Prolog

13 2 0
                                    

Hola..sebenarnya Ini cetita ke dua aku, but.. Aku ga yakin dan percaya diri kalau ini bakal sebagus cerita cerita yang pernah kalian baca sebelumnya. I need your help guys. Aku menerima segala kritikan dan saran yang membangun, aku menerina koreksi kalian atas typo aku.. Dan..
.
.
.
Don't forget to vote and coment ya ..
Hope you enjoy..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Apa!!,  ya gak bisa gitu dong ayah. Seharusnya ayah bicarain ini dulu sama Marsya, inikan untuk masa depan Marsya ayah! Ini bukan sekedar lelucon semata ayah. Pokonya  Marsya nggak bisa, maafkan Marsya, tapi Marsya gak bisa." jawabku dengan nafas menggebu gebu. Bagaimana tidak, seharian aku begitu sibuk dikantor, mengurus perusahaan ku yang lagi ramai penawaran kerja sama. Tanpa persetujuanku, ayah yang sangat aku sayangi tau tau menerima Lamaran, Catet ya LAMARAN dari pria yang katanya rekan bisnisnya tanpa persetujuan dan pembicaraan sebelumnya bersamaku, bagaimana mungkin ayah yang terkenal begitu keras dan batu itu begitu mudah menerima lamaran dari pria asing itu?. Siapa pria gila itu? Aku bahkan tidak meneganalnya.

"Marsya..anak ayah, ayah tuh yakin sama keputusan ayah kali ini. Dia itu adalah calon imam masa depan yang di idam idamkan semua kaum hawa. Ayah yakin kamu juga ntar bakal kepincut sama dia". Jawab ayah Marsya dengan santai tanpa mengalihkan perhatiannya dari koran yang sedang iya baca di ruang keluarga itu.

Marsya yang merasa berang pun menghentakkan kakinya dan menghampiri ibundanya yang dari tadi hanya diam mendengar perdebatan anak dan ayah itu.

"Bunda! Kenapa bunda diam aja sih? Ini kan pertaruhannya masa depan Marsya bunda!!!  Lagipula Marsya masih muda bunda, Marsya masih mau kerja aja, happy happy, dan lagiii itukan rekan bisnis ayah, masa iya Marsya di nikahin sama om om. Marsya mah ogah". Belaku sambil mengerutkan wajah, membayangkan jodohku om om buncit, kumisan, kepala plontos. OMG mending perawan tua deh gue. Kalau kayak ayah sih, iya oke. Eh eh kok malah ngelantur sih.

"Pokonya Marsya ga setuju, titik" ucap finalku. Aku melirik ke arah bunda yang menghela nafas lelah.

"Nak, bunda rasa keputusan ayah kali ini udah yang paling terbaik untuk masa depan kamu, kan ngga ada salahnya kalau kamu coba kenalan dulu sana anak itu. Kalau misalnya nanti kamu tidak cocok kamu bisa bicarain itu ke ayah dan bunda". Jawab bunda dengan lembut sambil menggenggam tanganku, aku tau bunda berusaha meredam kemarahanku.

Tapi aku masih merasa ini tidak adil. Arghh..
"Yaudah deh, ayah sama bunda aja yang nikah dengan dia, Marsya ogah. Tuh cowok juga gila ya! Bisa bisanya dia ngelamar Marsya! Kenal juga tidak". Omel ku kembali, entah lah rasa kesal di dadaku masih belum berkurang sedikitpun. Lebih baik aku naik ke atas, ke kamar menenagkan diri.

"Sudahlah, mending kamu mandi gih sana, bentar lagi mau magrib, lepas solat Magrib kita makan malam bersama, Mas mu mau datang sama mba Dita". Perintah bunda, oh iya.. Mba Dita itu istri Mas ku, Dirgantara namanya. Entah bagaimana nama mereka bisa terdengar mirip.

"Iya bun". Hanya jawaban lelah yang bisa aku berikan. Aku melangkah menapaki tangga, dapat aku lihat ayah dan bunda berbicara sesuatu. Tapi biarlah, aku lelah. Lebih baik aku istirahat dulu.

VOYAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang