AUTHOR : ANYA / APHRODITE_THEMIS
GENRE : FANTASY
RATE - M
Warning : JANGAN BIASAKAN CUMA NGINTIP!
.
.
2020 - SEOUL
Konser tunggal itu berlangsung sukses. Semua penonton berdiri dan bertepuk tangan kuat saat sang pianis menyelesaikan not terakhir dalam simfoni yang dimainkannya. Karya indah yang diciptakan pada abad ke 15 itu berhasil dimainkan dengan gaya yang sangat sempurna oleh pianis muda berbakat yang dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi sosok yang dipuja semua penggemar music klasik.
"Ya Tuhan! Tadi itu indah sekali. Tubuhku bahkan gemetar mendengarnya."
"Dia benar-benar jenius. Sangat berbakat..."
Dari sisi panggung besar yang memang sengaja ditata dengan sangat artistic hingga menyerupai abad ke 15 itu, Kim Jaejoong berjalan anggun menghampiri pria tampan bertubuh tinggi yang sedang membungkuk sopan pada para penonton yang masih bertepuk tangan dan terus melemparkan pujian. Pria berambut pirang yang sedang memeluk sebuket mawar merah itu tertawa kecil saat sang pianis menyadari kehadirannya dan langsung tersenyum lebar.
"Jae? Kau datang? Kenapa tidak bilang?"
"Tadi itu sangat sempurna, Yunho. Aku hampir menangis saat kau memainkan Moonlight."
Masih dengan tawa tipis dibibirnya, Jaejoong maju selangkah untuk memeluk hangat pria tampan yang terlihat senang mendengar pujiannya. "Sepupuku pasti akan bangga jika bisa datang dan melihat permainanmu." tambahnya ringan dengan ekspresi yang tiba-tiba berubah sendu hingga mendorong Jung Yunho ikut tersenyum sedih.
Tidak pernah sekali pun kehadiran sosok menawan yang sedang memeluk manja lengannya ini gagal membuat Yunho salah tingkah. Diam-diam dia menyukai sepupu Prof. Jung yang banyak sekali membantunya untuk mencapai impian sebagai pianis. "Terima kasih sudah datang. Tanpa dukunganmu dan Prof. Jung, aku tidak mungkin bisa sejauh ini. Kuharap kesehatan Prof akan segera pulih." Seru Yunho sopan sambil menerima buket bunga yang sedang disodorkan Jaejoong padanya dengan senyum manis.
"Baiklah, aku tidak bisa lama, Yunho."
"Kenapa cepat sekali?"
Sambil berjalan bersama menuju ruangan yang disediakan untuknya, Yunho merengkuh ringan bahu ramping Jaejoong yang terlihat sangat menawan dalam balutan sweater putih gading yang dipadu dengan jeans hitam dan mantel tipis. "Bagaimana jika kita makan siang dulu? Atau mungkin secangkir kopi?" Ajak Yunho yang belum rela membiarkan sosok rupawan yang selalu menghiasi setiap mimpinya pergi secepat ini.
"Makan malam di rumah kami." Sambil terkekeh pelan melihat anggukan cepat Jung Yunho yang sedang tersenyum lebar, Jaejoong mengulurkan tangannya untuk mengusap lembut rahang tegas pianis tampan itu, mengecupnya sekilas. "Jam 7 nanti." Gumamnya lagi.
Sorot mata memuja dan sikap manis pianis tampan yang sedang meremas lembut jemarinya tidak akan sedikit pun mengubah tujuan utama Jaejoong mendekatinya. Bertahun-tahun tanpa lelah mereka terus mencari dan menunggu dengan sabar. Sekarang saatnya hampir tiba, tidak mungkin ditunda lagi. "Jangan terlambat atau aku akan marah padamu!" Ancam Jaejoong seraya mengulum seringainya sebelum berbalik meninggalkan gedung pertunjukan itu bersama beberapa orang pengawalnya.
"Yang Mulia, anda yakin?"
Mungkin sudah puluhan atau ratusan kali Hero mendengar pertanyaan monoton itu. Dan, kali ini pun jawabannya akan sama. Sejak berabad-abad lalu, dia sudah menetapkan pilihan dan semua itu tidak akan berubah sampai kapan pun. Bayangan jika dia akan kehilangan bangsawan Jung terlalu menyakitkan dan menakutkan untuknya.
