BAGIAN 2

752 29 0
                                    

Kekaguman Rangga semakin bertambah setelah berada, di dalam bangunan istana kecil. Dari luar, bangunan itu memang terlihat sederhana. Tapi begitu berada di dalamnya, seluruh istana yang ada di mayapada ini pasti tidak bisa menandingi. Bahkan Rangga yakin kalau istananya sendiri di Karang Setra juga tidak bisa menandingi. Begitu indah! Bahkan seluruh dinding, lantai, dan langit-langitnya seperti terbuat dari emas murni berhiaskan manik-manik batu permata.
Mereka kini berkumpul di sebuah ruangan yang cukup besar dan duduk di lantai beralaskan permadani tebal yang empuk, menghadapi sebuah meja rendah yang lebar berbentuk bulat. Meja besar berkilat itu penuh segala macam makanan yang mengundang sclera siapa saja yang melihat. Tapi tidak buat Rangga. Selera makannya hilang seketika teringat Pandan Wangi. Apalagi, dia tidak tahu maksud undangan orang-orang ini padanya, dengan cara yang aneh dan sukar dimengerti.
"Maaf, kalau boleh tahu, apa nama tempat ini. Dan, siapa Kisanak serta Nisanak semua...," ujar Rangga mendahului.
"Aku Pangeran Argabaja. Dan mereka ini adalah para pengawal serta dayang-dayangku," pemuda tarapan itu memperkenalkan diri, serta semua orang yang berada dalam ruangan ini.
Dua orang laki-laki tua yang duduk di sebelah kanan Pangeran Argabaja bernama Ki Sundrata. Dia mengenakan kalung bermata satu buah. Sedangkan seorang lagi bernama Ki Pulung. Dia mengenakan kalung bermata dua. Sementara dua wanita tua yang duduk di sebelah kiri Pangeran Argabaja masing-masing adalah Nyai Amoksa dan Nyai Sutirani. Masing-masing juga mengenakan kalung bermata tiga dan empat. Pangeran Argabaja sendiri menjelaskan kalau jumlah mata kalung yang dikenakan keempat pengawal pribadinya sekaligus merupakan tanda tingkat kepandaian. Yang memiliki jumlah mata kalung sedikit, tingkatannya semakin tinggi dari yang lainnya.
Sedangkan di belakang mereka, duduk berjajar gadis-gadis cantik yang hanya mengenakan kemben sebatas dada. Namun pada punggung mereka tersampir sebilah pedang bergagang hitam berhiaskan batu permata merah, bagai batu merah delima yang cukup besar ukurannya.
"Kami sudah memperkenalkan diri. Dan kami sudah tahu, siapa Kisanak sesungguhnya," kata Pangeran Argabaja. Nada suaranya masih terdengar lembut.
"Dari mana Pangeran mengetahui tentang diriku?" Tanya Rangga ingin tahu.
"Namamu sudah terkenal sampai ke negeri kami, Pendekar Rajawali Sakti," jelas Pangeran Argabaja.
"Di mana negeri Pangeran?" Tanya Rangga lagi.
"Sukar untuk dikatakan, Pendekar Rajawali Sakti. Karena, saat ini kami sendiri tidak tahu, di mana sekarang negeri kami berada. Kami masih beruntung, karena taman kecil ini tidak ikut lenyap bersama yang lainnya," kali ini nada suara Pangeran Argabaja terdengar agak sendu.
"Lenyap...?!" Rangga terkejut tidak mengerti. Sukar dipercaya kalau sebuah negeri bisa lenyap tanpa diketahui. Sebuah negeri bukanlah seorang manusia yang bisa pergi ke mana saja yang sesuka kakinya melangkah. Rangga memandangi Pangeran Argabaja dalam-dalam, seakan-akan tengah mencari kebenaran kata-kata pemuda itu. Namun dari raut wajah dan sinar mata Pangeran Argabaja, tercermin kesungguhan. Bahkan sinar mata yang merembang sendu itu seperti menyimpan kedukaan yang amat dalam.
"Bagaimana kejadiannya sehingga sebuah negeri bisa hilang?" Tanya Rangga mencoba bisa memahami.
"Itulah yang sulit kukatakan, Pendekar Rajawali Sakti. Kami semua sedang berada di dalam taman kecil ini. Tapi begitu tiba-tiba saja, kami tidak bisa keluar karena seluruh taman ini terkurung bebatuan. Sepertinya kami berada di dalam sebuah lubang yang tiba-tiba saja mengurung kami hidup-hidup. Kami tidak tahu lagi, kemana harus keluar dari tempat ini," Pangeran Argabaja mencoba mengisahkan.
"Aneh...," desis Rangga seraya menggelengkan kepalanya beberapa kali.
Cerita yang dikisahkan Pangeran Argabaja memang sangat aneh dirasakan Pendekar Rajawali Sakti. Bagaimana mungkin sebuah taman yang cukup luas bisa terkubur dalam waktu sekejap saja? Bahkan tanpa diketahui sama sekali. Lebih parah lagi, ternyata juga tidak ada jalan keluar. Padahal, Rangga sendiri bisa datang ke tempat ini. Dan itu berarti ada jalan yang bisa ditempuh. Kembali Rangga mengamati Pangeran Argabaja dan semua orang yang ada di ruangan ini dalam-dalam. Namun yang didapatinya hanya kesenduan dan sinar mata penuh harap akan pertolongan dari pemuda berbaju rompi putih ini.
"Hhh.... Apa yang harus kulakukan...?" desah Rangga perlahan, seakan-akan bicara pada diri sendiri.
"Kami hanya meminta agar kau membebaskan kami dari keterkurungan ini," pinta Pangeran Argabaja.
***

51. Pendekar Rajawali Sakti : Tumbal Penguasa SamuderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang