[ ✓ ] main

1.3K 78 3
                                    

Petang itu Jisung sibuk uring-uringan di sofa. Jarinya sibuk scroll timeline twitter yang isinya itu-itu aja. Terkadang Jisung mikir 'Kenapa disaat wifi lagi pundung, dirinya ada tujuan tertentu yang mengharuskan ada internet. Tapi, disaat wifi lancar, dirinya bingung mau ngapain.'

Jisung menilik ke arah sofa lantai bawah yang ada dua orang penunggu disana, Jihan dan Jeno, bersantai menonton film sembari memadu kasih. Berharap ada sesuatu yang bikin keduanya ini nggak bikin sepet mata.

Ayah dan bundanya lagi pergi ke acara partner bisnisnya di luar kota selama sepekan. Jadi, mau nggak mau dia harus tahan melihat kebucinan dua orang yang bakal menemani Jisung di rumah.

Kalau sendirian jadi sepi, kalau ada dua orang itu juga tetep aja jadi sendirian. Kembali ke pernyataan awal.

Ini hari ketiga Jisung ditinggal ayah dan bundanya. Di hari pertama dan kedua, Jisung udah berusaha ngajak mereka main tapi ya, sia-sia. Jisung akhirnya jadi nyamuk dan memilih untuk menyendiri main game di kamarnya.

"Ayo dong, ada yang chat aku ngajak keluar. Nanti aku traktir beliin seblak deh, serius."

Udah lima menit sejak Jisung gumam sendiri. Nggak ada satu pun orang yang chat dirinya. Hpnya emang selalu nolep kayak yang punya.

Akhirnya Jisung sendiri yang punya inisiatif ngajak pergi dan berpikir bahwa orang yang mengiyakan ajakannya nanti harus traktir dia seblak.

Akhirnya Jisung sendiri yang punya inisiatif ngajak pergi dan berpikir bahwa orang yang mengiyakan ajakannya nanti harus traktir dia seblak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yup, Chenle jadi satu-satunya korban yang mengiyakan ajakan Jisung. Bukannya seneng, Jisung agak kecewa soalnya dia itu Chenle yang notabenenya anak terkaya di kompleknya Jisung. Jadi seblak bukan apa-apa buat Chenle.

Jisung bangkit dengan antusiasnya langsung ambil jaket dan gontai ke rumah Chenle. Yang ada dipikirannya 'Ayo makan seblak di rumah Chenle.'

"Adek mau kemana?"

Jisung lupa kalau dia nggak sendirian dan ada dua kakak dan pacarnya di ruang tengah. Harus ada ritual ijin keluar rumah untuk Jisung. Karena di mata Jihan, Jisung itu tetaplah adik kecil yang harus ia jaga.

"Mau ke rumah Chenle, mbak."

"Mbak antar ya?"

Sambil mengambil sandalnya di rak, Jisung mengelak, "Aih ngapain si mbak. Kan rumah Chenle di blok sebelah doang elah, nggak usah ih."

"Mbak mau cari makan sama mas Jeno, jadi sekalian nganterin adek gitu."

"Aih nggak usah ah mbak. Adek udah gede kan."

"Adek, di mata mbak, adek itu masih kecil. Jadi ayo lah diantar ya, ya, ya."

"Emang mas Jeno mau nganter adek?"

Jeno yang sibuk pakai jaketnya, mengangguk mengiyakan. "Kamu mau ikut makan nggak, Sung?"

Stop.

Jangan pernah ajak aku lagi, kata Jisung dalam hati. Pasalnya teringat lagi kisahnya yang mengenaskan selama dua hari berturut-turut kemarin.

Jisung terdiam, membeku di depan pintu sambil menggenggam gagang pintunya erat-erat.

"Adek, ditanyain mas Jeno kok diem aja?"

"PLIS MAS, MBAK, JANGAN AJAK AKU KALAU NANTINYA AKU DIKACANGIN. CUKUP UNTUK DUA HARINYA KEMARIN YA."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
jisung thingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang