BAGIAN 5

619 27 0
                                    

Seketika itu juga, cahaya biru terang menyemburat menyilaukan mata ketika Rangga mencabut pedangnya. Nyai Amoksa dan Nyai Sutirani seketika melompat mundur. Mata mereka terbeliak, dan mulut ternganga melihat pamor pedang di tangan Rangga yang begitu luar biasa dahsyatnya. Bukan hanya kedua wanita tua itu saja yang terkejut melihat pedang di tangan Kangga. Bahkan Pangeran Argabaja dan dua orang laki-laki tua yang masih mendampingi di sampingnya ikut ternganga melihat pamor pedang itu. Mereka seakan-akan tidak percaya dengan apa yang disaksikannya. Mereka bagaikan melihat sosok dewa yang baru turun dari kahyangan.
"Ayo! Maju kalian semua jika ingin merasakan tajamnya pedangku!" bentak Rangga menantang.
Pendekar Rajawali Sakti sudah tidak dapat lagi menahan kesabarannya, karena benar-benar merasa dipermainkan dan dianggap rendah. Sebenarnya bukan itu saja persoalannya. Kemarahannya timbul karena mereka sama sekali tidak mau mengakui kalau telah menculik Pandan Wangi. Padahal Rangga melihat dengan mata kepala sendiri kalau mereka telah membawa Pandan Wangi, masuk ke dalam laut setelah mengurung dirinya di sebuah tempat di dalam tanah.
Dan kini, lima orang itu malah melangkah mundur perlahan. Empat orang tua itu berdiri berjajar mengapit Pangeran Argabaja. Sikap mereka benar-benar seperti melindungi pemuda tampan ini.
Sementara Rangga sudah menyilangkan pedang di depan dada. Pandangan matanya menyorot tajam, seakan-akan hendak menelan kelima orang yang berdiri di depannya bulat-bulat.
"Kanjeng Pangeran, sebaiknya hal ini diberitahukan pada Kanjeng Ratu," bisik Ki Sundrata pelan.
"Benar, Kanjeng Pangeran. Tidak mungkin kita bisa menangkapnya. Pedang pusaka itu berbahaya sekali," sambung Ki Pulung.
"Baiklah, akan kuberitahukan pada Kanjeng Ratu. Dan sementara aku pergi, kalian tetap berusaha menahannya di sini," ujar Pangeran Argabaja.
"Akan kami usahakan, Kanjeng Pangeran," jawab Ki Sundrata.
Pangeran Argabaja bergegas memutar tubuhnya, lalu berlari kencang meninggalkan tempat itu. Rangga yang melihat pangeran muda itu hendak pergi, tidak ingin membiarkan begitu saja. Karena Pendekar Rajawali Sakti telah memastikan kalau Pangeran Argabajalah yang harus bertanggung jawab atas hilangnya Pandan Wangi.
"Jangan lari kau! Hiyaaa...!"
Begitu Rangga melompat hendak mengejar Pangeran Argabaja, secepat kilat empat orang tua Ianjut usia melesat menghadang Pendekar Rajawali Sakti. Hampir bersamaan, mereka mengibaskan tongkat ke arah Pendekar Rajawali Sakti yang melayang di udara.
"Pengecut..!
Uts!"
Rangga jadi geram setengah mati atas sikap empat orang tua yang menghadangnya. Kalau saja Pendekar Rajawali Sakti tidak segera melentingkan tubuh ke belakang, pasti ujung-ujung tongkat runcing itu merobek tubuhnya. Dua kali pemuda berbaju rompi putih itu berputaran di udara, lalu manis sekali mendarat di tanah berbatu, sejauh tiga batang tombak dari empat orang tua itu.
"Jangan biarkan dia keluar dari sini...!" seru Ki Sundrata.
Belum lagi hilang suara laki-laki tua itu, tiga orang tua lainnya segera berlompatan mengepung Rangga. Mereka bergerak berputar sambil mengayun-ayunkan tongkat mengelilingi Pendekar Rajawali Sakti. Mereka seakan-akan membentuk rantai hidup yang mengurung pemuda berbaju rompi putih ini.
"Kalian pikir bisa mencegahku dengan cara begitu, heh?!" dengus Rangga sengit. "Tahan ini...! Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, Pendekar Rajawali Sakti melesat ke depan. Seketika pedangnya dikebutkan kuat-kuat disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Begitu sempurnanya tenaga dalam yang dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti, sampai-sampai membuat deru angin bagaikan topan yang siap menghancurkan daerah berbatu ini.
Glarrr...!
Ledakan keras terdengar menggelegar begitu mata pedang Rangga menghantam sebongkah batu yang sangat besar. Seketika bayangan lingkaran yang mengelilingi Pendekar Rajawali Sakti mendadak saja lenyap. Tampak empat orang tua yang berputaran megelilingi pemuda itu berpentalan ke belakang sambil memekik keras tertahan. "Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga melesat cepat meninggalkan tempat itu. Pada saat yang sama, keempat orang tua yang bergelimpangan telah bisa bangkit berdiri. Mereka bergegas hendak mengejar. Namun mendadak saja....
"Tahan...!"
Empat orang lanjut usia itu tidak jadi mengejar. Tubuh mereka diputar, dan langsung berlutut begitu melihat seorang wanita cantik berbaju biru muda tahu-tahu sudah berada di tempat berbatu ini. Di samping wanita cantik itu berdiri Pangeran Argabaja.
"Bangunlah kalian," ujar wanita cantik yang ternyata Dewi Penguasa Samudera.
"Maafkan kami, Kanjeng Ratu. Kami tidak sanggup menahan pemuda itu lebih lama lagi," ucap Ki Sundrata mewakili yang lainnya.
"Dia memang bukan lawan kalian. Berdirilah," ujar Dewi Penguasa Samudera, lembut.
Keempat orang tua itu bangkit berdiri. Kembali nereka memberi sembah dengan merapatkan kedua telapak tangan di depan hidung, kemudian menyingkir agak ke tepi. Sementara Dewi Penguasa Sam memandang lurus ke arah kepergian Rangga tadi.
"Pergilah. Masih banyak yang harus kalian kerjakan," ujar Dewi Penguasa Samudera lagi.
Tanpa membantah sedikit pun, keempat orang itu segera meninggalkan tempat berbatu ini, memberi sembah penghormatan sekali lagi. Sementara Pangeran Argabaja masih tetap mendampingi cantik itu di sampingnya.
"Bagaimana, Kanjeng Ratu...? Apakah Kanjeng Ratu tetap tidak ingin melenyapkannya?" Tanya Pangeran Argabaja setelah empat orang tua pengawal tidak terlihat lagi.
"Apa kau tidak bisa menghilangkan sebutan itu, Argabaja?!" dengus Dewi Penguasa Samudera tanpa menjawab pertanyaan pemuda di sampingnya.
"Maaf, Kanda Dewi," ucap Pangeran Argabaja.
"Itu lebih baik, Argabaja. Bagaimanapun juga, kau adalah adikku. Dan aku tidak suka kalau kau tetap memanggilku Kanjeng Ratu. Aku masih bisa menerima jika di depan orang lain."
"Akan kuingat, Kanda Dewi."
Dewi Penguasa Samudera diam membisu. Pandangannya tetap tidak beralih ke arah kepergian Rangga. Sedangkan Pangeran Argabaja ikut terdiam. Dia menyesal, karena lupa menyebut wanita cantik ini dengan panggilan Kanjeng Ratu.
Dan memang, Dewi Penguasa Samudera selalu menganggap Argabaja adiknya. Padahal di antara mereka tidak ada turunan darah sama sekali. Hanya saja Argabaja tidak ingin mengecewakan wanita cantik ini. Dan dia tahu, apa akibatnya jika menolak. Keinginan wanita ini. Baginya, tidak ada persoalan sama sekali bila dianggap adik. Malahan, dia memiliki kekuasaan di daerah ini, meskipun segala yang dilakukannya harus setahu dan disetujui Dewi Penguasa Samudera. Namun dalam beberapa hal, wanita ini membebaskan Argabaja bertindak, sebatas tidak merugikan dan mengancam keutuhan kerajaan dasar samudera ini.
"Hm... Dia memang membawa pedang pusaka itu," nada suara Dewi Penguasa Samudera terdengar bergumam, seakan-akan bicara pada dirinya sendiri. Tapi apakah mungkin dia jelmaan Pendekar Rajawali? Rasanya tidak mungkin dia itu...., ah! Meskipun Rangga berjuluk Pendekar Rajawali Sakti, dan sekarang sudah berada di sini, rasanya tidak mirip dengan...."
"Kanda Dewi masih saja suka mengenang masa lalu. Apakah masa lalu tidak bisa dilupakan?" potong Argabaja cepat.
Dewi Penguasa Samudera hanya tersenyum saja. Dia tahu kalau adiknya ini tidak pernah menyukai kenangan masa lalu. Sering Argabaja menasihatkan agar dia melupakan masa lalu. Tapi bagi Dewi Penguasa Samudera, masa lalu merupakan kenangan yang tidak bisa dilupakan. Memang mudah untuk bicara, tapi rasanya sukar melupakan kenangannya bersama Pendekar Rajawali.
Kenangan yang begitu berkesan dan manis, tapi juga menyakitkan hati. Hingga kini, rasa sakit itu masih tetap membekas. Bahkan berkembang menjadi sebuah dendam yang tidak pernah pupus selama jiwanya masih hidup. Hal ini sudah berlangsung puluhan tahun lamanya. Bahkan sudah mencapai seratus tahun lebih namun tetap saja tidak bisa terlupakan begitu saja. Dan di hatinya telah timbul suatu tekad yang berasal dari rasa sakit hati. Kemudian rasa sakit hati berkembang menjadi dendam yang hanya dirinya saja yang tahu. Bahkan Argabaja sendiri tidak tahu, apa yang terkandung di balik dinding hati wanita cantik ini.
"Ayo kita ke sana, Argabaja," ajak Dewi Penguasa Samudera, setelah bisa melupakan kenangan lalunya.
"Ke mana?" Tanya Argabaja.
"Kita temui Pendekar Rajawali Sakti. Aku tahu di mana dia sekarang berada," sahut Dewi Penguasa Samudera.
Argabaja tidak bisa membantah. Diturutinya saja keinginan wanita cantik yang entah sudah berapa puluh tahun usianya, tapi masih saja kelihatan cantik bagai gadis remaja berusia tujuh belasan tahun. Mereka kemudian berjalan bersisian, namun tapak kaki sama sekali tidak menyentuh tanah. Mereka bagaikan berjalan di atas angin saja.
***

Sementara itu, Rangga kini sudah berada di sebuah hutan yang tidak begitu lebat. Dia berhenti berlari di bawah sebatang pohon yang sangat besar dan rimbun daunnya. Pendekar Rajawali Sakti menghempaskan tubuhnya di atas akar yang menyembul keluar dari dalam tanah. Disekanya keringat yang membanjiri wajah dan leher. Entah sudah berapa lama dia berlari, tapi tidak juga menemukan apa yang dicarinya.
"Hhh..., daerah ini begitu luas. Aku tidak tahu lagi, ke mana harus mencari Pandan Wangi. Apakah aku harus kembali ke istana itu lagi...?" Rangga berbicara pada dirinya sendiri.
Pandangan Pendekar Rajawali Sakti beredar ke sekeliling. Dan mendadak saja dirasakan ada sesuatu yang janggal di hutan ini. Tidak ada suara sama sekali. Bahkan suara burung atau serangga pun tidak terdengar. Udara di hutan ini begitu sejuk, tapi sama sekali tidak terasa adanya hembusan angin. Perlahan-lahan Kangga bangkit berdiri. Sikapnya langsung waspada. Perasaannya mengatakan, kalau ada bahaya yang ngancam dirinya. Dan belum lagi dapat berpikir panjang, mendadak saja....
"Heh...?!"
Akar pohon yang tadi didudukinya tiba-tiba menjadi hidup, dan langsung menjalar cepat membelit kakinya. Rangga tersentak kaget. Cepat dia mencoba melepaskan belitan akar itu. Namun belum juga berhasil melepaskan belitan akar itu, pohon-pohon disekitarnya mendadak saja bergerak hidup. Ranting ranting pohon menjulur hendak menangkap Pendel Rajawali Sakti.
"Apa ini...? Kenapa mereka jadi hidup...?"
Rangga tidak sempat lagi berpikir terlalu jauh. Cepat-cepat kekuatan tenaga dalamnya dipusatka Lalu dengan keras sekali akar yang membelit kakinya dihantam. Seketika akar itu hancur remuk. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat mundur. Namun belum juga sempat menarik napas lega, belakangnya menjulur sebatang pohon bambu. Langsung dibelitnya pinggang pemuda itu.
"Hih! Yeaaah...!"
Cepat Rangga memberikan tebasan tangan kiri pada pohon bambu yang hidup dan membelit pinggangnya. Batang pohon bambu itu patah, bagaikan ditebas sebilah golok tajam. Rangga bergegas melompat kembali, dan cepat berlari menjauhi tempat itu. Namun belum juga berlari jauh, pepohonan di sekitarnya bergerak merapat, seperti hendak mengurungnya hutan ini. Rangga semakin kebingungan dan tidak mengerti. Dia berhenti berlari. Dipandanginya pohon pohon yang terus bergerak perlahan mendekati.
"Benar-benar tempat siluman...! Hhh.... Apa yang harus kulakukan sekarang...?"
Rangga terus memutar otaknya, mencari keluar dari kepungan pepohonan yang bergerak hidup ini. Rasanya memang tidak ada jalan untuk bisa meloloskan diri, kecuali.... Pendekar Rajawali Sakti mendongakkan kepala ke atas.
"Oh! Kalau saja Rajawali Putih bisa mendengarku...," bisik Rangga dalam hati.
Namun Pendekar Rajawali Sakti itu tidak ingin banyak berharap dapat pertolongan dari burung rajawali raksasa sahabatnya. Disadari kalau saat ini berada di alam lain daerah siluman di dasar laut. Tidak mungkin Rajawali Putih bisa mendengar, meskipun memanggilnya dengan siulan sakti. Rangga terus berpikir keras, mencari jalan keluar. Sementara pohon-pohon di sekitarnya terus bergerak semakin dekat.
"Khraaaghk...!"
"Heh...?!"
Hampir saja jantung Pendekar Rajawali Sakti copot, ketika tiba-tiba saja terdengar suara nyaring begitu keras dan agak serak. Suara itu demikian jelas terdengar memecah angkasa, dan sangat dikenali Rangga. Hampir dia tidak percaya terhadap pen-dengarannya, dan menganggap itu hanya khayalannya saja. Tapi ketika melihat ada bayangan besar di atas kepalanya, hatinya langsung gembira. Kepalanya didongakkan ke atas, dan melihat Rajawali Putih melayang-layang di atas kepalanya. Begitu besar dan gagah sekali.
"Khraghk...!"
"Rajawali Putih! Cepat ke sini...!" teriak Rangga kencang.
"Khraaaghk...!"
Tapi burung raksasa itu seperti tidak mendengar seruannya. Burung itu tetap melayang-layang berputaran di atas kepala pemuda itu. Hal ini membuat Rangga jadi keheranan atas sikap Rajawali Putih. Kembali Pendekar Rajawali Sakti memanggil dan meminta Rajawali Putih turun mengambilnya. Namun tetap saja burung rajawali raksasa itu, tidak mendengarkan.
"Hm.... Kenapa dia tidak mau turun? Apa Karena pohon ini ?”
Gumaman Rangga terhenti mendadak. Hatinya terkejut, karena di sekitarnya tidak ada lagi pepohonan yang hidup mengepungnya. Semua pohon di sekelilingnya tampak diam tak bergerak sedikit pun. Rangga jadi tertegun, semakin tidak mengerti atas semua kejadian yang dialaminya. Begitu aneh dan sukar diterima akal sehat manusia. Pendekar Rajawali Sakti kembali mendongak ke atas. Tampak Rajawali Putih masih tetap melayang-layang di atas kepalanya.
"Ha ha ha...!"
"Hei...?!"
Lagi-lagi Rangga tersentak kaget ketika tiba-tiba saja terdengar tawa keras menggelegar dan menggema. Seakan-akan suara itu datang dari segala penjuru mata angin. Dari suaranya, Rangga sudah dapat memastikan kalau pemilik suara itu adalah wanita. Tapi siapa...? Dan di mana pemilik suara tawa yang menggema itu? Belum juga Rangga mendapat-kan jawabannya, mendadak saja...
Slap...!

***

51. Pendekar Rajawali Sakti : Tumbal Penguasa SamuderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang