kemampuannya ikut tersedot. Tubuhnya semakin lemas, dan wajahnya kian pucat. Perlawanannya pun semakin mengendur saja, hingga akhirnya terhenti sama sekali.
"Yeaaah...!"
Rangga menghentakkan tangan kuat-kuat. Seketika itu juga tubuh Dewi Penguasa Samudera terlempar keras, hingga punggungnya menghantam sebongkah batu yang cukup besar. Dewi Penguasa Samudera kini tergeletak lemas. Napasnya tersengal, dan tubuhnya bagai tidak memiliki tenaga lagi.
Kini Pendekar Rajawali Sakti melangkah menghampiri. Sebentar dipandanginya wanita itu. Lalu, dilepaskannya sarung pedang yang berada di pinggang wanita ini. Pendekar Rajawali Sakti memungut pedang bergagang kepala naga hitam, dan memasukkan ke dalam warangkanya. Dia kemudian juga memungut kipas baja putih. Senjata-senjata itu diberikan pada Pandan Wangi, sedangkan dirinya sendiri mengenakan kembali pedangnya di punggung.
"Kita apakan dia, Kakang?" Tanya Pandan Wangi seraya menatap tajam pada Dewi Penguasa Samudera.
"Tinggalkan saja. Dia perlu waktu cukup lama utuk memulihkan kekuatannya kembali," sahut Rangga sambil mengajak Pandan Wangi meninggalkan daerah kekuasan Dewi Penguasa Samudera ini. Dengan petunjuk Nyai Amoksa, mereka dapat kembali ke dunia nyata kembali. Sementara Dewi Penguasa Samudera hanya bisa menggerutu dan mendendam dalam hati.***
TAMAT
KAMU SEDANG MEMBACA
51. Pendekar Rajawali Sakti : Tumbal Penguasa Samudera
ActionSerial ke 51. Cerita ini diambil dari Serial Silat Pendekar Rajawali Sakti karya Teguh S. Dengan tokoh protagonis Rangga Pati Permadi yang dikenal dengan Pendekar Rajawali Sakti.