"Ketika ambisi mengalahkan hati nurani." Ini tentang semesta yang menjauh. Tentang hati yang patah. Tentang kehilangan. Tentang menyerah bersama segala luka.
Aleta dan segala keterpurukannya. Varel yang terlampau asik dengan dunianya sendiri. Ethas...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bunyi gemerisik air yang jatuh pada lantai kamar mandi menandakan bahwa si empu kamar tengah mandi. Ini hari sabtu, dan bisa dipuji cepat untuk mandi di jam tujuh pagi. Biasanya Ethas akan bangun terlambat sebab bergadang bermain PUBG bersama teman-teman sekelasnya di cafe vape---cafe biasa yang sudah menjadi basecamp Ethas dan teman-teman. Tadi malam sedikit berbeda, karena Ethas memilih berada di rumah dan sudah tidur sejak pukul sembilan.
Ethas menyudahi mandinya. Ia keluar dari kamar mandi dalam keadaan lebih baik daripada semalam. Didekatinya lemari pakaian, mencari baju kaus, celana, beserta jaket. Ethas akan keluar sepagi ini untuk mencoba memperbaiki kesalahannya. Ponsel Ethas berdenting ketika ia hendak memakai baju kaus warna hitam. Diliriknya sedikit, kemudian cepat-cepat mengenakan bajunya.
Ethas menatap pantulan dirinya lewat cermin. Untuk hari ini saja, dia ingin hidup normal tanpa harus terbeban tanggung jawab besar. Dentingan ponsel barusan hanya membuat mood Ethas hancur. Dia punya hidup yang lain, tapi seseorang seperti memenjarakannya sehingga ia tidak dapat melakukan hal lain.
Melupakan segala hal yang mengganggu pikirannya, Ethas mencoba fokus dengan Aleta. Dia harus memikirkan rencana setelah ini.
"Maafin aku, Ta, karena nggak bisa nurutin kemauan kamu buat ngejauh," ujar Ethas sendiri pada pantulan dirinya di cermin. "Aku mau perbaikin semuanya, dan aku harap kamu mau percaya aku lagi."
Ethas mengambil ponsel, dompet, dan jaketnya sebelum keluar dari kamar. Ia menuruni anak tangga, dan sudah dapat melihat mamanya tengah mempersiapkan sesuatu di atas meja makan. Ethas mendekat, mencium singkat pipi sang mama sebagai sapaan kecil di pagi hari yang sudah menjadi kebiasaan semenjak dulu.
"Loh, mau kemana?" tanya sang mama memperhatikan penampilan Ethas dari atas sampai bawah.
"Ada janji sama Aleta, Ma," jawab Ethas berbohong. Lelaki itu mana mungkin bisa jujur sekarang pada sang mama kalau dirinya diputuskan oleh Aleta. Bisa-bisa, Ethas dimarahi siang malam sebab tanpa perlu ditebak, mamanya pasti berkata bahwa Ethas-lah penyebab kenapa hubungan mereka bisa berakhir.
"Tumben hari sabtu pagi?" tanya Mama Ethas bingung. "Biasanya sabtu sore atau minggu pagi. Bukannya sabtu pagi Aleta ada les?"
Lihatkan? Bahkan Mama Ethas menghapal dengan baik jadwal milik Aleta. Bisa dibilang, Aleta memang memiliki kedetakan yang baik dengan mama lelaki itu. Sedang Ethas sendiri tentu begitu bahagia karena Aleta mau membuka diri dan tidak tertutup. Gadis itu kehilangan ibunya sejak ia duduk di bangku SD. Menemukan seorang baru dimana ia bisa merasakan lagi kasih sayang seorang ibu tentu tidak akan disia-siakannya begitu saja.
"Aleta sakit, Ma, kemarin hujan-hujanan. Jadi mau nganterin makanan kesana."
"Loh? Kamu nggak nganterin Aleta pulang?"
Ethas terlihat berpikir, dia takut sekali kalau salah jawab. Dibanding dirinya, sang mama pastilah lebih mengistimewakan Aleta. "Aleta kan naik sepeda, Ma. Waktu dia pulang emang belum hujan, tapi di tengah jalan hujan."