●Chapter 5

253 126 43
                                    


"CECE GUE DATENG!!"

Aku hanya menghela napas tanpa menunjukkan semangat, lagi-lagi Rey, memang dia itu ojek setia tanpa dibayar.

"Yok! Lets go!" Aku langsung menaiki Mehan tanpa aba-aba membuat Rey sedikit oleng keseimbangan.

"Eh, hati-hati dong! Hampir aja jatuh nih," dia mencibik kesal.

Aku tidak menggubrisnya, dan kembali hening. Angin kencang menerpa seiring laju cepat motor Rey, aku menegurnya sesekali saat dia nekat menerobos lampu merah, kalo dia kena tilang kan aku juga kena dampaknya.

"Ce, tau nggak? Kata bu Sri bakal ada anak baru lho!" ucap Rey membuka topik saat kita telah sampai di sekolahan dan memarkirkan Mehan.

"Masuk kelas apa? Eh bentar, lo kok jadi sering tau tentang hal yang bahkan gue gatau?" Aku mengerutkan kening, lagi-lagi Rey tau tentang hal yang bahkan aku belum dengar.

"X IPA 2 atau 3, gue tau? Cenayang kok dilawan," ucapnya diselingi candaan yang sedikit keras, aku lantas mencubit kecil lengannya, malu jika dilihat murid sepanjang koridor dan parkiran sekolah.

"Gausah ngelunjak! Apalagi nge-roket, nanti jatuh!" Aku mengatakannya dengan nada sebal, lelah ya tuhan.

"Emang ada apa? Kalo gue jatuh, kan ada lo yang mau nolongin gue," lihat? Lagi dan lagi.

"Na.Jis!" Ucap ku penuh penekanan, kulirik Rey yang tertawa puas, ok fix dia mulai gila, ah mungkin lebih tepatnya menggila.

"Gausah lihat-lihat juga dong, nanti suka gimana?" Dia kembali berucap dengan enteng, aku yang semakin kesal segera berjalan meninggalkannya.

"Gue gak denger!!" Aku masih berjalan mencoba mengacuhkan segala omongan yang keluar dari mulut Rey.

Hening, tiba-tiba Rey terdiam, aku lantas menatapnya aneh. Dia—kenapa?

"Eh apa-apaan ini? Lepas nggak! Nggak usah sentuh-sentuh!" Aku berteriak saat Rey tiba-tiba menarik ku kencang, "mau kemana sih?!"

"Gue baru inget, sekarang hari apa?!" Dia berteriak dihadapanku, seketika aku juga menjauhkan telingaku agar tetap aman dari teriakannya.

"Senin! Apaan sih, nggak jelas banget sumpah Reyhan!!" Aku menggeram kesal, demi apapun jalan pikiran Rey susah tertebak.

"Gue salah jadwal mapel, gimana dong? Duh, yang kebawa mapel hari Selasa, gue baru sadar! Ce, tolongin!" Aku ogah-ogahan mengikuti ucapannya, tapi—sedikit kasian sih, hanya sedikit.

"Mati aja lo!" Ujarku lalu langsung pergi, ku dengar dari jauh Rey yang sudah menggerutu tidak jelas, biarkan saja.

Aku segera berjalan menuju kelas dengan langkah besar, seraya mengambil headset dan menyetel musik untuk membangkitkan semangatku lagi. Ya, aku pecinta musik.

BRUK!!

Secara spontan, aku mengaduh dan sedikit berteriak, lantas menoleh dan ada seorang sepertinya anak baru, dengan mata sipit dan pipi gembul itu, aku jadi gemas sendiri. Dan dia sama terjatuhnya dengan ku, mungkin—dia tidak sengaja menabrak.

"Eh ma ... maaf kak, sakit banget kakinya?" Ujarnya langsung segera bangkit dan menyodorkan tangannya berniat membantuku.

"Santai, nggak sakit cuman tadi kaget aja. Dan gue kelas 10 kok, nggak perlu pake embel-embel kak," aku menjawab sembari menggaruk rambut belakangku, ini sungguh sedikit canggung. Untuk menguranginya, aku langsung menyela dan bertanya, "murid baru ya?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dunia PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang