h a n a

3.8K 258 17
                                    

Sama seperti pagi di hari lainnya, ia melakukan kegiatan yang sama. Seorang siswa tengah menggoes sepeda gunungnya dijalan raya. Jangan lupakan juga sebuah earphone yang hanya terpasang di telinga kanannya. Iya, untuk berjaga-jaga.

Siswa itu bernama Han Jisung. Tas punggung tergantung dipunggungnya dan seragam yang melekat pada tubuhnya juga rapi. Ini menunjukkan bahwa siswa tersebut selalu mendapat nilai yang baik untuk kerapihan. Hanya saja ia memakai sebuah jaket.

Masih banyak waktu yang tersisa sebelum bel masuk berbunyi. Cukup lama sepertinya sekitar empat puluh lima menit lagi. Namun, berbeda dengan murid yang lainnya yang biasanya datang lima menit atau bahkan satu menit sebelum bel, Jisung adalah salah satu siswa yang tidak punya catatan telat datang ke sekolah.

Hal ini biasa dilakukannya sejak ia masih di sekolah menengah pertamanya. Semakin umur bertambah, disiplin diri juga harus diperbaiki. Lebih baik menderita karena disiplin sekarang, daripada menderita karena menyesal dikemudian hari.

Jisung menjalankan sepedanya perlahan, dipinggir jalan raya yang tengah dipenuhi oleh kendaraan lainnya. Ia harus tetap fokus. Sampai tiba-tiba sebuah kendaraan menyenggol sepedanya.

" AKH !  " Seru Jisung saat ia sudah terjatuh di trotoar dengan posisi tiduran diatas trotoar. Tubuhnya yang langsung terbanting disana, membuatnya berteriak. Belum lagi sepedanya yang juga ikutan terjatuh diatasnya. Untung saja, kepalanya tidak apa-apa.

Seketika sang pengemudi mobil tetsebut langsung turun dari kendaraannya saat tidak sengaja menabrak Jisung dan menghampirinya.

" Aduh, " Pengemudi pria tersebut nampak panik sembari membantunya berdiri. " Aduh, maaf dek. Saya nggak sengaja. " Sesal pria dengan setelan jas hitam yang membuatnya tampak semakin tampan.

Jisung saat ini sudah berdiri dengan keadaan celananya yang kotor karena lumpur dan sepedanya yang sudah tidak berbentuk. Ya, kemarin malam memang hujan dan itu membuat pinggir jalan menjadi agak licin. Sepertinya, hari ini dirinya harus mengorbankan nilai kerapiannya. Ia menatap pria itu dengan raut wajah yang marah.

" Pak, hati-hati dong kalau naik mobil. Kan saya jadi jatuh. " Ujar Jisung pada orang yang berdiri didepannya ini. Lelaki itu sedari tadi selalu melihat ke arah jam tangan yang Jisung tahu itu pasti mahal.

" Iya, iya. Maaf ya. Ini saya sekarang lagi buru-buru. Kamu ambil aja ini kartu nama saya. " Ucap lelaki itu sambil memberikan sebuah kartu nama untuk Jisung dan diterimanya.

" Pak, tapi sepeda saya gimana? " Tanya Jisung memikirkan nasibnya. Kan dia masih harus berangkat ke sekolah. Nanti kalau dia telat gimana?

Pria itu tampak berpikir sebentar. Bagaimanapun, ia harus segera mengambil keputusan kalau tidak antrian kendaraan akan semakin menumpuk dibelakangnya. " ...Gini aja deh, kamu saya anterin ke sekolah. Ini sepeda kamu tinggalin aja. Nanti saya urus. "

Tawaran darinya langsung diterima oleh Jisung. Mana mungkin ia mengorbankan uang jajannya untuk menaiki angkutan umum. Yang lebih penting adalah siapa yang bisa menolak gratisan? Eh, itu memang sudah harus menjadi tanggung jawab manusia adam nan tampan itu.

Jarak yang akan ditempuh mereka memang sudah tak jauh lagi. Hanya dua kilometer dari tempat kejadian tadi. Sepanjang perjalanan, tidak ada yang bersuara. Sama sekali. Bahkan suara radio saja tidak ada. Hanya ada suara dari Jisung yang tengah menunjukkan arah ke sekolahnya.

Jujur saja, pria disampingnya ini memang tampan. Sangat tampan. Bagainana tidak? Rambutnya yang disisir rapi dengan model ke atas, wajahnya yang dipahat sempurna, pakaian yang ia kenakan dari ujung kepala hingga ujung kaki, semuanya. Bahkan bibirnya yang terlihat kenyal dan berisi itu tampak menggoda. Heh! Hentikan itu pikiranku!

Intinya hanya satu, P E R F E C T

Dia itu definisi sebenarnya dari ⬆





























" Mana sih, lama banget datengnya. " Protes seorang lelaki dengan rambut berwarna cokelat yang tengah menanti didepan ruang rapat. Padahal mereka akan mengadakan rapat yang akan digelar lima menit lagi.

" Woi, Jin. " Panggilnya santai seakan tidak ada kegiatan apa-apa yang menantinya.

" LO KEMANA AJA, SIH?!?!  " Ucap Hyunjin, asistennya.

" Tadi guㅡ " Baru saja ia ingin menjelaskan kejadian yang menimpanya tadi, namun sudah dipotong oleh Hyunjin. "Udah, udah. Entar aja ceritanya. Cepetan Lo udah ditunggu sama Boss besar. " Ucapnya sambil memberikan setelan jas baru untuknya.

Nama lelaki yang ditunggu tersebut adalah Lee Minho. Ia lebih akrab disapa Lino. Namun, tak masalah baginya. Lee Minho adalah anak sulung dari pasangan fenomenal di abad ini. Lee Seokmin dan Hong Jisoo.

Tentu. Begitulah masyarakat menyebut kedua orangtuanya. Sang ayah yang merupakan monster elektronik sedangkan ibunya adalah seorang perancang busana yang sudah melebarkan sayapnya ke berbagai belahan dunia.

Saat ini, ia tengah berada di kantor pusat milik sang ayah. Gedung ini merupakan gedung tertinggi di kota.

" Cepat, masuk. " Titah Hyunjin segera. Hyunjin atau Hwang Hyunjin adalah sang asisten. Ia baru saja diterima di perusahaan ini dan menjadi asisten atau sekretaris sekaligus sahabat bagi Minho.

Minho segera melangkahkan kakinya ke dalam ruang rapat dengan pintu yang sudah dibukakan oleh Hyunjin.

Ruang rapat. Ruangan terbesar yang dimiliki gedung ini. Ruangan ini terdapat di lantai hampir paling atas. Hanya beda satu lantai saja.

" Oh, kau sudah datang rupanya. " Ucap seorang pria yang sudah berada di usia hampir enam puluh tahun. Pria itu adalah ayahnya. " Duduklah, Nak. "

Setelah Minho duduk berhadapan dengan sang ayah, suasana menjadi canggung. Karena sebelumnya tidak pernah seformal ini. Apalagi ayahnya adalah seorang pelawak dirumah mereka. Melihat Seokmin yang serius membuat Minho merasa agak aneh.

" Aku akan memberikannya padamu. " Ucap Seokmin memecah keheningan setelah hampir dua menit tidak ada yang memulai pembicaraan.

"Hah? Apa? Berikan apa? " Ucap Minho yang masih memproses ucapan Seokmin barusan.

" Kekuasaan dan semuanya. Kau sudah layak menjadi penerusku sekarang. " Sambungnya ditengah keheningan.

Tentu saja ucapan sang ayah membuat Minho membuka mulut selebar-lebarnya. Bahkan Seokmin yang melihat itu takut ada lalat yang masuk.

Seokmin yang melihat mulut anaknya terbuka lebar itu, hanya merotasikan bola matanya jengah. Mulai lagi lebaynya. " Tutup mulutmu itu. Ada lalat nanti. "

" Maksud ayah apa? " Tanya Minho yang sudah menutup kembali mulutnya dan pandangannya mengikuti Seokmin yang berjalan kearah kaca transparan besar yang terpasang cukup lama.

" Ya, waktu berjalan cepat. Kau sudah besar, dan seperti yang ku katakan sebelumnya. Kau sudah layak untuk menjadi penerusku. " Tuturnya sembari menatap pemandangan kota yang tersaji didepannya.

" Kau akan menjadi penerus ku di perusahaan ini. Semuanya akan menjadi milikmu. Kecuali beberapa harta yang akan ku sisakan untuk adikmu kelak. "

" Ke-kenapa Ayah tiba-tiba seperti ini? " Tanya Minho dan menghampiri ayahnya.

Ia menghembuskan napasnya berat terlebih dahulu. " Aku sudah cukup tua untuk menjalani hal-hal seperti ini. Kesehatan ku semakin lama akan menurun jika aku masih berada dalam posisi ini. Lagipula, sudah waktunya aku menikmati sisa hidupku bersama dengan ibumu agar tidak ada penyesalan di masa depan nantinya. "

"Jadi, aku akan percayakan ini semua pada kau. Lee Minho. " Ucap ayahnya final.

SEONSAENGNIM 선생님 • MinSungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang