CERITA KETIGA: MAIN SAMA CUCU

206 20 1
                                    

Hari minggu, yaitu hari di mana beberapa aktifitas menjadi wajib untuk diliburkan. Salah satunya adalah kegiatan sekolah. Di hari ini, biasanya orang-orang akan melakukan apa yang diinginkannya untuk menenangkan pikiran atau menghilangkan penat karena capek beraktifitas. Bisa melalui liburan bersama keluarga, main dengan teman, bermalas-malassan, dan lainnya.

Aku, sebagai orang yang menginginkan hari ini selalu ada, tentu saja memanfaatkan sebaik-baiknya hari minggu ini dengan menghibur diri. Salah satu kegiatan yang kulakukan adalah memainkan console PS2, di kamar. Aku berencana memainkan game bernama Fantasi Terakhir, dengan ditemani beberapa cemilan dan minuman yang menyegarkan.

Ditambah tidak ada PR, tepatnya sudah dikerjakan kemarin. Sehingga kenikmatan ini akan sangat terasa. Jadi, aku bisa dengan tenang memainkannya berjam-jam tanpa terganggu.

Yah, setidaknya itulah yang harusnya terjadi. Tapi, sayangnya terkadang kenyataan tidaklah seindah angan-angan. Karena, ada satu makhluk yang mengganggu. Makhluk yang tidak terlihat seperti bersalah karena menggangguku.

"Hei, Kakek. Kenapa monsternya tidak menyerang?" tanya makhluk pengganggu yang duduk di sampingku.

"Karena belum gilirannya," jawabku menahan rasa kesal.

"Giliran? Maksudnya?"

"Jadi, nanti ada saat giliran monster itu bisa menyerangku."

Setelah itu, makhluk pengganggu ini pun diam. Jadi, aku pun melanjutkan serangan. Tapi, sayangnya kediamannya itu tidak bertahan lama.

"Katanya giliran. Tapi, kenapa yang pakai pedang itu nyerangnya dua kali?"

"Karena speed-nya tinggi. Jadi, bisa dua kali giliran."

"Ohhh. Terus, yang pakai tongkat itu tadi kenapa cuma mengayunkan tongkat? Terus, kenapa semua karakter yang Kakek kendalikan mengeluarkan cahaya putih dan ada yang berkilau dari kepala?"

"Yang pakai tongkat tadi mengeluarkan sihir untuk membantu fokus yang lain agar presentasi miss-nya sedikit saat menyerang monster. Cahaya putih yang keluar itu sebagai tanda kalau sihirnya berhasil mengenai mereka."

Kemudian, dia diam lagi. Lalu, aku melanjutkan serangan lagi. Namun, baru saja sekali serang. Dia kembali lagi memberikan pertanyaan.

"Kenapa ada cahaya hijau yang kelap-kelip di atas kepala monster itu?"

"Itu tandanya kalau monster itu kena racun."

"Kenapa bisa kena racun? Kan cuma diserang sama pedang, seharusnya kan terbelah."

"Anggap saja pedang yang digunakan karakter itu memiliki kemampuan untuk memberikan racun kepada musuh yang terkena serangan pedangnya."

Selanjutnya, dia kembali diam. Terus, bertanya lagi. Lalu, diam lagi. Dan terus begitu.

Sebenarnya, aku malas untuk menjawabnya, apalagi kalau harus menjelaskan secara panjang lebar. Tapi, kalau tidak dilayani, dia akan lebih menggangguku. Seperti menggoyang-goyang tubuhku sambil menuntut jawaban atau pergi untuk mengadu kepada ayahnya dan berakhir aku harus menenangkan makhluk pengganggu ini.

Oh iya, makhluk pengganggu ini adalah cucuku, bernama Rani. Ini bukanlah pertama kalinya dia menjadi pengganggu saat aku memainkan PS2. Tapi, karena mengganggunya tidak setiap saat. Jadi, aku lengah dan lupa akan kemungkinan itu.

Kalau saja aku tahu hal ini terjadi. Aku akan memainkan permainan yang pernah dia lihat dan sudah dijelaskan dengan panjang lebar. Jadinya pas aku main, dia enggak bakal nanya-nanya lagi dan aku bisa main dengan tenang.

Aku harap, Rani tidak menggangguku lebih dari ini.

"Kakek, aku juga mau main!"

Baru saja aku berharap agar tidak diganggu lebih dari tadi. Tapi, sepertinya karena doaku tidak diucapkan langsung. Jadi, harapanku tidak dikabulkan.

AKU PUNYA CUCU WALAU BELUM MENIKAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang