●Chapter 4

249 152 52
                                    

"Al! Tunggu!"

"Apa?" Ucapnya pelan.

"Nomer lo? Atau ID line?" Aku menjawab seraya menyodorkan bolpoin bermaksud meminta dia menulisnya ditanganku, sedikir ragu sih, bagaimana jika dia menolak? Runtuh harga diriku.

"Ah? Oke, nomer aja ya," dia dengan cepat menulisnya ditanganku, ah sedikit lega dia tidak menolaknya.

"Makasih!"

***

Aku kini sedang di taman sekolah, seolah membiarkan tubuh ini beristirahat sebentar saja, iya aku membolos. Tidak ada guru yang datang, jadi—mungkin tak masalah.

"Sudah berani membolos?"

Aku seketika menoleh pada sumber suara, ternyata orang yang baru kukenal beberapa waktu lalu.

"Al? Lo juga bolos kan?" Ucapku lalu menyerngit bingung.

"Gue—disuruh keluar karena ribut," jawabnya lalu tersenyum ringan, ya tuhan! Aku tidak bisa jika seperti ini, senyumnya sangat indah.

Hening.

"Oh iya, gue ada suatu," Al merogoh sakunya, lalu mengeluarkan dua buah permen kacang.

Astaga permen, apakah dia penggemar makanan manis? Mungkin ya, pantas senyumnya selalu manis.

"Ambil satu," ucap Al membiarkanku memilih, walau mungkin isinya sama.

"Terima kasih!! Apa lo gini ke semua orang?" Aku bertanya ragu padanya, dan ku harap jawabannya hanya aku.

"Bukankah memberi itu hal biasa?" Ucapnya dan tersenyum simpul lantas menatapku dalam, "dan permen ini, mungkin sebagai ucapan perkenalan kita tadi."

"Iya," aku menjawab seadanya, lalu menepis pikiran jika dia juga ada sedikit perasaan untukku. Bahkan kita baru kenal beberapa jam lalu, jatuh hati tidak semudah itu, tapi aku? Entahlah.

***

Pikiranku bercabang dan konsentrasi belajarku mendadak hilang, mengingat sore tadi sepulang sekolah, aku melihat Al bersandar di depan sebuah resto classic dan—dia bersama seorang perempuan, mungkin lebih tepatnya mereka berciuman. Aku benar-benar tidak menyangka, kukira Al itu anak baik, ya mungkin dia sedikit nakal karena sepergaulan dengan Rey, tapi tidak seperti tadi.

Drttt

Lamunan ku buyar karena ada telepon masuk, ah ternyata Rey.

"Apa?"

"Cece!! Gue bosen sumpah, gue kerumah lo ya?" Ku dengar suara khas Rey dari seberang sana, sudah menjadi kebiasaan untuk mengusir rasa bosan Rey itu bermain denganku, tepatnya mengusik ku dengan permainan-permainan konyol nya.

"Bodo amat! Gue sibuk Rey!! Paling juga tangan kosong lo kesini," aku mencibiknya, jarang sekali memang dia membawa oleh-oleh saat bermain.

"Tapi gue udah di depan rumah lo nih, oh ini juga gue bawa sesuatu lho!"

"KENAPA NGGAK MASUK AJA KALO UDAH DISINI! Biasanya juga langsung masuk ke kamar, ngabisin pulsa tau nggak!" Ucapku sedikit emosi lalu langsung mematikan telpon dan bergegas ke pintu depan.

Dia tersenyum saat melihat ku datang, lebih tepatnya senyum meledek, dia senang aku terbodohi? Ck! Sialan.

"Apa?" Aku masih menatapnya kesal.

"Ehem, maap maap! Gue bawa bubble tea nih, mau nggak?" Benar! Dia membawa minuman itu, ah aku tidak jadi marah jika begini.

"Asik, yaudah mau gimana? Diruang tengah?" Tanyaku disertai senyum senang.

"Mama papa mana? Si bocil juga?" Aku tau dia menanyakan ke tiga orang itu karena kondisi rumab sepi.

"Biasalah, sibuk urusan masing masing, tumben nanyain Lino juga," aku terkekeh masih dengan perasaan bahagia, hanya dengan bubble tea. Oiya, Lino itu adikku, terpaut cuman 1 tahun sih, tapi tubuh si Lino lebih besar dari ku.

"Mmm si bocil emang nggak pernah pulang?" Dia lagi-lagi membahas Lino, etah kenapa.

"Jarang, tapi sering ngabarin gue, katanya banyak tugas yang harus dibuat untuk persiapan ujian kelulusan, kenapa?" Aku berkata fakta tentang tadi.

"Gitu ya, tapi gue—lihat Lino ngebut kearah tempat stadion balapan," Rey memandangku setelah mengatakan hal itu, aku langsung mengubah ekspresi sedikit tegang.

"Lo gak salah lihat kan?" Aku masih memastikan ucapannya.

"Waktu beli itu minuman, gue nunggu sambil lihat orang lalu lalang dijalan malam, dan gue nggak sengaja lihat Lino pakai motor hijau rombakan nya. Buat mastiin, gue tanya ke lo tadi Ce," dia berbicara panjang lebar, aku yang mendengarnya mengernyit bingung.

"Jadi intinya? Gue harus?" Aku bertanya padanya, seketika dia menonyor kepalaku, aku hanya mengaduh kesal dan mendengarkan perkataannya lagi.

"Ya dinasehatin bodoh! Lo itu kakaknya, kalo dia nggak lulus juga gimana? Dia masih remaja labil."

"Dia jarang pulang Rey, mau dichat?  Kalo di read doang? Kalo ditelpon juga paling nggak diangkat," otakku benar benar buntu untuk sekedar memikirkan masalah Lino.

"Besok ikut gue ke area balapan!" dia menatapku yakin.

"Gila! Nggak, itu area liar!" Rey berdecak, aku semakin kesal karena sudah tau Lino melalukan seperti itu, dengan sedikit refleks cup minuman ku ikut tercekik karena ku remat geram.

"Rey!" Aku menyadarkan lamunan nya sebentar, dia menoleh dan menatap seolah mengatakan 'apa?'

"Gue tadi liat Al ci...ciuman sama seorang cewek didepan resto classic pertigaan," ucapku sedikit ragu untuk mengatakannya pada Rey.

"Dia emang berandal."

"Uhuk!" Aku terkejut dengan perkataan Rey, tunggu? Berandal? Tapi dia terlihat sangat feminim disekolah.

"Kenapa? Kaget? Gue kenal dia di bar minggu kemarin, gue lihat dia dikelilingi banyak cewek bareng teman temannya main—gue nggak tau, intinya permainan itu kaya monopoli uang."

"Jangan bilang lo di bar mabuk-mabukkan?" Aku langsung memicingkan mata menatapnya tajam.

"Gue nyamperin Bima sialan! Dia coba mabuk gara-gara diputusin ceweknya," dengan datar dia mengatakan tadi, kenapa jadi aku yang terlalu kudet dengan berita berita seperti ini? Dan Rey jadi tau segalanya.

"Ck, biarin kalo Bima, lalu gimana soal Al? Kalian jadi akrab?" Dia tidak menjawab, aku jadi curiga dia menyimpan rahasia lain.

"Hm, kira kira gitu," dia menjawab dengan enteng, tapi aku sama sekali tidak percaya, dengan menutupi rasa itu aku hanya mengangguk.

"Yaudah gue pulang ya, besok kita ke area balapan! Jangan bilang siapapun ok?" Dia begitu yakin mengajakku, belum sempat aku mengatakan protes dia sudah mejalankan Mehannya dengan cepat.

Aneh, intinya beban pikiranku jadi bertambah, juga tentang masalah Lino.

***

06.25 PM

"Papa! Sey berangakat ya, nanti kasih tau ke Mama hari ini Sey pulangnya telat dikit mau ke rumah temen!" Ucapku sedikit keras saat sampai gerbang rumah dan menunggu Rey.

"Berangkat bareng Reyhan?" Papa menjawabku dan keluar dengan jaz nya, dia sudah siap berangkat lagi.

"Iya."


- Continued -

Dikit nih, iseng doang
Jangan lupa vote! >_<

Dunia PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang