5

1 0 0
                                    

Bobby muncul di rumah Gia setelah Yoyo pulang. Dia menerima wa ajakan makan malam bersama dengan Gia, bertiga dengan Yoyo. Mata mereka bertatapan ketika Gia membuka pintu. Gia masih tak beranjak bahkan setelah Bobby melangkah masuk, jadilah mereka berdua berhadapan dengan begitu dekat. Tangan Bobby beranjak memegang dagu Gia, sementara tangan lainnya memegang tangan Gia. Otomatis wajahnya mendekat ke wajah Gia, Bobby nyaris hilang kendali, padahal sudah lebih dari seminggu mereka tak bertemu, dan Gia masih berada di situ, seperti tak sadar apa yang akan terjadi jika ia membiarkannya. Tapi tatapan dan genggaman tangan Bobby seperti membiusnya.

Syukurlah Bobby tersadar, ia memundurkan wajahnya, melihat Gia sudah memejamkan mata. Ia merasa bersalah, tapi akan makin merasa bersalah jika ia melanjutkan keinginannya. Gia ikut tersadar, mereka bertatapan lagi dengan kikuk, tapi Gia berhasil melewatinya dengan mengomeli Bobby.

"Kau pikir menyenangkan, kalau mendapati teleponku jelas-jelas kau abaikan?!"

"Maafkan aku, Gi. Aku tahu itu kesalahanku."

"Lalu? Yang barusan tadi apa? Sudah dua kali kau mencoba menciumku. Apa maksudnya? Kau sedang melatih cara mencium perempuan? Menjadikanku objek percobaan?" Gia terus bicara sementara dada Bobby sudah sesak karena tekanan darahnya memacu kerja jantung lebih cepat dari biasanya. Entah Bobby mendengar suara Gia atau tidak. Atau barangkali Gia juga merasakan hal yang sudah diluar kendali ini.

Bobby masih belum melepas genggamannya pada jemari Gia, lantas diciumnya bibir Gia begitu saja, menghentikan omelannya. Kali ini benar-benar tak bisa ditahannya. Di belakangnya, berdiri Yoyo. Sama terkejutnya dengan Bobby, tak menyangka hal ini terjadi begitu cepat.

"Ma..maafkan aku Gi.." Bobby terbata-bata. Ia hendak berbalik ke arah pintu dan pergi tapi kehadiran Yoyo menghalanginya, kembali ia terkejut. Yoyo pasti melihat semuanya. Bobby juga tak berani menatap Gia, takut Gia akan marah.

"Kau, barusan menciumku..."

Bobby menunduk pasrah. Haruskah ia katakan saat ini bahwa ia mencintai Gia, sahabatnya, kakaknya yang cantik, orang yang selalu ada untuknya. Yoyo memberi isyarat pada Bobby untuk berbalik dan menghadap ke arah Gia.

"Aku....maafkan aku, Gi. Aku...mungkin melarikan diri, karena mencintaimu." Terucap juga dari mulut Bobby. Gia terperanjat, terkejut dengan kejujuran Bobby. Ingatannya melayang pada kata-kata Yoyo mengenai persahabatan mereka, tentang barangkali mereka akan bahagia atau terluka bersama. Lalu melayang lagi pada kata-kata Bobby untuk meminta tidak bertemu dulu karena ingin fokus pada ujian semesternya. Puzzle yang berserakan, perlahan mulai tersambung merangkai jawabannya. Benar, Bobby memang sedang mendekati seseorang, tapi orang itu sepertinya adalah Gia.

"Maafkan aku.." Gia menunduk dan berkata setengah berbisik.

Apa dia sudah mengacaukan Bobby dan Yoyo? Bahwa Bobby sedang memikirkan tentang semua ini, apa benar dia mencintai Gia. Bobby mungkin tak ingin menyakitinya, tidak ingin membuatnya berpikir bahwa ia sudah menghancurkan persahabatan mereka bertiga. Yoyo sudah memintanya memberi ruang tapi Gia terus memaksa untuk bertemu karena berprasangka buruk bahwa mereka merahasiakan sesuatu padanya. Padahal apa yang mereka tutupi sebenarnya untuk kebaikannya juga. Gia merasa begitu bodoh. Dan ketika badannya terasa lumpuh karena menerima ciuman dari Bobby, anak lelaki yang selama ini dianggap adiknya, dia jadi khawatir akan hatinya. Mengapa dia diam saja dan membiarkan Bobby menciumnya, membuatnya berdebar-debar seperti ini.

Yoyo berusaha mencairkan kebekuan ini, memutar otak cerdasnya mengatasi kejadian yang walaupun sudah diprediksi, tapi tetap saja terlalu cepat. Seharusnya bukan sekarang.

"Ayo, kita lanjutkan di luar saja, kita kan janji bertemu untuk makan bersama.." Yoyo memposisikan diri di tengah dan merangkul Gia dan Bobby.

Dalam perjalanan, di mobil Yoyo, tak satu pun dari mereka berbicara, masing-masing berusaha berdamai dengan kejadian barusan. Yoyo lantas memutar radionya, berusaha memecahkan sunyi.

"Kau sudah pernah menyanyikannya di Coffee, Gi?" tanya Yoyo ketika radio memutar Rewrite the Stars milik Anne Marrie feat James Arthur. Gia mengangguk, "Kemarin sudah..sama Dongi." Gia menyebut gitarisnya sebagai partner pada waktu menyanyi lagu itu.

"Kereeenn, aku harus mendengarnya. Besok aku bisa request kan? Aku dan Bobby akan ke Coffee selasa depan."

Gia mengangguk lagi.

"Ehm.." Bobby berdehem, "sepertinya aku sudah membuat suasana jadi canggung dan kacau karena ulahku. Maafkan aku, Gi. Maafkan aku juga, Yo. Aku sungguh tak ingin membuat kita bertiga jadi seperti ini, tapi...aku tak bisa mengendalikan diriku."

Hening lagi, bahkan hingga mereka sampai di tempat nongkrong yang mereka tuju, hingga makanan yang dipesan datang, suasana kaku itu belum juga usai, mereka makan bertiga, namun dengan pikiran masing-masing.

Love MeWhere stories live. Discover now