Seperti apa yang telah diucapkan Chaeyoung. Kini Jeongyeon telah membuang impiannya demi sahabat dan sepupunya itu. Merelakan apa yang ia inginkan. Meninggalkan dunia yang kejam baginya kini telah menjadi angin lalu sekarang.
Berjalan lemah bersama Mina untuk ke persembunyian mereka. Raut wajah penuh kesedihan terukir jelas diwajah mereka berdua. Tatapan Mina yang bahkan kosong membuat Jeongyeon sedikit khawatir.
Tiba-tiba Jeongyeon terjatuh dan hal itu berhasil membuat kesadaran Mina kembali. Dengan kekhawatiran penuh ia mendekati dan menanyakan keadaanya.
"Aku tak apa."
"Bohong, lepas bajumu."
"Tapi..."
"Lepas!" perintahnya begitu tegas.
Dengan perlahan Mina membuka perban yang membalut luka di dada Jeongyoen. Sebuah luka dengan sedikit kehitaman nampak disana.
"Kita harus segera kembali," ia berucap begitu tegas tanpa ekspresi.
"Kenapa?"
"Aku tak ingin kehilanganmu."
Dengan tergesa mereka berjalan saling merangkul dan menyeimbangkan langkah. Seharian mereka berjalan akhirnya kini mereka telah sampai di sebuah pondok rumah sakit. Tentunya tak ada penghuni disana, dengan keadaan yang sedikit berantakan.
Dengan ilmu dan pengalaman yang ia miliki, kini ia menangani luka infeksi dan beberapa luka lain ditubuh Jeongyeon. Sesekali Jeongyeon meringis kesakitan. Tapi ia melihat sesuatu yang berbeda. Mina tak pernah memiliki ekpresi wajah ini sebelumnya. Nampak begitu serius dengan wajah tegas tetapi memiliki kesedihan tersirat.
"Aku akan menjagamu, aku janji."
Mereka hanya saling diam selama perjalanan. Pergi menuju tempat yang Jeongyeon ingin tunjukkan pada sahabatnya itu.
"Masuklah!" perintahnya setelah membuka pintu rahasia yang terletak dibalik karpet kamarnya.
Sebuah ruang yang cukup luas dengan rak berisikan anggur, beberapa kulkas penuh makanan, obat-obatan, sofa yang nyaman, kasur, televisi serta radio sebagai hiburan disana. Disana juga tersedia sebuah kamar mandi dan tentunya sebuah lemari penuh senjata.
"Kita akan aman disini sampai seleksi berakhir."
Setiap hari dipenuhi dengan kesunyian atau hanya suara televisi dan radio disana. Tak ada yang membuka pembicaraan. Mina selalu menghindari Jeongyeon ketika akan mengajakanya berbicara.
"Mina, berhentilah menghindar," Jeongyeon mengungkapkan kekesalan yang selama ini ia pendam.
"Aku tahu kau berusaha mengeluarkanku dari sini bukan? Kau begitu licik Jeongyeon. Aku tak akan terpengaruh tipu dayamu itu."
"Apa maksudmu?"
"Berhentilah pura-pura tak mengetahui apapun. Kau ingin aku tidak lolos kan?"
"M-Mina," lehernya tercekat mendengar ucapan Mina.
"Aku ingin menjadi seperti mereka Jeong, berkeliling di luar angkasa."
"Mina," dugaannya benar. Mina menginginkan apa yang pernah ia impikan.
"Bersainglah dengan sehat. Aku tak ingin membunuh sahabatku, kecuali jika keadaan memaksa."
Bukan ini yang Jeongyeon inginkan. Sekarang ia tak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah menahan Mina disini atau harus ikut bersamanya menjadi penjelajah.
Disuatu malam perdebatan terjadi di sebuah ruang rahasia itu. Mina menuduhkan hal yang tidak seharusnya ia tuduhkan kepada Jeongyeon. Ia sadar bahwa terus berada disini maka ia akan dianggap tidak lolos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Masalah (?)
Fanfichanya fantasi belaka Terinspirasi dari film animasi pendek berjudul "the voice of distant star" yang dibuat dan dianimasikan oleh Makoto shinkai Inti cerita : petualangan bocah dan keribetan dalam hubungan BFF serta yang lainnya PS : tidak bertanggu...