"Jangan mulai lagi, Maura! Kita sudah melakukan semua ini berulang kali! Apa yang berbeda kali ini?" desisnya tajam, mengabaikan tatapan pelayannya yang terlihat sedikit sedih.
.
.
Dari ruang istirahat yang diberikan untuknya, Yunho melihat mobil mewah yang membawa Kim Jaejoong pergi. Dia tidak tahu sejak kapan perasaannya pada sosok cantik itu berubah menjadi sesuatu yang lebih dari sekedar kagum. Bahkan dia rela berlatih tanpa henti setiap harinya sampai jari-jarinya kebas hanya demi sedikit pujian dan senyum manis dari Jaejoong yang selalu menemani Prof. Jung kemana pun.
"Apa perasaanku salah?" gumam pianis muda itu lirih sambil mengusap kasar wajahnya.
"Tentu saja salah. Dia hanya bersikap sopan padamu, tidak lebih!" tandas Mariko Katsume, wanita Jepang yang selama ini ditugaskan Prof. Jung untuk mengatur semua jadwalnya.
5 tahun Yunho memendam semua perasaannya karena selalu merasa tidak pantas bersama sosok menawan yang jelas-jelas berasal dari kalangan atas. Kehidupan Jaejoong yang dipenuhi kemewahan, sangat berbeda dengan dirinya yang hanya anak yatim piatu dan harus tinggal di flat murahan yang bahkan pendinginnya tidak bekerja dengan baik.
"Tapi tadi dia mengecup pipiku. Bahkan mengajakku makan malam." Setitik harapan mulai tumbuh direlung hati Yunho yang ingin sekali memiliki malaikat cantik yang selalu memeluk manja lengan Prof. Jung. "Aku akan menyatakan perasaanku!" tekad Yunho dengan senyum percaya diri.
Mendengar omong kosong yang tidak akan menghasilkan apapun itu, Mariko hanya memutar malas bola matanya dan tidak mengatakan apapun lagi. Cinta terkadang memang sangat buta dan menggerikan.
.
.
1569 - PRANCIS
"Perjanjian dengan sang Demos tidak bisa dibatalkan. Anda siap, Yang Mulia?"
Jantung Hero berdebar kencang dan keringat dingin sudah membanjiri punggungnya. Dia takut, benar-benar takut dan mulai meragukan keputusannya. "Yang Mulia, kita batalkan saja. Ini berbahaya!" Suara Maura yang bergetar samar seperti cambuk yang menyadarkan Hero jika dia tidak bisa dan tidak mau membatalkan ritual yang sudah disiapkan ini.
Tidak, jika dia ingin bangsawan Jung tetap hidup!
"Aku siap!" jawab Hero tegas sambil membalas tatapan tajam wanita tua yang sedang berdiri dibelakang altar besar yang dipenuhi alat ritual dan belangga berisi darah. "Lakukan ritual itu dan pastikan kekasihku hidup kembali!" tambah pangeran muda itu dingin seraya mengulurkan tangannya dan membiarkan bibi buyut Maura mengores telapak tangannya dengan sebilah belati tajam.
Setelah beberapa tetes darahnya jatuh ditengah bara api yang langsung berkobar, mantra pemanggil iblis mulai dirapalkan, darah dalam cawan besar itu bergolak dan menguarkan aroma manis yang sedikit memualkan. Seolah itu belum cukup, tiba-tiba angin berhembus kencang disekeliling kamar mewah yang diterangi ratusan lilin putih itu. Sambil menahan ketakutannya, Hero meremas kuat jemari dingin bangsawan Jung yang beberapa menit lalu menghembuskan nafas terakhirnya.
"Bangunlah! Kau tidak boleh mati sebelum kuizinkan!" desis Hero dengan suara tercekat.
.
.
Note Author : Sengaja updatenya dibagi-bagi. Siders/ ghostsnya berkali lipat di chapter sebelumnya. Jadi, untuk chapter terakhirnya, wajib diatas 100 votes!
So, hentikan kebiasaan buruk kalian dan tinggalkan jejak!
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACK MAGIC
Short StoryPada abad ke- 14, hampir seluruh daratan Eropa dilanda wabah yang menyebabkan ratusan ribu orang meninggal. Ketakutan akan kematian membayangi hati semua orang, tak terkecuali para bangsawan yang sibuk melakukan segala cara untuk menyelamatkan diri...