15

9 3 0
                                    

Suasana dalam ruangan sempit itu begitu mencekam bagai area pekuburan meski banyak sekali orang yang berada didalam sana bahkan sampai membuat ruangan itu menjadi sesak. Samar, terdengar sedu sedan dari mulut mereka. Suara tangis pilu yang menusuk.

Pandangan semuanya terfokus pada dua orang yang berada di tengah-tengah mereka. Kedua orang yang sedang beradu fisik alias duel itu begitu menegangkan. Meski sebenarnya itu tidak bisa dikatakan duel karena yang melancarkan pukulan hanya satu orang yaitu Disti, sedangkan yang seorangnya lagi terlihat tidak berdaya dibawah kendalinya. Bukan tidak ingin melawan, tapi orang itu yang tidak ingin melawan dan memasrahkan diri agar terus dihajar. Bahkan, wajah orang yang dipukul itu jadi sulit dikenali karena penuh akan darah dan luka. Matanya sudah bengkak yang untuk melirik saja jadi sulit, belum lagi luka di bibirnya.

"STOP!!!"

Bentak Nesa dari arah kerumunan menghentikan pukulan yang sepertinya akan menjadi pukulan terakhir dari Disti melihat korbannya yang benar-benar sudah tidak berdaya.

"Stop." Nesa kembali bicara. Kali ini dengan nada lirih dan putus asa. Dia melangkah menghampiri kedua orang tadi lalu menjatuhkan diri bersamaan dengan air mata yang menderas.

"Gue bilang stop, gak ada gunanya kayak gini. Udah!!"

Menghempaskan tangannya marah, Disti yang berniat memukul gadis yang berusia sekitar lima belas tahun itu lalu berteriak. "Udah lo bilang? Udah? Dimana otak lo hah? Dimana?"

Disti kembali melayangkan tendangan gadis sepantaran dengannya tadi yang berlutut tepat dihadapannya membuat si gadis terjengkang kebelakang dengan darah menyembur dari mulutnya.

"Buat jalang ini, gak ada kata udah Sa! Gak ada. Bahkan ini semua gak cukup untuk nebus kesalahan dia."

Mendengar ucapannya, gadis yang terkapar tadi tersedak akan tangisnya sendiri. Air matanya mengalir deras dan membasahi wajahnya membuat darah yang menempel disana ikut hanyut.

"Tapi tetap aja, itu gak bakal ngembaliin keadaan." terang Nesa.

Gadis tadi mengangkat tangannya dengan lemah bermaksud menghentikan ucapan apapun yang akan keluar dari mulut Nesa. "Gak papa Nes, gapapa. Gue pantas ngedapatin ini. Uhukk!!"

Nesa terbelalak melihat gadis itu batuk darah. Namun, berbeda dengan Nesa, Disti hanya menatap datar tak peduli akan kesakitan yang diderita gadis didepannya.

NAYANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang