14. Yang Hilang

84 1 0
                                    

Cinta adalah bahasa tanpa kata.
Hanya hati yang mampu mengenalnya.

🍄🍄

Di rooftop asrama, Azkina menjemur pakaiannya yang masih basah. Selepas selesai menyetorkan hafalan, ia sangat berantusias untuk mencuci bajunya yang telah kotor. Terlebih lagi cuaca sepetinya sangat mendukung. Langit tampak biru, tanpa sedikitpun gumpalan awan diatas sana.

Sayup sayup angin terasa sangat menyejukkan, menapar wajah Kina yang masih basah akan air wudhu. Gadis itu memiliki kulit kuning langsat, bulu matanya lentik dengan alis yang tak begitu lebat. Hidungnya cukup mancung, warna bibirnya ranum dengan lesung pipit dipipi kanannya. Azkina lebih sering membiarkan wajahnya tak dipoles apapun. Selain sebab peraturan pesantren untuk tidak menggunakan make up secara berlebihan, ia memang tidak terbiasa menggunakan berbagai produk dan lebih memilih celak hitam yang setia dipakainya. Entahlah, celak hitam seakan memiliki peran besar baginya. Itu membuatnya lebih percaya diri.

"Mbak Kina!" Panggil seseorang.

Gadis itu berjilbab hitam itu menoleh, "Ada apa, Sof?" Tanya Kina mendapati sosok berkerudung coklat yang muncul dari tangga.

"Pulpen mbak Kina dimana?" Tanya Sofia setelah berdiri didepan Kina.

"Diatas lemari nggak ada, Sof?"

"Nggak ada,"

"Yaudah, entar aku pakek yang lain aja." Jawab Kina enteng.

"Nggak hilangkan, tapi?"

"Belum tau, Sof. Kan belum dicari,"

"Kalo hilang kan, sayang mbak,"

"Tinggal dikit kok, hilang pun nggak papa." Jelas Kina, namun tak begitu di terima Sofia.

"Masih sedikit pun, habisnya pasti lama mbak. Toh, lima belas ribu bisa buat jajan seminggu." Protesnya.

"Kalo terlanjur?"

"Ya, kita harus cari sampai ketemu." Tegasnya.

"Terserah kamu, Sof." Respon Kina, pasrah. Gadis itu memang memiliki sifat hemat dan teliti, namun kerapkali di anggap terlalu berlebih bagi Kina.

"Kalo udah cepet turun ya, kita sarapan." Pinta Sofia, lantas berjalan pergi menuruni tangga.

"Sofia! Tadi kaya ada panggilan, buat siapa?" Tanya Kina, membuat gadis itu menghentikan langkahnya.

"Nggak tau mbak, ketuas¹nya gabut kalik." Celetus Sofia, lantas beranjak pergi. Sedangkan, Azkina masih terdiam, mencoba memahami maksud gadis itu.

"Mohon perhatian!" Suara itu tiba-tiba menggema ke seluruh penjuru pesantren.

"Panggilan Kepada Mastani, dimohon menuju kantor sekarang!" Azkina sontak terpaku.

"Sekali lagi, panggilan kepada Mastani, dimohon menuju kantor sekarang!" Suara itu kembali menggema.

Panggilan itu benar untuk Mastani?

Nama yang disebutkan adalah nama pena, jika sang pemilik ingin merahasiakan identitasnya akankah ia akan mendatanginya? Tentu tidak. Kina lantas memilih untuk melanjutkan aktivitasnya.

Sebenarnya, hatinya sedikit kalang kabut. Pikirannya penuh dengan terkaan-terkaan. Bagaimana bisa nama pena di sebut lewat pengeras suara asrama?

Sejenak Kina kembali terdiam, sesuatu melintas di ingatannya. Tanpa disadari pakaian di tangan Kina lolos dari genggamannya. Ia mengingat sesuatu. Hi-t*c-c miliknya. Dengan cepat gadis itu bergegas menyelesaikan pekerjaannya, memindahkan pakaian dari lantai ketimba.

MastaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang