CERITA KESEPULUH: MENJAGA

57 6 2
                                    

Sampai waktu pulang, aku tidak mendapatkan bisik-bisik dari sekitar sekolah tentang kejadian kemarin. Bahkan dari para fans Bu Lestana yang memiliki keinginan menjadi suami atau pacar atau minimal dekat dengannya. Aku tidak tahu apakah tidak ada yang melihatnya atau mereka memakluminya sehingga tidak menjadi hal yang menghebohkan.

Tentu saja, berkat hal itu, membuat perasaanku tenang sehingga membuatku berpikir aku akan baik-baik saja.

Di sekolah saja tidak begitu, apalagi di luar daerah sekolah. Begitulah pikirku.

Hingga aku sampai di rumah. Tidak ada hujan, petir, gempa bumi, gunung meletus, badai, dan bahkan tanpa ada peringatan. Tiba-tiba aku diinterograsi oleh cucuku bernama Rani, dengan bantuan intimidasi dari keluargaku yang melihat eksekusiku dengan berbagai ekpresi.

"Jelaskan kepadaku siapa wanita yang pulang bersama Kakek kemarin!" ujarnya dengan keras karena penuh emosi dan tatapan tajam yang membuatku ketakutan. "Kalian pulang sehabis kencan, ya!"

"Hmm... itu..."

Bagaimana dia bisa tahu?! Padahal aku yakin tidak ada Rani atau keluarga yang lain di sekitar sebelum turun naik mobil.

"Jadi ada urusan dulu itu adalah kencan dengan wanita itu, ya?!"

Aku bisa saja jelaskan kalau wanita itu adalah bu Lestana, tapi gimana cara jelaskannya... Terlebih, aku dalam posisi duduk menekuk lutut sebagai tumpuan atau kalau di Jepang disebutnya seiza. Membuatku semakin kesulitan untuk berkonsentrasi untuk mencari jawaban yang tepat.

"Bukankah itu bagus," celetuk Kak Doni. "Akhirnya Riki punya pa-"

"Kakek Doni tolong diam dulu!" bentak Rani sesopan dan serendah mungkin suaranya.

"Iya, maaf-maaf."

"Jadi, apa jawabannya, Kek?" tanya Rani kembali melihatku dengan tatapan tajam.

"Itu..."

Aku benar-benar bingung menjawab agar bagian menjadi pacar Bu Lestana tidak terungkap...

Lagipula... Aku tidak paham kenapa aku bisa mengalami situasi seperti ini. Maksudku, kenapa juga dia harus sampai marah begini? Seolah seperti istri yang mempergoki suaminya sedang selingkuh.

"Rani... kenapa kamu marah?" tanyaku spontan setelah memikiran hal itu.

"Aku engga marah!" balas Rani langsung dengan keras. "Aku cuma pingin tahu aja! Kakek harusnya cerita!"

"Tuh, itu kamu marah."

"Sudah jangan mengalihkan pembicaraan! Cepat jawab!" tepisnya dengan nada lebih keras dari sebelumnya.

Rencanaku membuatnya merasa jengkel dengan godaan sehingga akhirnya malas untuk mengungkit masalah ini gagal total.

Bagaimana ini? Aku mungkin bisa saja menggunakan ide untuk mengelabuinya, tapi aku merasa tidak enak kalau berbohong. Apalagi, sepertinya kalau aku bohong di situasi ini, Rani bisa menebaknya.

"Sudahlah, Rani," ujar Sinta tiba-tiba. "Palingan Fiki hanya diantar pulang oleh ibu guru karena sudah membantunya melakukan sesuatu, mungkin memeriksa jawaban dan lainnya."

Ahhhhh! Syukurlah Sinta membantuku! Arigatou gozaimasu!

"Apa benar?" tanya Rani dengan nada sedikit lebih tenang kepadaku.

"Iya, benar. Aku habis membantu bu Lestana menyusun buku di perpus," balasku. "Bu Lestana engga enak sudah membuatku pulang sore banget, jadinya dia mengatarku pulang dengan mobilnya. Kalau tidak percaya, tanya saja langsung ke bu Lestana."

"Hmm... oke..." ujar Rani menerima. "Kalau gitu, kenapa engga cerita ke aku?" disambung dengan pertanyaan itu.

"Aku minta maaf. Nanti kalau terjadi yang seperti itu lagi, aku akan cerita," balasku sambil sedikit menundukkan kepala.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AKU PUNYA CUCU WALAU BELUM MENIKAH!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang