15. Tragedi di malam Blue Moon

13 1 0
                                    

Suara mobil yang berhenti meletuskan kesenyapan di depan sebuah bangunan tidak terawat. Tanaman merambat dan ilalang setinggi pinggang orang dewasa, membungkus bangunan yang menyerupai rumah elit berlantai tiga. Suara burung hantu menambah seram tempat yang dikunjungi Mizuto dan Azumi.
Tubuh Azumi menegang. Bergeming. Tidak bisa beranjak dari bangku. Sementara Mizuto sudah keluar dari mobil, membungkuk memeriksa keadaan Azumi.
"Kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Mizuto berwajah khawatir seraya memegang pintu.
"I ... iya," jawab Azumi tersenyum kikuk dengan tubuh gemetar, "a ... apa benar Drake tinggal di sini?"
"Ya. Dia menunjuknya ke sini."
"Di si ... sini, menyeramkan."
"Tidak apa-apa. Aku ada di sini, menemanimu. Kamu mau menemui Drake, 'kan?"
"I ... iya."
Azumi tetap berbicara terbata-bata. Berusaha menguasai diri agar lebih berani menghadapi situasi yang begitu asing baginya. Semangat untuk bertemu Drake, memaksa tubuhnya bangkit dari bangku, lalu keluar dari mobil. Kabut tipis yang tercipta karena udara dingin menyambut kedatangan Mizuto dan Azumi. 
Mizuto tersenyum karena Azumi berhasil melawan ketakutan. Dia menggandeng tangan Azumi. Mereka berjalan beriringan melewati jalan setapak lebar. Ilalang menghiasi di sepanjang sisi-sisi jalan setapak itu. Tiba-tiba, beberapa vampire yang menjaga pintu utama, mencegat Mizuto dan Azumi. Mereka menggeram, menunjukkan gigi taring dan mata merah menyala yang sangat menakutkan.
"Tunggu!" seru vampire yang berdiri di paling depan, "kenapa kamu membawa manusia ke sini?"
"Dia Kido Azumi. Gadis yang dicintai Pangeran kalian. Dia datang ke sini ingin menemui Pangeran," ungkap Mizuto serius.
"Oh. Gadis yang membuat Pangeran uring-uringan selama tiga bulan ini," sela Barbara yang mendadak muncul di antara vampire-vampire penjaga, "sayang sekali, Pangeran saat ini tidak bisa diganggu. Kamu, Azumi, silakan pergi dari sini!"
"Aku tidak akan pergi!" teriak Azumi dengan wajah mengeras. Dia melepaskan tangan Mizuto dari tangannya, kemudian berlari secepat kilat menuju pintu utama. 
Semua vampire terperanjat. "Hei, jangan masuk, manusia!"
Azumi tidak mengindahkan larangan para vampire penjaga. Dia menerobos vampire-vampire hingga mereka terjatuh ke tanah. Pintu utama berdaun dua dibuka Azumi. Menimbulkan bunyi derit yang sangat keras. 
Sebuah ruangan luas tanpa perabotan menyambut kedatangan Azumi. Keadaan gelap gulita. Tiba-tiba, banyak mata merah menyala muncul. Azumi melompat kaget.
"Aaah!" Teriakan Azumi menggema ke seluruh tempat itu. Dia sangat ketakutan. Terpaku dan terduduk di lantai yang dingin. Menangis histeris.
Lampu pun menyala, menerangi ke seluruh sudut tempat itu. Dari puncak tangga, Azumi melihat pria berperawakan tinggi berdiri di sana. Baju kemeja putih, jas hitam, celana hitam, dan sepatu hitam membungkus tubuhnya yang tegap. Rambut hitamnya tidak tertata rapi, acak-acakan seperti orang yang baru bangun tidur. Mata emasnya sayu. Kedua tangannya yang terbungkus sarung tangan, tersembunyi di saku jasnya.
"Drake!" panggil Azumi yang sangat senang. Dia tetap menangis. Kekuatan baru menuntunnya untuk bangkit dari rasa takut. Seakan ada dua sayap di punggungnya, tubuhnya terasa ringan saat berlari. Tidak menghiraukan para vampire yang mengelilinginya. 
Drake mengetahui kedatangan Azumi, tidak terkejut. Dia menuruni tangga dengan langkah pelan. Semua vampire memberi ruang yang luar agar Drake dan Azumi bisa bertatap muka.
"Azumi, kenapa kamu ke sini?" tanya Drake mengerutkan kening, "tempat ini bahaya untukmu. Sebaiknya kamu pergi dari sini."
"Aku tidak akan pergi sebelum kamu mengetahui sesuatu yang penting," jawab Azumi tegas.
"Apa itu? Katakan saja langsung."
"Aku ... mencintaimu, Drake. Maaf, aku telat menyadari perasaanku ini."
Azumi masih menangis. Aliran air bening deras di dua pipinya. Drake yang mendengar ungkapan cinta Azumi, membulatkan mata. Hatinya berbunga-bunga dan terasa ingin terbang ke langit. Senyuman tipis terpatri di wajah pucatnya. Tapi, semua mata rakyatnya tertuju padanya, mengharapkan Drake tetap berada di jalan yang dipilihnya.
"Terima kasih karena kamu sudah mencintaiku, Azumi. Aku bahagia sekali," ujar Drake berwajah sendu, "aku rasa kita tidak bisa bersatu karena aku akan tetap di jalanku. Upacara penobatan akan kulakukan di malam ini untuk menjadi Count Stevenson yang sempurna."
"Tidak, Drake. Aku ingin kita bersatu. Aku ingin kamu yang menjadi suamiku," tukas Azumi bersikeras.
"Maafkan aku."
Drake bergegas pergi menaiki tangga lagi. Azumi tidak menyerah, langsung mengejar Drake. Semua vampire tidak bisa mencegahnya.
"Drake! Tunggu!" Azumi berlari menaiki tangga dengan hati-hati. Tapi, Drake tidak mempedulikannya, tetap berjalan cepat menyusuri sebuah koridor gelap. 
Dari arah langit malam yang bercahaya terang, tiba-tiba muncul setitik sinar berkilauan seperti bintang. Semakin lama sinar itu semakin jelas. Itu adalah ... sebuah roket. Roket itu dikendalikan oleh seseorang, meluncur ganas ke tempat Drake.
Ledakan besar tidak terelakkan saat roket menembus atap bangunan. Membakar semua tempat tanpa tersisa. Semua makhluk yang menghuni tempat itu, berteriak panik. Mereka berlari keluar untuk menyelamatkan diri.
Drake juga membawa Azumi bersamanya. Azumi digendong dengan gaya bridal. Mereka berhasil keluar sebelum ledakan terjadi. Asap hitam mengepung di sekitar mereka, aroma manusia dan vampire asing tercium oleh Drake.
"Vampire Hunter dan kelompok Rance. Mereka datang ke sini secara bersamaan," celetuk Drake menggeram kesal seraya menurunkan Azumi, "mereka mengacaukan semuanya."
Bulan purnama telah muncul dari sela awan-awan. Cahaya biru menghiasi dirinya sehingga menawan hati. Blue Moon sudah datang, kelompok Drake mendecih marah karena musuh-musuh tak diundang malah datang mengusik.
Roket-roket berukuran kecil datang lagi meluncur ke arah kelompok Drake yang berkumpul di sekitar bangunan terbakar. Kimberly dan beberapa orang mendarat di dekat mereka. Ledakan dahsyat menimpa beberapa vampire karena terkena air suci yang keluar dari roket-roket sebelum meledak. Metode cerdas dari ilmuwan Siniester Six Society sukses dipraktekkan sekarang.
"Bagus! Dengan begini, semua vampire yang ada di muka bumi ini, akan tamat riwayatnya!" Kimberly berteriak penuh semangat untuk mengomando semua anggotanya. "Ayo, kita berperang melawan mereka!"
"Ya!" Semua orang membalas penuh antusias. Mereka berpakaian yang terbuat dari perak dengan sayap mekanik di punggung, berlari dan terbang untuk memburu vampire-vampire yang tersisa. Bertarung mempertaruhkan nyawa.
Kelompok Rance tinggal lima orang. Mereka mengepung Barbara dan beberapa vampire lainnya. Berkelahi habis-habisan dengan suara geraman yang sungguh membuat jantung berdebar ngeri. Rance sendiri masih hidup, kini berhadapan dengan Kimberly. Tidak ada waktunya untuk membalas Drake atas kekalahan waktu itu.
Drake mengkhawatirkan rakyat-rakyatnya, tetapi di sisi lain, dia juga harus menjaga Azumi. Mereka bersembunyi di balik ilalang yang jauh dari lokasi pertempuran. Drake berlutut di depan Azumi, seraya memegang kedua pipi gadis itu.
"Aku harus pergi mengatasi semua musuh yang menyerang kelompokku. Kamu tunggu di sini, ya," pinta Drake berwajah wibawa.
"Tidak. Aku ikut denganmu," sanggah Azumi menggeleng cepat.
"Ini bahaya. Kamu harus tetap tunggu di sini."
"Tapi, Drake...."
Perkataan Azumi terputus ketika Drake mencium puncak rambutnya. Wajahnya memerah seketika, lalu menatap Drake yang tersenyum padanya.
"Aku sangat mencintaimu, Azumi. Kamu mau aku menjadi suamimu, 'kan?" Drake membelai rambut Azumi dengan lembut, "harapanmu akan terwujud. Aku akan menikahimu secepatnya."
"Benarkah itu?" Mata Azumi berkaca-kaca.
"Benar."
Drake mengangguk. Azumi tersenyum. Jiwanya meliuk-liuk gembira. Memeluk Drake sebentar untuk melampiaskan kebahagiaan. Usai itu, Drake pergi meninggalkannya, keluar dari ilalang. Baru beberapa langkah, Drake mendengar suara tembakan dan teriakan Azumi. Kepala dan badannya berputar. Mendapati cairan merah yang muncrat di udara dan mengenai wajahnya. Darah yang berasal dari Azumi yang berdiri di hadapannya seraya merentangkan kedua tangan.
"Aaah! Drake!" Azumi meringis kesakitan saat peluru perak menembus dahinya. Darah segar merembes dari luka tembakan itu. Tubuhnya bergetar hebat, lunglai, dan jatuh ke belakang.
"Azumi!" Giliran Drake yang berteriak seraya menahan tubuh Azumi sebelum jatuh di tanah. Kedua tangannya menopang Azumi. Dia berlutut. Air mata bercucuran dan membasahi pipinya.
"Hibiki berniat membunuhmu, Drake. Cepat lari dan tinggalkan aku."
"Tidak! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu!"
"Tapi, Drake...."
"Aku akan menjadikanmu vampire seperti diriku. Dengan begitu, kita bisa bersama untuk selamanya. Kamu akan kubangkitkan di Blue Moon berikutnya."
Drake tidak ada pilihan lain. Dia langsung menggigit leher Azumi sampai Azumi kehilangan nyawanya. Mata Azumi terpejam, tidak mati karena virus vampire sudah menyebar luas ke seluruh pembuluh darahnya. Drake membaringkan Azumi ke rerumputan. Menangis histeris.
"Orang yang telah membunuh calon istriku, tidak akan kuampuni lagi." Drake meremas kedua tangannya kuat sekali hingga menimbulkan suara yang keras seperti tulang yang remuk, "aku akan membunuhmu, Hibiki!"
Mata emas Drake berubah menjadi merah menyala. Gigi-gigi taring meruncing menyembul dari mulut yang menggeram. Kuku-kuku tajam tumbuh sendiri, bersiap mencakar pria berkacamata yang sudah membuat emosinya memuncak. 
"Ayo, majulah, vampire memuakkan!" Hibiki menyeringai seraya berjalan mantap. Kedua tangannya memegang senapan. Peluru-peluru perak mengantri, meluncur cepat melalui moncong senapan. Mereka dihindari Drake dengan kecepatan tinggi, melayang bebas ke arah lain. 
Drake berlari menyerbu Hibiki. Semua tembakan yang dilancarkan lawannya tidak berhasil mengenainya. Drake melompat tinggi, mengangkat kaki kanan tinggi-tinggi untuk melakukan tendangan ke bawah. Mengincar kepala Hibiki yang tidak terlindungi. Hibiki tidak bisa menangkap pergerakan Drake karena terlampau cepat lewat kacamata canggih, akhirnya terkena hantaman keras di bagian kepalanya. Rasanya bagaikan terbentur besi. Mengakibatkan Hibiki tumbang.
"Ukh." Hibiki terkapar di rerumputan dengan darah yang mengalir di sela-sela rambutnya. Senapan terlepas dari tangannya. Sebagai gantinya, senapan yang terbuat bukan perak itu diambil Drake. Drake menodongkan senjata itu padanya.
Karena gelap, Hibiki tidak bisa melihat sosok Drake. Sistem kacamata digitalnya tiba-tiba rusak dan tidak terkendalikan. Mungkin akibat berbenturan keras dengan tanah.
"Aku membencimu, Hibiki," kata Drake seraya menyipitkan mata tajam, "kamu dan generasi sebelumnya, telah menghancurkan semua yang kucintai. Ayah, ibu, adik, istri, dan semua rakyatku sudah tiada sekarang. Bahkan kamu juga sudah membunuh Azumi-ku!"
"Kamu memang pantas menderita, Drake. Vampire seperti kalian tidak bisa dibiarkan hidup di dunia ini. Karena kalian menjadi ancaman terbesar bagi seluruh manusia."
"Tidak semua vampire berhati jahat."
"Oh ya, aku tidak percaya itu."
"Terserah kamu saja."
Drake kehilangan kesabaran, tidak segan lagi melepaskan tembakan berkali-kali ke tubuh Hibiki. Emosi tinggi menggebu-gebu dirinya untuk melampiaskan semua itu. Darah berceceran di sekitar tubuh kaku Hibiki. Tidak menarik minat Drake untuk menikmatinya. 
Senapan yang membunuh tuannya sendiri, dilempar Drake ke sembarangan tempat. Hela napas lega terdengar di hidungnya. Bekas darah Azumi yang menempel di wajahnya, diusapnya pelan. Kemudian tangannya yang berlumuran darah, ada harapan baru tergenggam di sana. Harapan untuk memilih jalan hidup yang sesungguhnya.
Kobaran api yang menghanguskan tempat tinggal Drake sementara itu, sudah lenyap. Hanya menyisakan banyak abu pekat beserta kerangka-kerangka manusia -- semua korban tumbal yang diambil darahnya untuk upacara penobatan pengangkatan Drake menjadi Raja Vampire. Asap membubung tinggi hingga mengenai langit. Rembulan biru perlahan berubah menjadi putih. Waktu Blue Moon sudah berlalu. 
Kesempatan emas gagal total lagi. Drake tidak menyesali itu. Dia tersenyum seraya membawa tubuh Azumi di kedua tangannya dari arah depan. Semua vampire yang selamat termasuk Mizuto dan Barbara, mendekatinya.
"Pangeran. Syukurlah anda selamat," tutur Barbara yang mendapatkan anggukan dari Mizuto. Bahunya dirangkul Mizuto dari samping karena Mizuto sudah membantunya mengalahkan Rance.
"Ya. Rance yang menyebalkan itu sudah musnah karena ditembak Kimberly dengan air suci," tambah Mizuto yang tersenyum.
"Semuanya," sahut Drake terpana, lalu ikut tersenyum, "syukurlah."
"Lalu Azumi?"
Perhatian semua makhluk penghisap darah itu, tertuju pada Azumi. Tubuh gadis itu sudah memucat dan dingin. Tampak tertidur dengan wajah yang damai. Drake tetap tersenyum lembut seraya berkata, "Putri cantik sedang tertidur dan akan bangkit di malam Blue Moon berikutnya. Dia telah menjadi vampire yang sama dengan kita."
Semuanya ternganga dan saling pandang. Mizuto dan Barbara mengangguk paham. Mereka pun bersorak dan bertepuk tangan atas kebahagiaan yang dipilih Drake.
"Selamat buat anda, Pangeran!"
"Kami senang anda dan Azumi akan bersatu!"
"Kami tunggu di malam Blue Moon berikutnya!"
"Terima kasih."
Drake yang menyahut paling akhir. Wajahnya sumringah. Menengadah melihat langit. Ada bulan purnama yang tergantung di sana. Bayang wajah Carla dan seluruh keluarganya tiba-tiba menjelma, berdampingan dengan satelit Bumi itu.
Carla, ayah, ibu, adik, dan semuanya. Aku memilih cinta untuk meneruskan kehidupanku di masa sekarang. Aku tidak bisa melihat Azumi menangis. Cintaku menguat tatkala aku bersamanya. Semoga kalian semua merestuiku yang ingin menikah dengan Azumi di malam Blue Moon selanjutnya.
Drake membatin. Suara hatinya mengalun merdu bersama angin yang menerpanya.

***

Naomi tiba-tiba terbangun di kamarnya sendiri. Dia membelalakkan mata dengan mulut ternganga. Pasalnya, dia diculik oleh makhluk bertaring yang merupakan suruhan Rance. Kemudian disekap di tempat yang gelap dan dingin.
"Kenapa aku bisa ada di sini, ya? Perasaan, aku pingsan karena melihat ada mata merah menyala yang mendekatiku di tempatku disekap," kata Naomi sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Tidak akan ada yang bisa menjawab pertanyaannya itu.
Sang Surya sudah muncul di ufuk timur. Barbara yang membawa Naomi tadi, langsung pergi untuk menghindari sinar matahari. Dia melesat bagaikan roket menuju tempat baru, di mana semua temannya menunggu. Drake dan Azumi juga ada di sana.
Kemudian di bandara, Harada berjalan di antara keramaian di sebuah koridor. Harada menyeret sebuah koper besar. Hatinya enggan meninggalkan Jepang. Namun, harapannya yang ingin memiliki Azumi lagi, tidak bisa terwujudkan.
Azumi bukan jodohku. Jodohku adalah gadis yang menjadi pilihan orang tuaku. Baiklah, aku akan mencoba menerimanya.
Harada membisikkan itu di hatinya. Langkahnya yang semula gontai, berangsur cepat. Jiwanya menuntunnya untuk segera pergi ke pesawat terbang yang menunggunya.

***

Reign of the Fallen AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang